Homili 4 September 2021

Hari Sabtu, Pekan Biasa ke-XXII
Hari Sabtu Imam
Kol. 1:21-23;
Mzm. 54:3-4,6,8;
Luk. 6:1-5

Kekudusan hidup

Pada Bulan Maret 2021, Bapa Suci Paus Fransiskus mengunjungi negara Irak. Di sela-sela waktu kunjungannya, beliau sempat mengumpulkan para imam, biarawan dan biarawati. Bertempat di Katedral Bunda Keselamatan Kita, Sri Paus menyampaikan pesan istimewanya sekaligus menguatkan para pilihan Allah ini. Ia berkata: “Kita tahu, betapa mudah kita tertular virus keputusasaan yang sering disebarkan di sekeliling kita. Namun, Tuhan telah memberi kita vaksin mujarab melawan virus ini. Vaksin itu adalah HARAPAN. Pengharapan yang lahir dari hidup doa yang tekun serta kesetiaan setiap hari dalam kerasulan kita. Dengan vaksin ini kita dapat terus berjalan maju dengan semangat yang selalu baru, untuk membagikan sukacita Injil, sebagai murid-murid misionaris dan bukti nyata kehadiran Kerajaan Allah, Kerajaan Kekudusan, Keadilan dan Damai.” Saya sangat terkesan dengan pesan Sri Paus ini karena memang sangat kontekstual.Di satu pihak pandemi berkepanjangan, di lain pihak situasi sosial politik bergejolak. Dalam situasi ini, peranan para ‘gembala yang baik’ sangat di harapkan untuk memberikan harapan bagi mereka yang tidak berpengharapan.

Hari ini adalah hari Sabtu pertama dalam bulan. Biasanya hari ini para umat Allah mendoakan kami para imam dan memberi peneguhan kepada kami. Terima kasih bagi mereka yang selalu mengucapkan dan mengingatkan kami di hari istimewa ini. Memang para imam, biarawan dan biarawati merupakan orang-orang limited edition. Mereka adalah pekerja milik Tuhan, di mana Gereja memohon supaya Tuhan mengirim para pekerja-Nya. Para limited edition ini memiliki satu focus yaitu melayani Tuhan dengan sukacita melalui kehadiran sesama dan mengarah kepada kekudusan. Paus Fransiskus dalam surat Apostoliknya Gaudete et Exsultate, mengatakan bahwa kekudusan berarti menjadi diri sendiri. Setiap pribadi dikuduskan pada hari pembaptisan dan mewujudkan kekudusannya melalui pekerjaan-pekerjaan yang dipercayakan kepadanya. Pekerjaan yang merupakan sebuah bentuk pelayanan yang sederhana menjadi luar biasa. Panggilan kepada kekudusan ini bisa juga dicapai melalui hidup yang nyata yang dapat memimpin kepada kekudusan. Bapa Suci menyebutnya sebagai “Saints next door“. Hal yang perlu kita lakukan adalah “menjalani hidup kita dalam cinta” dan “memberi kesaksian” tentang Tuhan dalam semua yang kita lakukan.

Saya kembali ke tulisan santo Paulus kepada jemaat di Kolose yang kita baca dan renungkan selama beberapa hari terakhir ini. Paulus merasa yakin bahwa jemaat di Kolose adalah orang-orang kudus, namun sayang sekali karena kekudusan mereka luntur karena pengaruh-pengaruh dari luar sebagaimana dilaporkan oleh Epafras kepada Paulus. Hal yang menarik perhatian kita adalah Paulus selalu hadir dan mengingatkan jemaat di Kolose untuk bertahan sebagai orang-orang yang dikuduskan Allah. Sosok Yesus menjadi pendamai sangatlah penting. Lebih jelas Paulus berkata: “Juga kamu yang dahulu hidup jauh dari Allah dan yang memusuhi-Nya dalam hati dan pikiran seperti yang nyata dari perbuatanmu yang jahat, sekarang diperdamaikan-Nya, di dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian-Nya, untuk menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan tak bercacat di hadapan-Nya.” (Kol 1:21-22). Paulus melihat aspek transformatif yang luar biasa di dalam lingkungan jemaat. Mereka sebelumnya hidup dalam kegelapan, menjauh dari kekudusan Allah. Perbuatan mereka jahat, namun Tuhan Allah sendiri mengutus Yesus Putera-Nya untuk mendamaikan yang gelap dengan terang, yang berdosa dengan diri-Nya dalam semangat pertobatan. Buah dari pertobatan adalah kekudusan, hidup dengan tidak bercela di hadirat Tuhan.

Selanjutnya, Paulus mengatakan: “Sebab itu kamu harus bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak bergoncang, dan jangan mau digeser dari pengharapan Injil, yang telah kamu dengar dan yang telah dikabarkan di seluruh alam di bawah langit, dan yang aku ini, Paulus, telah menjadi pelayannya.” Perkataan Paulus ini menjadi sebuah strategi untuk mewujudkan ketekunan dalam iman, daya tahan iman yang besar. Semangat untuk memberikan pengharapan Injil juga sangat penting bagi jemaat dan Gereja umumnya. Ini mengarahkan kita pada semangat misioner untuk tak kenal lelah dalam mewartakan Injil.

Dalam Bacaan Injil, kita mendengar kisah tentang Yesus dan para murid-Nya yang melewati sebuah kebun. Karena merasa lapar maka mereka memetik bulir gandum dan memakannya. Bagi Yesus, hal ini biasa-biasa saja. Namun tentu berbeda dengan para murid yang mengalaminya sendiri yakni merasa lapar. Tindakan para murid Yesus ini mendapat kecaman dari para lawan Yesus karena mereka tidak mengormati hari Sabat. Tuhan Yesus lalu mengingatkan peristiwa Raja Daud. Dia dan pasukannya merasa lapar maka mereka meminta ijin untuk beristirahat. Mereka makan roti yang sebenarnya hanya boleh dimakan oleh para imam, dan mereka juga selamat.

Apa yang Tuhan Yesus harapkan dari kita?

Pertama, kita semua dipanggil untuk menjadi kudus. Kita dipanggil untuk hidup tanpa cacat dan cela di hadirat Tuhan. Panggilan ini mengantar kita untuk tetap bersatu dengan Yesus sang tuan atas hari Sabat. Kedua, Kita diharapkan untuk berkomitmen dalam segala hal yang dipercayakan Tuhan kepada kita. Tanpa komitmen yang jelas kita tidak dapat bertumbuh menjadi dewasa dalam iman. Ketiga, milikilah pikiran-pikiran yang positif dalam segala situasi hidup kita. Sosok Paulus dan Yesus menginspirasi kita untuk segala pelayanan kita.

P. John Laba, SDB