Hari Rabu, Pekan Biasa ke-XXVII
Yun. 4:1-11;
Mzm. 86:3-4,5-6,9-10;
Luk. 11:1-4.
Lectio:
Pada waktu itu Yesus sedang berdoa di salah satu tempat. Ketika Ia berhenti berdoa, berkatalah seorang dari murid-murid-Nya kepada-Nya: “Tuhan, ajarlah kami berdoa, sama seperti yang diajarkan Yohanes kepada murid-muridnya.” Jawab Yesus kepada mereka: “Apabila kamu berdoa, katakanlah: Bapa, dikuduskanlah nama-Mu; datanglah Kerajaan-Mu. Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan dosa kami, sebab kamipun mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan.” Demikianlah Sabda Tuhan. Terpujilah Kristus.
Renungan:
Bapa, saya siap untuk mengampuni!
Saya pernah diundang untuk duduk dan berbicara bersama dengan sebuah keluarga muda sekitar 5 tahun silam. Kebetulan keluarga ini saya yang memberkatinya di Gereja. Usia pernikahan mereka baru setahun namun mulai mengalami ujian kesetiaan dalam keluarga muda ini. Setelah duduk bertiga dan saling mendengar satu sama lain akhirnya mereka berdua sepakat untuk berekonsiliasi dan saling mendoakan satu sama lain. Proses rekonsiliasinya saya mulai dengan doa, mereka mengaku dosa secara pribadi. Rekonsiliasi ditutup dengan membasuh kaki dan berpelukan. Hal yang sangat menarik perhatian saya adalah sang istri berkata kepada suaminya sambil memandang kepada saya: “Bapa saya mengampuni suami saya karena Tuhan Yesus mengajarkan saya untuk mengampuni!” Suaminya terharu dan mnenangis. Hingga saat ini mereka dikarunia dua anak dan menjadi keluarga yang bahagia. Saya benar-benar bersyukur karena mendamaikan keluarga ini. The power of Forgiveness. Memang, mengampuni itu berarti melupakan dan bahwa cinta sejati itu tidak menghitung-hitung kesalahan orang lain.
Namun kita tidak bisa menutup mata dengan banyaknya pribadi dan keluarga yang sangat sulit untuk saling mengampuni satu sama lain. Sangat sulit untuk mengatakan maaf kepada orang yang sudah bersalah, padahal orang yang bersalah itu sungguh menyesal dan mau meminta maaf. Jawaban klasiknya: “Tak ada kata maaf atau ampun bagimu!” Rasanya manusia begitu sombong dan melebihi Tuhan. Padahal Tuhan sendiri mengampuni dan Dia juga tidak mengingat-ingat dosa kita. Tapi kita begitu sulit untuk mengampuni, masih mudah mengingat-ingat kesalahan sesama. Kita perlu belajar untuk malu ketika membaca sebuah nyanyian ziarah di dalam Kitab Mazmur: “Jika Engkau, ya Tuhan, mengingat-ingat kesalahan-kesalahan, Tuhan, siapakah yang dapat tahan? Tetapi pada-Mu ada pengampunan, supaya Engkau ditakuti orang.” (Mzm 130:3-4). Mari kita berusaha untuk tidak mengingat-ingat kesalahan sesama supaya mampu mengampuni. Sungguh sama seperti Tuhan: “mengampuni berarti melupakan”.
Pada hari ini kita mendengar sebuah kisah Injil yang sangat bagus. Para murid Yesus sudah beberapa kali melihat Yesus menyepi dan berdoa seorang diri. Para murid-Nya melihat Dia berhenti dan meminta-Nya untuk mengajar mereka berdoa sebagaimana guru mereka sebelumnya yakni Yohanes Pembaptis mengajar mereka berdoa. Tuhan Yesus memandang mereka dengan penuh kasih dan mengajar mereka berdoa. Ia berkata: “Apabila kamu berdoa, katakanlah: Bapa, dikuduskanlah nama-Mu; datanglah Kerajaan-Mu. Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan dosa kami, sebab kamipun mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan.” (Luk 11:2-4). Teks doa Bapa kami ini tentu berbeda antara teks Injil Matius (Mat 6:9-13) dan teks yang kita baca dalam Injil Lukas pada hari ini. Dua versi doa Bapa Kami ini tetaplah merupakan doa Bapa Kami yang diajarkan Yesus sendiri. Para ahli Kitab Suci berpendapat bahwa dua versi doa Bapa Kami ini mungkin adalah kejadian yang berbeda. Namun teks lengkap doa Bapa Kami adalah berdasarkan dari teks menurut Injil Matius.
Doa Bapa kami merupakan Doa sempurna karena diajarkan oleh Yesus sendiri. Kadang-kadang ada umat yang berdoa spontan dan mengakhiri doa spontan dengan perkataan: “Doa kami yang tidak sempurna ini kami sempurnakan dengan doa yang Yesus Putera-Mu ajarkan kepada kami.” Doa Bapa Kami memang sempurna adanya karena doa ini mengandung pujian dan penyembahan kepada Allah, mengandung penyerahan diri kita kepada-Nya, pertobatan dan permohonan kita. Kita harus beraniu berkata: “Bapa mampukan saya untuk menghampuni.”
Pada hari ini saya lebih memfokuskan kita semua pada satu permohonan kepada Tuhan dalam doa Bapa Kami yakni pada permohonan: “Ampunilah kami akan dosa kami, sebab kamipun mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami.” Kita semua memohon supaya Tuhan mengampuni kita, tetapi mengapa kita begitu sulit mengampuni sesama yang bersalah kepada kita? Alasannya adalah karena kita masih mengingat kesalahan yang dilakukan sesama kita. Inilah titik kelemahan kita dan kita selalu membela diri: “Saya masih manusia, hanya Tuhan yang mengampuni dengan sempurna.” Itulah pembelaan diri kita. Kita harus mengampuni orang yang telah bersalah kepada kita atau yang menyakiti hati kita karena kita juga memohon supaya Tuhan mengampuni kita.
Sikap adil yang harus kita miliki: “Berani memohon pengampunan Tuhan, bahkan dalam sakramen tobat berarti berani untuk mengampuni sesama yang bersalah kepada kita.” Jangan pernah memohon ampun dari Tuhan kalau anda tidak mampu mengampuni, selalu mengingkit kesalahan-kesalahan yang sudah lewat. Tuhan menghendaki kita mengampuni sesama manusia, agar kitapun dapat diampuni oleh-Nya. Sebab itu mengampuni sesama yang bersalah sesungguhnya bukan saja demi dirinya, namun sebaliknya, demi kebaikan diri kita sendiri. Artinya, kita juga membuhtuhkan pengampunan dari Tuhan. Tuhan Yesus berkata: “Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu.” (Mat 6:14-15). Mari kita berusaha untuk mengampuni supaya kita juga diampuni Tuhan.
P. John Laba, SDB