Homili 22 Juli 2022 – Pesta Santa Maria Magdalena

Pesta St. Maria Magdalena
Kid. 3:1-4a atau
2Kor. 5:14-17
Mzm. 63:2,3-4,5-6,8-9
Yoh. 20:1,11-18

Mengasihi Yesus sampai tuntas

Selamat mengenang santa Maria Magdalena. Untuk merenung dan mengambil inspirasi hidup dari orang kudus ini, saya lalu mengingat kembali perkataan santa Theresia dari Kalkuta bahwa banyak orang kudus itu menjadi kudus karena mereka memang melihat hidup mereka yang begitu berbeda dengan Tuhan Yang Mahakudus. Perbedaan itu yang mentransformasi hidup mereka supaya menjadi semakin serupa dengan Tuhan sebagai sumber kekudusan. Santo Agustinus memiliki masa lalu yang gelap sehingga ketika melihat terang, ia berani berkata: “Betapa lambat aku akhirnya mencintai-Mu, Oh Keindahan lama yang selalu baru, betapa lambat Kau kucintai! Ketika Engkau berada di dalam diriku, aku malah berada di luar, dan di luar sanalah Kau kucari.” Agustinus mengungkapkan dirinya dan menunjukkan transformasi radikal di dalam hidupnya.

Untuk menjadi orang kudus, orang tentu pernah mengalami jatuh ke dalam dosa dan di saat itulah mereka ditangkap oleh Tuhan dan mengalami kasih dan kerahiman-Nya. Mari kita melihat sosok santo Paulus. Dia juga mengawali hidupnya dengan gelap bersama Yesus. Dia mengalami transformasi radikal ketika mengalami panggilan Yesus dalam perjalanan ke Damsyik. Sejak saat itu Paulus berubah dan berani berkata: “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.” (Flp 1:21). Prinsip ini yang membawa Paulus untuk menjadi manusia baru. Ia menulis kepada jemaat di Korintus: “Siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.” (2Kor 5: 17). Paulus bahkan mengatakan juga: “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.” (2Tim 4:7). Masa lalu selalu menjadi guru kehidupan dan dapat mengubah orang secara radikal untuk mengasihi Yesus sampai tuntas.

Pada hari ini kita mengenang santa Maria Magdalena. Maria Magdalena berasal dari kamping Magdala, dekat Danau Galilea. Banyak orang mengenalnya sebagai seorang pendosa besar saat pertama kalinya berjumpa dengan Yesus. Dia berparas amat cantik dan bangga akan kecantikannya juga. Ia menyesal atas hidup pribadinya pada masa lalu setelah mengetahui bahwa Tuhan Yesus sendiri membebaskannya dari tujuh roh jahat. Perjumpaan Maria Magdalena dengan Yesus sungguh mengubah seluruh hidupnya. Ia lalu meninggalkan rumahnya dan bersama para perempuan kudus lainnya siap melayani Yesus dan para rasul-Nya. Lukas memberi kesaksian ini dalam Injil karangannya: “Kedua belas murid-Nya bersama-sama dengan Dia, dan juga beberapa orang perempuan yang telah disembuhkan dari roh-roh jahat atau berbagai penyakit, yaitu Maria yang disebut Magdalena, yang telah dibebaskan dari tujuh roh jahat, Yohana isteri Khuza bendahara Herodes, Susana dan banyak perempuan lain. Perempuan-perempuan ini melayani rombongan itu dengan kekayaan mereka.” (Luk 8:1-3). Selanjutnya, ketika Yesus disalibkan, Maria Magdalena ada di bawah kaki salib. Ia tinggal di sana bersama Santa Perawan Maria dan St. Yohanes tanpa takut akan keselamatannya sendiri. Satu-satunya hal yang dipikirkannya ialah bahwa Tuhan-nya sedang amat menderita. Tidaklah heran jika Yesus berkata tentang Maria dalam kaitan dengan pertobatannya: “Ia telah banyak berbuat kasih.”

Maria Magdalena adalah sosok yang inspiratif. Hubungannya dengan Yesus mirip dengan gambaran seorang yang mengasihi Yesus sampai tuntas. Kita membaca sebuah gambaran dalam Kitab Kudung Agung: “Di atas ranjangku pada malam hari kucari jantung hatiku. Kucari, tetapi tak kutemui dia. Aku hendak bangun dan berkeliling di kota; di jalan-jalan dan di lapangan-lapangan kucari dia, jantung hatiku. Kucari, tetapi tak kutemui dia. Aku ditemui peronda-peronda kota. “Apakah kamu melihat jantung hatiku?” Baru saja aku meninggalkan mereka, kutemui jantung hatiku; kupegang dan tak kulepaskan dia, sampai kubawa dia ke rumah ibuku, ke kamar orang yang melahirkan aku.” (Kid 3:1-4). Hidup dalam kegelapan ibarat orang yang mencari jantung hatinya tetapi tidak menemukannya. Tetapi situasi berubah ketika ‘ia menemukannya, ia pegang dan ia tidak melepaskan, ia membawa ke rumah ibunya.’ Maria Magdalena benar-benar menjadi ciptaan baru yang tidak akan mudah meninggalkan Yesus.

Lalu apa yang terjadi dengan Maria?

Maria setia kepada Yesus dan mengasihi-Nya sampai tuntas. Kita mendengar kisahnya dalam bacaan Injil hari ini di mana Maria memiliki kerinduan untuk melihat dan bertemu dengan Yesus yang dikasihinya. Namun yang ada adalah sebuah makam kosong. Ini membuatnya semakin sedih. Namun Tuhan Yesus selalu beda. Maria mau bertemu dengan-Nya tetapi nyatanya Dialah yang bertemu dengan Maria. Dialah yang memanggil dan mengutus Maria untuk menjadi rasul kebangkitan. Kita mengingat Victimae Paschali ini: “Dic nobis Maria, Quid vidisti in via? Sepulcrum Christi viventis, et gloriam vidi resurgentis: Angelicos testes, sudarium et vestes. Surrexit Christus spes mea: praecedet suos in Galilaeam” (Katakan, Maria, yang kaulihat di jalan! Kubur dan kemuliaan Sang Kristus yang hidup serta bangkit: Saksi malaikat, kain peluh dan kafan. Kristus, harapanku bangkit, mendahului ke Galilea).

Kita semua memiliki masa lalu. Ketika kita dapat mengolah masa lalu kita dengan baik maka betapa kita menjadi manusia baru dalam Kristus. Maria Magdalena dan para kudus adalah contoh yang tepat untuk peziarahan iman kita. Mari kita jujur dengan hidup kita dan percayalah sebuah transformasi besar akan menjadi milik kita dan kita benar-benar menjadi bagian dari kehidupan Tuhan sendiri. Tidak ada kata terlambat dalam mengasihi Tuhan. Santa Maria Magdalena, doakanlah kami. Amen.

P. John Laba, SDB