Homili 23 September 2022

Hari Kamis Pekan Biasa ke-XXV
Peringatan Wajib St. Padre Pio dr Pietrelcina
Pkh. 3:1-11
Mzm. 144:1a,2abc,3-4
Luk. 9:18-22

Memandang sang Kristus

Pada hari ini kita mengenang santo Padre Pio. Orang kudus ini sangat inspiratif. Saya mengingat beberapa kutipan yang sangat menginspirasi, misalnya: “Berdoa, berharap dan janganlah cemas. Kecemasan itu tidaklah berguna. Allah kita Maharahim dan Ia akan mendengar doa-doamu.” Kata-kata yang dipilih di sini sangat menguatkan dan menginspirasi kita semua. Pikirkanlah, berdoa adalah usaha kita mengangkat hati dan pikiran kita kepada Tuhan. Ketika kita berdoa, kita tentu memiliki harapan dan juga kecemasan tertentu. Padre Pio hendak menegaskan bahwa berdoa dan berharap dapat menjadi kekuatan untuk menghalau segala kecemasan kita. Mungkin saja kita sering tidak merasa optimis maka mudah sekali kita cemas, dan lupa bahwa Allah kita sungguh Maharahim. Dia pasti mendengar do akita dan menolong kita tepat pada waktnya. Kutipan lain yang menginspirasi adalah: “Yesus selalu bersamamu, bahkan ketika anda sendiri tidak merasakan kehadiran-Nya dalam hidupmu.” Dalam perayaan Ekaristi, kita selalu mendengar dan menanggapi perkataan dialogis ini: Pastor berseru: “Tuhan bersamamu” dan jawaban umat: “Dan bersama rohmu.” Apakah kita pernah menyadari bahwa Tuhan bersama kita? Apakah kita juga bersama dengan Tuhan? Bersama dengan Tuhan berarti kita datang, melihat, tinggal, mengimani dan mengagumi-Nya. Banyak kali kita mencari-cari alasan yang membuat kita tidak merasakan kehadiran Tuhan. Kita kurang berusaha untuk memandang Yesus sang Mesias sejati di dalam hidup kita.

Kedua kutipan perkataan dari santo Padre Pio ini saya ambil untuk menginspirasi kita supaya memahami bacaan Injil ini dengan baik. Penginjil Lukas hari ini menghadirkan sosok Yesus yang unik. Mula-mula dia menampilkan Yesus yang berdoa seorang diri. Kita dibantu untuk memandang Yesus sang Mesias, yang meskipun Anak Allah tidak menganggap diri-Nya setara dengan Bapa dan Roh Kudus dan selesai. Dia adalah Mesias sang Anak Allah yang masih memiliki waktu untuk berdoa, menjalin persekutuan dengan Bapa dalam Roh. Berdoa seorang diri menunjukkan Yesus bersekutu dengan Bapa dalam Roh, sebuah persekutuan Allah Tritunggal Mahakudus. Para murid memang hanya melihat Yesus seorang diri, tetapi sebenarnya Yesus sedang bersatu dengan Bapa dan Roh Kudus.

Selanjutnya, para murid digambarkan datang kepada-Nya setelah mereka menjalani perutusan untuk pergi ke kota dan kampung di sekitarnya. Mereka tentu ingin merasakan kembali pengalaman dan kebersamaan dengan Yesus. Ini menjadi kesmepatan bagi Yesus untuk bertanya tentang diri-Nya: “Kata orang siapakah Aku ini?” Pertanyaan ini memang patut ditanyakan, apalagi para murid barusan melihat Yesus sedang berdoa seorang diri. Pertanyaan kata orang memang mudah untuk dijawab. Nama-nama yang tenar di kalangan orang-orang Yahudi saat itu adalah Yohanes Pembaptis. Dialah suara yang berseru-seru tentang pertobatan dan menjadikan sungai Yordan sebagai markas untuk membaptis banyak orang. Dialah yang melakukan kritik sosial dan mengoreksi public figure sehingga nyawanya pun melayang. Kesaksian heroik ini tetap mereka ingat. Sosok kedua adalah nabi Elia. Dialah yang mereka sedang menantikan kedatangannya untuk mempersiapkan bangsa Israel dalam menyambut kedatangan sang Mesias. Ada juga yang memiliki kenangan tentang nabi-nabi terdahulu yang sudah wafat namun bangkit kembali. Tentu saja ketiga sosok: Yohanes Pembaptis, Elia dan seorang nabi terdahulu yang bangkit ini semuanya melekat pada kepribadian Yesus dalam menjalani perutusan-Nya.

Pertanyaan Yesus naik satu level lebih tinggi, dan sifatnya sangat pribadi. Menurut para murid-Nya sendiri siapakah Yesus yang sebenarnya? Saya merasa yakin bahwa para murid yang tadinya berapi-api akan terdiam dan bingung. Pertanyaan Yesus ini membutuhkan refleksi dan kesaksian hidup yang nyata. Petrus dengan kuasa dari Bapa membuka pikirannya untuk memberi kesaksian: “Engkaulah Kristus dari Allah”. Kristus dalam bahasa Yunani Koine: Χριστός, (Khristós) berarti ‘yang diurapi’ merupakan terjemahan dari bahasa Ibrani מָשִׁיחַ (Māšîaḥ), Mesias. Nama ini yang dipakai sebagai gelar bagi Yesus di dalam Kitab Perjanjian Baru. Perkataan Petrus ini tentu membuat mata mereka semua memandang kepada Yesus, sang Kristus, sang Mesias yang selama itu mereka nantikan dengan penuh kerinduan.

Tuhan Yesus menunjukkan suatu reaksi yang juga menjadi pembelajaran bagi kita. Dia tidak sombong tetapi lemah lembut dan rendah hati. Saatnya memang belum tiba maka Dia dengan keras melarang mereka untuk ‘membuka kartu’ tentang jati diri Yesus yang sebenarnya. Mengapa? Karena sang Kristus yang sebenarnya bukan Kristus yang jaya dalam kategori pemikiran mereka. Dia adalah Kristus yang menderita: “Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga.” (Luk 9:22). Meskipun demikian para murid tetap tidak mengerti siapakah Yesus sebenarnya hingga peristiwa salib itu berlalu. Ketika mereka memandang Dia yang tersalib dan lebih lagi Dia yang bangkit, saat itu mereka tidak lagi melihat Yesus sebagai Kristus saja, tetapi bahwa Dia adalah Tuhan (Mrk 16: 15-16; Yoh 3:16-17; Yoh 6:35; Yoh 14:6; Kis 4:12). Santo Paulus berkata: “Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama,supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi,dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!” (Flp 2: 9-11).

Memang benar perkataan dalam Kitab Pengkotbah. Ada waktu untuk hidup kita, ada waktu untuk membangun relasi yang baik dengan Tuhan paling kurang dengan Tuhan Yesus hingga keabadian. Dan bahwa: “Tuhan sendiri membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.” (Pkh 3:11). Indah pada waktunya ketika dengan iman kita memandang Yesus sang Kristus, sang Mesias satu-satunya. Santo Padre Pio, doakanlah kami. Amen.

PJ-SDB