Homili 22 September 2022

Hari Kamis, Pekan Biasa ke-XXV
Pkh 1:2-11
Mzm 90:3-4.5-6.12-13.14.17
Luk 9:7-9

Kerapuhan seorang pemimpin

Kita selalu mendengar kata oligarki di negeri ini, terutama dari mulut kaum oposisi yang dilabel terbiasa nyinyir. Kata oligarki berasal dari bahasa Yunani ὀλιγαρχία (oligarkhía) yang berarti “aturan oleh sedikit”. Kata ini terbentuk dari dua kata yakni ὀλίγος (olígos) yang berarti “sedikit”, dan ἄρχω (arkho) yang berarti “mengatur atau memerintah”. Maka kata oligarki selalu dikaitkan dengan bentuk dan struktur kekuasaan di mana kekuasaan itu berada di tangan segelintir orang saja. Dengan kata lain oligarki merupakan struktur kekuasaan yang dikendalikan oleh sejumlah kecil orang, yang dapat terkait dengan kekayaan, ikatan keluarga, bangsawan, kepentingan perusahaan, agama, politik, atau kekuatan militer. Berkaitan dengan system oligarki ini, para pemimpin itu anti kritik, tidak bisa dikoreksi karena seakan dia kebal dari segalanya. Tentu saja tidak semua nyinyiran tentang oligarki ini benar, tergantung dari persepektif mana orang mendang oligarki itu sendiri. Kalau saja semua sistem dijalankan sesuai aturan yang berlaku maka tidak perlu orang menilai oligarki.

Pada hari ini kita berjumpa dengan sosok Herodes Antipas. Herodes Antipas atau Antipatros adalah salah seorang putra Herodes Agung, Raja Yudea dan Malthace, yang berasal dari Samaria. Ia lahir sebelum tahun 20 SM. Herodes Antipas memiliki saudara kandung bernama Arkhelaus dan saudara tirinya Filipus mengenyam pendidikan di Roma. Sebenarnya Herodes Antipas ini bukanlah ahli waris yang menjadi pilihan pertama Herodes Agung. Pilihan pertamanya justru Aristobulus dan Aleksander yang merupakan keturunan Herodes dan putri Hasmonea bernama Mariamne. Namun keduanya dieksekusi sekitar tahun 7 SM. Putra sulung Herodes Antipater sempat dituduh mencoba untuk meracuni ayahandanya (5 SM). Maka Herodes Agung lalu mengubah surat wasiatnya dan menjadikan putra bungsunya, Herodes Antipas sebagai ahli waris. Kesaksian para penginjil, diperkuat oleh sejarahwan Flavius Yosefus bahwa Herodes Antipas ini memenggal kepala Yohanes Pembaptis karena menikahi Herodias yang adalah istri saudara tirinya Herodes Filipus.

Penginji Lukas hari ini memberi kesaksian yang menarik, bahwa Herodes Antipas mendengar kisah-kisah yang menakjubkan tentang Tuhan Yesus. Dia tampil begitu memukau dalam kata dan tindakan. Karena Yesus maka Herodes Antipas merasa cemas karena semua orang berbicara tentang Yesus yang dikira oleh Herodes sebagai Yohanes yang bangkit dari antara orang mati. Ada informasi lain yang beredar yaitu nabi Elia muncul kembali, ada yang mengira bahwa seorang nabi zaman dahulu telah bangkit kembali. Informasi-informasi yang berkeliaran ini sangat mempengaruhi ritme kehidupan Herodes Antipas. Ia lalu berpikir: “Yohanes telah kupenggal kepalanya. Siapa gerangan Dia ini, yang kabarnya melakukan hal-hal demikian?” Lalu ia berusaha supaya dapat bertemu dengan Yesus.” (Luk 9:9).

Hal yang menggembirakan kita pada hari ini atau yang menjadi trending topic pada hari ini adalah sosok Yesus menjadi bagian dan pergumulan pikiran Herodes. Di satu pihak dia memikirkan Yohaes Pembaptis yang telah dipenggalnya, di lain pihak ia merasa kagum kepada Yesus yang didengarnya dan ia bahkan ingin menemui Yesus. Namun pertemuan mereka tidak terjadi. Mereka justru bertemu pada saat menjelang paskah-Nya Yesus. Penginjil Lukas menyatakan bahwa Tuhan Yesus pertama-tama dibawa kehadapan Pontius Pilatus untuk diadili, karena Pilatus adalah gubernur Provinsi Yudea yang meliputi Yerusalem ketika Yesus ditangkap. Pilatus mulanya menyerahkannya kepada Antipas, tetrarkh di Galilea, di wilayah di mana Yesus memulai pelayannnya, tetapi Antipas mengirimkannya kembali ke Pilatus. Selanjutnya Pilatus memerintahkan penyaliban Yesus.

Bacaan Injil hari ini mengarahkan pikiran kita kepada sosok Tuhan Yesus. Dia adalah satu-satunya penebus kita. Dia mengajarkan segala sesuatu bagi kita. Orang baik dan jahat Dia gerakan hati mereka untuk berubah. Herodes Antipas bahkan kangen berat dengan Yesus. Ini pengakuan Herodes Antipas: “Ia berusaha supaya dapat bertemu dengan Yesus”. Herodes bukan pengikut Kristus namun ia memiliki kerinduan untuk berjumpa dengan Yesus. Lalu bagaimana dengan kita? Apakah kita mengagumi Yesus sebagai pribadi yang luar biasa? Apakah hanya sebatas ini perasaan kagum kita kepada Yesus? Saya merasa yakin bahwa kita percaya bukan pada hal-hal yang sia-sia saja tetapi kita percaya kepada Yesus satu-satunya Juruselamat kita.

Bacaan Injil juga mengoreksi para pemimpin yang rapuh. Sama seperti Herodes Antipas, ada pemimpin yang masih lebih mementingkan nafsu duniawi, uang dan harta sehingga mengorbankan keluarga sendiri dan mengorbankan keluarga dan sesama yang lain. Banyak yang masih menjadi pebinor seperti Herodes Antipas dan pelakor tetapi mereka tidak mau dikoreksi. Mereka marah ketika menerima koreksi persaudaraan. Ini juga merupakan kerapuhan yang ada di dalam diri setiap pribadi. Padahal kita harus sadar bahwa semua ini bersifat sementara saja. Kitab Pengkotbah mengatakan, “Kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia.” Maka hanya Tuhan saja yang menjadi tempat perteduhan yang turun temurun. Mari berharap kepada Tuhan.

P. John Laba, SDB