Homili 27 Juni 2023

Hari Selasa, Pekan Biasa ke-XII
Kej. 13:2,5-18
Mzm. 15:2-3ab,3cd-4ab,5
Mat. 7:6.12-14

Tuhan tidak pernah lupa

Apakah pernah terlihat dalam pikiranmu bahwa Tuhan melupakanmu? Apakah anda pernah bersungut-sungut kepada Tuhan karena pengalaman penderitaan dan kemalangan dalam hidupmu? Tentu saja anda tidak sendirian. Saya sebagai seorang imam juga pernah persungut-sungut kepada Tuhan ketika mengalami kegagalan tertentu dalam hidup dan karya pelayanan saya. Kalau kita membaca Kitab Perjanjian Lama, kita menemukan begitu banyak pengalaman manusia yang mengalami kesendirian karena meraka merasa ditinggalkan Tuhan. Ketika bangsa Israel bersungut-sungut karena merasa dilupakan oleh Tuhan maka Tuhan hadir melalui nabi Yesaya dan berkata: “Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau. Lihat, Aku telah melukiskan engkau di telapak tangan-Ku; tembok-tembokmu tetap di ruang mata-Ku.” (Yes 49:15-16). Pikiran kita dibuka oleh Tuhan sendiri bahwa manusia boleh melupakan Tuhan tetapi Tuhan sendiri tidak pernah lupa dengan manusia ciptaan-Nya. Bahkan Ia tetap memandang manusia yang dilukiskan di telapak tangan-Nya. Di bagian lain dari Kitab nabi Yesaya dikatakan: “Ingatlah semuanya ini, hai Yakub, sebab engkaulah hamba-Ku, hai Israel. Aku telah membentuk engkau, engkau adalah hamba-Ku; hai Israel, engkau tidak Kulupakan.” (Yes 44:21).

Pada hari ini kita mendengar kisah perjalanan Abram dan Lot di tanah Kanaan. Mereka adalah kerabat yang baik. Abram memiliki inisiatif yang baik untuk membawa Lot kerabatnya dan juga segala harta milik mereka. Namun apa yang terjadi? Ada perkelahian di antara para penggembala Lot dan Abram karena berebut lahan penggembalaan. Abram sangat bijak dan memanggil Lot serta berbicara kepadanya untuk berdamai satu sama lain. Abram lalu meminta Lot untuk memilih tempat yang sesuai baginya. Lot memilih tempat yang banyak air dan subur yakni lembah Yordan di sebelah Timur. Lot memiloih berkemah di sekitar Sodom yang dihuni oleh orang-orang jahat.

Lalu bagaimana dengan Abram? Ia mendapat sisa lokasi yang tentu tidak sesubur yang sudah dipilih oleh Lot. Di sinilah kehebatan Tuhan yang tidak melupakan Abram sahabatnya. Tuhan berkata kepadanya: “Pandanglah sekelilingmu dan lihatlah dari tempat engkau berdiri itu ke timur dan barat, utara dan selatan, sebab seluruh negeri yang kaulihat itu akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu untuk selama-lamanya. Dan Aku akan menjadikan keturunanmu seperti debu tanah banyaknya, sehingga, jika seandainya ada yang dapat menghitung debu tanah, keturunanmupun akan dapat dihitung juga. Bersiaplah, jalanilah negeri itu menurut panjang dan lebarnya, sebab kepadamulah akan Kuberikan negeri itu.” (Kej 13:14-17). Abram menyatakan rasa syukurnya kepada Tuhan karena Tuhan tidak melupakannya. Ia mendirikan mezbah Mamre, Hebron.

Kisah Abram dan Lot adalah kisah hidup kita setiap hari. Mungkin saja kita mengalami di dalam keluarga masing-masing betapa banyak Abram dan Lot masa kini. Pikirkan keluarga-keluarga yang relasinya hancur karena berebut harta peninggalan orang tua, pinjam meminjam uang dan lain sebagainya. Tuhan Yesus tahu maka Dia sendiri memberi warning kepada kita semua karena di mana ada harta, hati manusia ada di sana. Ada Lot di antara kita yang memilih yang terbaik kemudian tertawa di atas penderitaan saudaranya sendiri. Namun akibat keserakahan adalah hidup yang tidak bahagia. Kita akan mendengar kisah Lot lebih lanjut. Ada Abram di antara kita yang mengalami penindasan, ketidakadilan dari saudaranya tetapi dia tetap berbuat baik. Suasana susah tidak membuatnya pesimis, malah bersyukur kepada Tuhan karena bisa mengalami kesulitan. Abram memilih yang tersulit tetapi ketika Lot dalam keadaan susah, ia tetap hadir dan menolongnya. Abram masa kini masih ada. Apakah anda adalah sosok Lot atau sosok Abram?

Apa yang harus kita lakukan untuk membangun relasi yang baik dengan saudara kita?

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil hadir untuk memberi wejangan yang indah bahwa Ia tidak akan melupakan kita. Aturan emas atau the golden rule diberikan kepada kita supaya kita bisa hidup berdampingan dengan sesama yang lain. Yesus berkata: “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.” (Mat 7:12). Lihatlah bahwa kita memiliki kecenderungan untuk berharap yang terbaik saja dan lupa bahwa kita juga harus berbuat baik kepada sesama. Kita mengharapkan supaya orang mengapresiasi diri kita maka kita juga mampu mengapresiasi sesama kita. Dan tentu ini tidaklah mudah. Kita harus melewati pintu yang sempit dengan mematikan ego kita, kebiasaan bersungut-sungut kepada Tuhan dan berusaha untuk memilih yang tersulit dalam hidup kita.

P. John Laba, SDB