Berilah perhatian yang tulus
Pada sore hari ini saya melerai dua anak remaja yang beradu mulut. Mereka berdua sering berjalan bersama-sama ke sekolah, ke gereja untuk memngikuti misa hari Minggu dan ke alun-alun kota untuk bersenang-senang. Semua orang yang melihat mereka tentu merasa tidak asing karena mereka berdua adalah sahabat sejati. Tetapi saya sangat heran karena pada sore hari ini mereka beradu mulut. Banyak orang menyaksikan pertunjukkan yang tidak sedap. Semua kata yang keluar dari mulut mereka adalah seputar kemiripan manusia dengan isi kandang yang berkaku dua dan empat, tidak terhitung dengan seribu satu kekerasan verbal lainnya. Saya berhenti sejenak dan melerai mereka. Beruntung karena mereka masih merasa malu sehingga amarah mereka cepat redah. Semua saudara di kandang tidak disebutkan lagi.
Saya menarik tangan mereka berdua dan bertanya tentang akar persoalan yang membuat mereka beradu mulut dan mengeluarkan kata-kata seputar kemiripan dengan isi kandang yang berkaki dua dan empat. Ternyata persoalannya sederhana saja. Mereka berdebat tentang nama kepala sekolah mereka. Nama asli kepala sekolah adalah Yoseph. Nama ini sama dengan nama yang tertera dalam surat baptis. Remaja A mengatakan nama kepala sekolanya adalah Yosep (tanpa ada h). Remaja kedua mengatakan nama kepada sekolah adalah Joseph (pakai J bukan Y). Nah kelihatan hal ini sederhana saja. Tetapi karena remaja A mencela remaja B bahwa ia “bego” dan “shock tahu” Remaja B cepat sekali baper maka ia pun mengulangi kata-kata yang sama biar kedudukannya satu sama. Hasilnya adalah mereka beradu mulut.
Barangkali kita boleh menertawakan kedua remaja ini dengan gelak tawa yang dapat memekakan telinga kita masing-masing. Mungkin kita cepat sekali menertawakan kedua remaja ini dan mengatakan: “Persoalan kecil itu aja kog repot!” Bagi kita persoalannya memang kecil tetapi bagi mereka bukanlah demikian. Ada saat di mana mereka bersahabat, ada saatnya di mana mereka bermusuhan, ada saatnya di mana mereka harus menata kembali persahabatan mereka menjadi lebih baik lagi. Setiap perkataan yang keluar dari mulut menunjukkan siapakah diri kita. Mungkin perkataan ini ada benarnya: “Mulutmu adalah harimaumu”.
Mari kita melihat diri kita masing-masing. Dalam sehari saja berapa kali kita mengucapkan kekerasan verbal kepada pasangan hidup, anak-anak, bawahan, atasan, komunitas dan lainnya? Kita perlu merasa malu bahwa salah satu kelemahan manusiawi yang besar adalah mudah mengucapkan kekerasan verbal kepada orang lain, muda bersikap tidak manusiawi kepada sesama dalam pikiran, perkataan dan perbuatan. Hal-hal kecil yang keluar dari mulut dapat memisahkan relasi yang dibangun bertahun-tahun. Sebab itu berpikirlah terlebih dahulu sebelum berbicara. Hindarilah berbicara lebih dahulu sebelum berpikir.
Bagaimana menata kembali relasi yang sudah rusak karena keegoisan pribadi kita? Saya berpendapat bahwa kalau anda ingin supaya orang lain menyukai anda, kalau anda memang inging mengembangkan persahabat sejati, kalau anda ingin membantu orang lain pada saat yang bersamaan maka anda membantu diri sendiri, berusahalah untuk mempertahankan prinsip ini: “Berilah perhatian yang tulus kepada orang lain!” Apa kualitas perhatian anda terhadap sesamamu? Apakah anda tulus memperhatikan orang lain atau hanya untuk memamerkan diri bahwa anda memang mampu memberi perhatian kepada orang lain. Apakah anda memiliki perhatian yang tulus kepada pasangan hidup, sahabat dan kawanmu? Ataukah apakah anda sudah lupa sehingga tidak memiliki skala prioritas dalam kasih dan perhatianmu.
Kita harus optimis untuk mengatakan bahwa belum ada kata terlambat bagi orang yang beriman. Tuhan kita setia membuka jalan bagi orang yang berharap kepada-Nya. Bukankah Ia mengasihi kita melalui salib? Benar perkataan ini: “In Cruce Salus” artinya pada salib ada keselamatan. Salib adalah tanda ketulusan kasih yang tiada batasnya kepada Tuhan dan sesama. Untuk itu berilah perhatian yang tulus kepada sesamamu sehingga benar-benar menjadi sahabat sejati dalam Tuhan dan berkoeksistensi dengan sesama.
PJSDB