Homili 7 September 2017

Hari Kamis, Pekan Biasa ke-XXII
Kol 1:9-14
Mzm 98:2-6
Luk 5:1-11

Mengalami Transformasi kehidupan

Saya memiliki kebiasaan untuk memeriksa buku-buku catatan para siswa di sekolah. Ini menjadi kesempatan berharga di mana saya boleh mengetahui kemampuan para siswa dalam mendengar dan memahami bahan ajar, mengenal bentuk-bentuk tulisan siswa untuk memahami karakter mereka dan aspek lain seperti memonitor kerajinan, ketekunan, pengorbanan diri dan kejujuran akademis mereka. Saya pernah menemukan tulisan tangan seorang siswi pada salah satu halaman buku catatannya, bunyinya: “Tuhan, aku ingin berubah dalam hidupku”. Kalimat singkat ini menjadi pintu masuk bagiku untuk mengenalnya lebih dalam lagi. Saya memanggilnya dan berbicara secara pribadi di kantor. Saya menemukan pergumulan hidupnya yang luar biasa. Ia selalu jatuh ke dalam dosa yang sama dengan pribadi yang sama. Ia sampai pada tingkat kejenuhan sebagai “pendosa remaja” dan ia berani berkata kepada Tuhan untuk mengubah hidupnya. Saya mengatakan kepadanya: “Tuhan akan mengubah hidupmu saat ini juga asal engkau mau supaya Tuhan mengubahmu!” Ia mengangguk dan berkomitmen untuk berubah. Kini ia menjadi pribadi yang bahagia. Pengalaman sederhanaku bersama seorang siswi di sekolah sudah berlalu sekitar 10 tahun silam dan membuatku yakin bahwa manusia dapat berubah dalam hidupnya. Tuhan selalu siap untuk mengubah hidup manusia asal manusianya siap untuk berubah!

Bacaan-bacaan Kitab Suci dalam liturgi kita pada hari ini mengarahkan kita untuk mengerti kehendak Tuhan untuk mengubah hidup setiap pribadi. Tuhan selalu melakukan inisiatif pertama untuk mengubah hidup manusia supaya berkenan bagi-Nya. St. Paulus yakin bahwa untuk dapat mengubah kehidupan jemaat di Kolose perlu kuasa doa. Untuk itu Paulus menulis: “Saudara-saudara, sejak kami mendengar tentang kalian, tak henti-hentinya kalian kami doakan”. (Kol 1:9). Paulus memiliki tanggung jawab sebagai pewarta Injil dan gembala umat untuk mengubah jemaat supaya lebih layak di hadirat Tuhan. Tugas dan tanggung jawabnya adalah mengubah kehidupan jemaat di Kolose untuk lebih layak di hadirat Tuhan melalui doa dan ucapan syukur.

Intensi-intensi doa yang dipanjatkan Paulus dan rekan-rekannya adalah: supaya jemaat di Kolose menerima segala hikmat dan pengertian yang benar sehingga mereka dapat mengetahui kehendak Tuhan dengan sempurna. Supaya jemaat di Kolose dapat menghasilkan buah dalam segala pekerjaan baik dan bertumbuh dalam pengetahuan yang benar tentang Allah. Bahwa jemaat di Kolose akan memperoleh kekuatan dari Tuhan Allah untuk menanggung segala sesuatu dengan sabar dan tekun, mengucap syukur, bersukacita dalam Tuhan. Pada akhirnya Paulus dan rekan-rekannya mendoakan jemaat di Kolose untuk lepas dari kuasa kegelapan dan memindahkan mereka (bertransformasi) ke dalam Kerajaan Putera-Nya yang terkasih. Sebab bagi Paulus, hanya di dalam Yesus Kristuslah ada penebusan berlimpah dan pengampunan dosa.

Paulus percaya bahwa jemaat di Kolose dapat berubah. Doanya memiliki kekuatan yang datang dari Tuhan  Allah saja untuk mengubah segala sesuatu dalam hidup jemaat. Proses transformasi yang dialami jemaat adalah peralihan dari hidup lama ke dalam hidup baru. Hidup lama penuh dengan kegelapan berubah menjadi hidup baru di dalam Kerajaan Allah yang diwartakan Yesus Kristus. Habis gelap terbitlah terang! Doa memiliki daya transformatif yang luar biasa bagi kehidupan pribadi manusia. Paulus menginspirasikan para orang tua untuk percaya kepada perubahan dalam diri anak-anak mereka menjadi lebih baik lagi dan berkenan kepada Allah. Paulus menginspirasikan para pemimpin bahwa akan ada perubahan dalam hidup pribadi para anggota menjadi lebih baik lagi di hadirat Tuhan Allah.

Transformasi kehidupan pribadi juga dialami oleh para murid pertama. Penginjil Lukas mengisahkan bahwa Yesus sedang berdiri di pantai Danau Genezaret atau Danau Galilea. Orang banyak mengerumuni Dia karena mereka mengenal-Nya sebagai pribadi yang tampil beda dengan mengajar penuh wibawa melebihi para Rabi, menyembuhkan sakit penyakit dan kelemahan manusiawi, mengusir setan-setan, dan mewartakan Injil. Semua ini telah menjadi top branding bagi Yesus saat itu. Pada saat yang sama Ia melihat perahu-perahu di tepi danau dan para nelayan yang memilikinya sedang membersihkan jala mereka. Ia naik ke atas perahu Simon dan menyuruhnya menolak perahu lebih jauh lagi dari pantai supaya Ia leluasa mengajar banyak orang dari atas perahu. Ini adalah strategi pertama Tuhan Yesus untuk melakukan transformasi kehidupan orang-orang yang mengerumuni-Nya. Saya yakin bahwa mereka sungguh-sungguh berubah karena Yesus mengubah mereka sacara jasmani dan rohani.

Selanjutnya, Yesus melakukan transformasi dalam diri orang-orang yang akan menjadi murid perdana-Nya. Mereka adalah Simon dan Andreas saudaranya, dan kedua anak Zebedeus yakni Yakobus dan Yohanes. Bagaimana proses transformasi kehidupan mereka yang akhirnya menjadikan mereka rekan kerja-Nya? Mula-mula Ia menyuruh Simon untuk ber-duc in altum. Artinya Simon diminta untuk bertolak ke tempat yang lebih dalam lagi, lalu menyebarkan jala untuk menangkap ikan. Simon memiliki pemahaman yang manusiawi. Yesus berkata tentang ikan maka ia memahaminya dengan bahasanya sendiri yakni ikan sebagaimana adanya. Simon mungkin merasa diri lebih ahli karena pekerjaannya adalah sebagai nelayan, sedangkan Yesus adalah si tukang kayu dari Nazaret. Sungguh adalah dua profesi yang berbeda.

Namun Yesus memiliki kuasa kata-kata yang sifatnya transformatif. Sebab itu Simon mengakuinya dan berkata: “Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa. Tetapi atas perintah-Mu aku akan menebarkan jala juga”. (Luk 5:5). Orang seperti Simon adalah ahlinya menangkap ikan karena mata pencahariannya memang demikian. Kali ini ia sungguh berubah dan mengikuti kehendak Tuhan Yesus, si tukang kayu dari Nazaret. Mereka semakin berubah dan mendekati Yesus ketika berhasil menangkap ikan dalam jumlah yang besar hingga jala mereka koyak. Teman-teman yang lain yakni anak-anak Zebedeus datang untuk membantu Simon dan saudaranya sebab perahunya hampir tenggelam.

Proses transformasi kehidupan berlanjut. Simon benar-benar mengenal dirinya di hadirat Tuhan. Ia harus berani rendah hati dan mengandalkan Tuhan. Ia juga harus tunduk kepada kuasa Tuhan. Ia berkata: “Tuhan, tinggalkanlah aku, karena aku ini orang berdosa.” (Luk 5:8). Transformasi kehidupan mencapai puncaknya ketika Yesus mengatakan: “Jangan takut. Mulai sekarang engkau akan menjala manusia” (Luk 5: 10). Buah dari transformasi kehidupan Simon dan anak-anak Zebedeus adalah meninggalkan segala sesuatu dan mengikuti Yesus dari dekat. Mereka ikut terlibat dalam menjala manusia supaya manusia memperoleh keselamatan abadi. Mereka mulai mengerti bahwa mengikuti Yesus dari dekat berarti siap untuk ikut memanusiakan manusia. Manusia harus sejahtera secara jasmani dan rohani.

Kita perlu bersyukur kepada Tuhan karena kehendak-Nya supaya kita berubah menjadi baru. Kita percaya bahwa Sabda-Nya dapat mengubah seluruh hidup kita. Semoga di bulan Kitab Suci Nasional ini kita menjadi semakin akrab dengan Yesus dalam Injil, dan kita benar-benar menjadi penjala manusia yang handal. Kita membawa semakin banyak orang kepada Tuhan Yesus Kristus. Kita mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada terang. Bersama Yesus kita pasti mampu. Transformasi kehidupan adalah kita!

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply