Hari Minggu Biasa XXII/C
Sir 3:17-18.20.28-29
Mzm 68:4-5ac.6-7ab.10-11
Ibr 12:18-19.22-24a
Luk 14:7-14
Makin kau rendahkan dirimu!
Pada Hari ini kita memulai Bulan Kitab Suci Nasional. Adapun tema bulan Kitab Suci Nasional adalah “Keluarga bersekutu dalam Sabda”. Keluarga adalah persekutuan pribadi-pribadi yang membentuk sebuah Gereja kecil, gereja domestik. Persekutuan itu dibangun di atas dasar cinta kasih yang tidak lain adalah Allah sendiri. Dialah kasih sesungguhnya yang mempersatukan pria dan wanita, tidak akan dipisahkan oleh siapapun kecuali maut. Di dalam setiap keluarga, para orang tua adalah misionaris pertama yang mewartakan Injil kepada anak-anak. Pewartaan itu dilakukan melalui teladan hidup yang baik, doa bersama dalam keluarga, membaca dan mendengar Sabda Tuhan serta memperkenalkan sekaligus mendekatkan anak-anak dengan Gereja. Banyak orang tua yang lupa diri sebagai pendidik iman kepada anak-anak mereka, banyak juga yang selalu memiliki waktu untuk memperkenalkan iman kepada anak-anak mereka. Kita dapat menyaksikan sendiri kaum muda kita, mana yang aktif di Gereja dan sungguh-sungguh beriman dan mana yang hanya dibaptis dan tidak pernah terlibat dalam kegiatan kegerejaan.
Bacaan-bacaan liturgi kita pada hari Minggu ini memfokuskan perhatian kita untuk memandang Yesus sebagai Pribadi yang lemah lembut dan rendah hati. Di dalam bacaan pertama dari Kitab Putra Sirakh, penulisnya mengajak kita untuk merendahkan diri supaya mendapat rahmat dan karunia dari Tuhan. Apa yang dapat kita lakukan untuk memiliki kebajikan kerendahan hati? Kebajikan kerendahan hati nampak di dalam hidup kita yang konkret terutama dalam pekerjaan-pekerjaan yang kita lakukan. Orang yang rendah hati akan melakukan pekerjaan-pekerjaannya dengan sopan dan memiliki hati yang arif. Kesombongan manusiawi hanya membawa orang kepada kehancuran, kerendahan hati membawa manusia untuk bersatu dengan Tuhan. Orang yang rendah hati juga memiliki kemampuan untuk mendengar bisikan Tuhan di dalam hidupnya.
Perikop Injil hari ini sangat meneguhkan kita semua terutama orang-orang kecil. Di dalam perjamuan Tuhan mereka ternyata diberi tempat yang istimewa meskipun mereka tidak mampu memberi imbalan apa pun. Mereka dengan kesederhanaan dan kemiskinannya tidak akan saling merebut tempat kedudukan dalam perjamuan karena tempat itu dengan sendirinya akan diberikan kepada mereka. Tuhan sendiri akan memiliki sikap dan perlakuan khusus bagi kaum papa miskin. Orang-orang yang memiliki gengsi tertentu diperingatkan Yesus untuk tidak mengulangi kelemahan dari kaum Farisi dan para pemuka agama Yahudi. Mereka memiliki ambisi dan bersaing dan merebut kursi kehormatan. Sebenarnya orang yang dihormati dan layak menduduki kursi kehormatan adalah mereka yang tidak memiliki ambisi tetapi orang memberikan kepadanya sebagai sebuah penghargaan. Di hadapan Tuhan kita juga akan merasakan hal yang sama. Tuhan tidak memberikan kedudukan dan kehormatan kepada orang yang mencari untuk dirinya sendiri (Flp 2:6-11).
Satu hal yang nyata di dalam masyarakat kita saat ini adalah orang berebut tempat kehormatan. Belakangan ini ada pemilihan Kepala Daerah di tingkat provinsi, Kabupaten, Kecamatan dan Desa. Berita kecurangan selalu terjadi seperti penggelembungan suara yang tidak masuk akal atau sinkron dengan jumlah pemilih real, ancaman kekerasan verbal dan fisik.Sebenarnya semuanya bermuara pada kursi kehormatan atau kursi panas. Selama pilkada berlangsung atribut persaudaraan itu berubah menjadi permusuhan. Itu sebabnya selalu ada sengketa pilkades dan pilkada. Sengketa pilkada biar pun sampai di tingkat MA tidak akan ada keadilan karena konflik kepentingan politik dan kepartaian juga menguasai lembaga ini. Dampak selanjutnya adalah kursi kehormatan atau kursi panas akan dihuni oleh pimpinan yang cacat hukum, bermental preman, melakukan politik balas budi dan balas dendam dan hal-hal lain yang mematikan mental dan hidup manusia.
Yesus juga menasihati agar jangan menutup diri dengan mengundang rekan-rekan atau keluarga tertentu saja dan melupakan lebih banyak orang yang masih miskin dan menderita. Memang kalau hidup berdampingan dengan orang-orang selevel rasanya lebih enak karena tidak saling menyusahkan. Hal ini hanya bertahan sesaat saja.Ini adalah sebuah bentuk hidup egois, hanya dalam satu ghetto. Interaksi antar pribadi yang terbatas tidaklah menguntungkan dan membawa kepada kehidupan kekal. Orang seharusnya membuka diri untuk memperhatikan sesama yang menderita karena kemisikinan yang sedang mereka alami. Orang yang terbuka kepada sesama yang miskin dan menderita memiliki Allah di dalam hidupnya. Orang-orang seperti ini akan ditinggikan oleh Tuhan.
Apa yang harus kita lakukan? Penulis kepada jemaat Ibrani mengingatkan kita untuk sadar diri bahwa hidup kita ini memiliki asal dan tujuan yang jelas. Setiap orang memiliki pengalaman masa lalu. Ada yang cerah, ada juga yang masa lalunya gelap. Dengan jasa Yesus Kristus, kita semua sudah datang ke bukit Sion dan ke kota Allah yang hidup, Yerusalem surgawi. Hidup yang sempurna adalah masuk dalam keluarga Allah dengan datang, tinggal bersama Tuhan Allah yang hidup.
Sabda Tuhan pada hari ini sangat menyentuh hati nurani kita. Banyak kali kita menunjukkan ambisi dan egoisme diri kita sehingga kita bersaing, berebut kursi kehormatan. Kita memang lupa diri karena berpikir bahwa kitalah yang mencapai kursi kehormatan padahal sebenarnya ini adalah pemberian kepada kita. Kesombongan tetap menguasai orang yang gila hormat dan gila kuasa. Mari kita mengubah hidup kita menjadi lebih sempurna lagi karena kita dipanggil dan dating ke bukit Sion, ke kota Allah kita yang hidup, ke Surga abadi yang menjadi impian kita. Selamat memasuki Bulan Kitab Suci Nasional. Kiranya keluarga, komunitas dan masing-masing pribadi semakin bersahabat dengan Sabda Tuhan, semakin bersekutu dalam Sabda.
Doa: Tuhan Yesus yang lemah lembut dan rendah hati, jadikanlah hati kami seperti hatiMu. Amen