Dari Elisa saya belajar…
Sosok yang sangat menginspirasi saya pada hari ini adalah Elisa. Dalam bahasa Ibrani: אֱלִישַׁע, ʾĔlîšaʿ berarti “Allah (Elohim)-ku adalah keselamatan”. Dalam bahasa Yunani: Ἐλισσαῖος, Elissaios, juga Ἐλισαιέ, Elisaie; Dalam bahasa Latin: Eliseus. Elisa sendiri merupakan putra Safat yang mengalami panggilan dan pengurapan menjadi murid dan nabi melalui nabi Elia. Dikisahkan dalam I Raja-Raja 19:16-19 bahwa, ia menikmati pekerjaannya dengan membajak lahan dengan menggunakan bantuan 12 pasang lembu di ladang ayahnya di Abel-Mehola. Ia sendiri mengemudikan ke-12 lembu.
Pada saat itu Elia berjalan di dekatnya, sambil melemparkan jubahnya ke bahu Elisa. Ia memahami perilaku nabi Elia dan meminta untuk berpamitan kepada ayah dan ibunya. Elia pun menyetujuinya. Ia masih sempat menyembelih sepasang lembu bajakannya dan memasak dagingnya dengan bajak lembu itu sebagai kayu api. Selanjutnya ia memberikan daging itu kepada orang-orangnya untuk dimakan. Sesudah itu bersiaplah ia, lalu mengikuti Elia dan menjadi pelayannya. Peristiwa ini terjadi sekitar 4 tahun sebelum matinya Ahab. Elisa mengikuti Elia selama lebih kurang 8 tahun, sampai Elia diangkat ke sorga.
Perhatikan baik-baik sikap Elisa ini: Dia membakar alat-alat bajaknya, menyembelih lembu-lembunya, dan mengabaikan warisan keluarganya. Dia meninggalkan semua yang dia kenal dan kasihi. Ia benar-benar menunjukkan kepada kita bahwa semangat pemuridan sejatiu adalah kemampuan untuk meninggalkan zona kenyamanan kita.
Kisah Elisa menjadi pelajaran berharga bagiku dalam mengikuti Yesus sebagai murid-Nya. Elisa memahami panggilan Tuhan melalui nabi Elia. Panggilan ini sifatnya urgen maka mau tidak mau ia harus menyanggupinya. Elisa memiliki komitmen untuk meninggalkan segalanya, katakanlah zona nyaman berupa harta kekayaan. Ia menyembeli, memasak dengan kayu bajak dan membagikan masakannya kepada para pekerjanya. Betapa luhurnya hati seorang murid dan pelayan nabi.
Elisa haruslah menjadi kita. Kita harus berani memahami panggilan Tuhan dan pemuridan. Kita butuh komitmen yang luhur untuk mengabdi Tuhan sebagai orang merdeka dan menunjukkannya dalam kasih yang agung dan luhur.
PJ-SDB