Hari Senin, Pekan Biasa XIX
Ul 10:12-22
Mzm 147:12-13.14-15.19-20
Mat 17:22-27
Dalam sebuah perjalanan dengan bus usai mudik lebaran, ada seorang anak berulang kali membaca tulisan: “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh”. Semua orang yang berada di dalam bus itu merasa terusik karena berkali-kali anak itu membaca tulisan yang sama. Memang patutlah dimaklumi karena ia barusan latihan membaca. Namun semakin lama mendengar anak itu membaca orang-orang di dalam Bus pun bereaksi. Ada yang merasa bosan mendengar karena ingin tenang untuk bisa tidur dalam Bus, ada yang bereaksi dengan wajah penuh kekesalan, ada seorang yang mengatakan bahwa ini adalah suara Tuhan sehingga ketika pulang mudik kita bisa bersatu lebih akrab lagi dalam keluarga. Ibu dan ayah anak itu hanya memberi kode: “Sssssss, diam”. Memang lain orang, lain reaksinya. Anak kecil itu sendiri mungkin tidak mengerti tentang apa yang sedang ia lakukan.
Musa berkata, ”Hai orang Israel, Tuhan menuntut agar kalian takwa kepadaNya, hidup menurut segala perintahNya, mengasihi Dia dan beribadah kepada Tuhan Allahmu, dengan segenap hati dan dengan segenap jiwamu”. Musa bermaksud agar umat Israel lebih fokus lagi kepada Tuhan yang telah mengeluarkan mereka dari tanah Mesir dan mendampingi mereka selama hampir empat puluh tahun mengembara di padang gurun. Itu sebabnya semua yang dikatakan Musa, berupa perintah dan ketetapan Tuhan harus dipatuhi oleh mereka. Mengapa demikian? Karena Tuhan sendiri adalah Allah Pencipta. Dia telah menciptakan langit dan bumi dan Dia juga yang sangat mencintai nenek moyang mereka sehingga memilih mereka menjadi satu bangsa kepunyaanNya. Untuk itu Musa berharap agar umat Israel dapat menunjukkan pertobatan mereka. Mereka harus menyunatkan hati mereka dan tidak perlu bertegar hati lagi.
Perkataan Musa ini mengingatkan kita pada peringatan Yesus tentang akhir zaman kepada para muridNya. Ia mengingatkan para muridNya bahwa pada akhir zaman semua orang akan diadili berdasarkan berbuatan kasih kepada sesama: Mereka yang lapar dan haus, orang asing, telanjang, sakit dan di dalam penjara. Dan Yesus berkata: “Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang saudaraKu yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25: 40). Cinta kasih Tuhan sifatnya universal maka cinta kasih yang sama juga hendaknya bersifat universal. Ini adalah cara Tuhan menyadarkan umat Israel untuk hidup dalam kebersamaan.
Kebersamaan adalah satu kata yang penting dan patut dimiliki oleh setiap orang. Dalam bacaan-bacaan suci pada hari ini, kita melihat Tuhan begitu akrab, sabar, dan setia dengan umat Israel meskipun mereka banyak berbuat dosa, bertegar hati kepadaNya. Tuhan Yesus sendiri menyatakan kebersamaan dengan para muridNya dengan tinggal bersama mereka, menderita, wafat dan bangkit bagi mereka. Segala sesuatu dipertaruhkan untuk para muridNya. Dalam hal duniawi seperti membayar pajak saja, Yesus lakukan sehingga tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain. Lalu apa yang harus kita lakukan? Kita harus mengasihi semua orang sebagaimana Tuhan sendiri sudah mengasihi kita. Itulah kebersamaan sejati!