Biarkanlah Lenteramu itu tetap menyala
Lampu lentera adalah alat penerangan utama yang kami miliki di rumah pada zaman doeloe. Kalau tidak ada persediaan minyak tanah maka ibu saya, juga ibu-ibu lain di kampung biasanya mencari biji-biji tanaman jarak (Jatropha curcas), menumbuknya bersama kapas, lalu melilitkannya pada sebatang lidi dari kelapa atau enau atau pada seutas benang dari kapas untuk menjadi ‘lampu’ sementara pada malam hari. Ini memang alat penerangan super sederhana tetapi sangat praktis dan berguna. Banyak orang sukses dari kampung pernah menggunakan lampu super sederhana ini, yang orang-orang kampung kami menyebutnya ‘damir’. Damir selalu punya cerita yang indah bagi kami anak kampung.
Saya masih ingat sebuah perkataan yang disampaikan ayah kepada kakak saya saat ia hendak menyalakan lampu lentera di suatu sore hari, begini: “Jika engkau menyalakan lampu lentera untuk orang lain, lampu lentera itu akan menyinari dirimu juga.” Sekarang perlahan-lahan saya mengerti perkataan beliau. Mungkin dari surga ia pasti bahagia dan mengatakan kepada kami bahwa perkataannya doeloe masih aktual sebab berkaitan dengan kemurahan hati kepada sesama manusia. Cahaya lampu lentera itu merupakan simbol segala kebajikan yang dapat mempengaruhi dan mengubah hidup orang lain. Perbuatan baik itu dapat menerangi dan mengubah hidup kita secara pribadi dan hidup sesama kita. Sebab itu lampu lentera kita harus tetap menyala, kalau redup, usahakan supaya jangan padam. Teruslah berbuat baik bagi sesama.
Pada hari ini saya tertarik dengan sebuah perkataan Yesus dalam Injil. Ia berkata kepada para murid-Nya, segera setelah Ia memberi perumpamaan tentang seorang penabur yang menabur benih dengan bebas. Ia berkata: “Orang membawa pelita bukan supaya ditempatkan di bawah gantang atau di bawah tempat tidur, melainkan supaya ditaruh di atas kaki dian. Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan tersingkap.” (Mrk 4:21-22). Tuhan Yesus mengambil contoh praktis kehidupan orang-orang Palestina yang tidak jauh berbeda dengan orang-orang dikampungku. Mereka menggunakan pelita sebagai alat bantu penerangan di dalam rumah. Pelita itu dinyalakan dan harus di tempatkan di tempat tinggi supaya menerangi semua orang dan semua barang di dalam rumah.
Tuhan Yesus menggunakan contoh pelita untuk mengajarkan kita tentang perbuatan baik. Perbuatan baik jangan kita sembunyikan untuk diri kita saja, tetapi harus terbuka untuk semua orang. Ini kiranya cocok dengan perkataan: “Kalau kita menyalakan pelita maka pelita menerangi orang lain, menerangi juga diri kita.” Pelita juga berarti kemampuan untuk mewartakan Injil kepada segala makhluk. Sabda Tuhan sebagai kabar sukacita janganlah kita sembunyikan di bawah tempat tidur, didiamkan saja untuk konsumsi pribadi. Ini tidak kristiani. Sabda Tuhan harus diwartakan kemana-mana supaya orang merasakan sukacita di dalam hidupnya. Injil sebagai kabar sukacita harus diwartakan terang-terangan, ditunjukkan dalam hidup yang nyata supaya mengubah hidup orang lain dan hidup kita supaya layak di hadirat Tuhan. Biarkanlah lenteramu tetap menyalah, jangan pernah membiarkannya redup dan padam.
Tuhan memberkati kita semua,
P. John Laba, SDB