Hari Kamis, Pekan Biasa ke-XV
Peringatan Wajib Bonaventura
Kel. 3:13-20;
Mzm. 105:1,5,8-9,24-25,26-27;
Mat. 11:28-30
Berjalan bersama Yesus
Pada pagi hari ini ada seorang sahabat mengirim sebuah lagu populer dalam link Youtube berikut ini: https://youtu.be/Xd6d_FbxaHg Sudah lama saya tidak mendengar lagu ini. Maka saya merasa sungguh sangat menghibur dan membantu saya untuk merenung dalam mengawali hari baru yakni hari ini. Kata-kata yang selalu diulangi dalam lagu ini adalah: “Jalan serta Yesus, jalan serta-Nya, setiap hari. Jalan serta Yesus, serta Yesus s’lamanya. Jalan dalam suka, jalan dalam duka, jalan serta-Nya setiap hari. Jalan dalam suka, jalan dalam duka, serta Yesus s’lamanya.” Saya sangat terbantu untuk tetap sadar bahwa setiap hari saya berjalan bersama Yesus selamanya. Dia sudah memanggil kita semua ketika berkata: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan.” (Mat 11:28-30). Perkataan inilah yang kita dengar dalam bacaan Injil pada hari ini.
Sambil merenung kembali lagi dan bacaan Injil hari ini kita sungguh terinspirasi akan kasih dan kebaikan Tuhan di masa pandemi ini. Apapun situasinya, sesulit apapun dan seberat apapun situasinya kita semua sedang mengalaminya. Dan yang pasti kita semua sedang berjalan bersama Yesus: ‘jalan dalam suka, jalan dalam duka serta Yesus selamanya’. Orang yang sungguh mengimani Yesus akan tetap optimis di tengah kesulitan dan tetap berharap dan berkata bahwa badai akan berlalu. Berjalan bersama Yesus selama-lamanya. Dia sendiri mengatakan: “Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Mat 28:20). Dan saya sendiri merasakannya bahwa Tuhan sungguh sedang menyertai saya dan saya berusaha untuk menyertai-Nya.
Saya mengingat St. Yohanes Krisostomus. Ia pernah mengomentari perikop Injil hari ini. Bagi orang kudus ini, Tuhan Yesus Kristus tidak berkata, datanglah orang ini dan orang itu, tetapi ‘semua’ yang berbeban berat, yang sedang berduka, atau yang berdosa, bukan “agar Aku menghukummu, tetapi agar Aku dapat mengampuni kamu. Datanglah kamu, bukan karena aku memerlukan kemuliaanmu tetapi karena aku menginginkan keselamatanmu. “Dan Aku akan memberikan kelegaan kepadamu”; bukan hanya menyelamatkanmu, tetapi lebih dari itu, “memberikan kelegaan”, yaitu menempatkan kamu dalam ketenangan. Sungguh luar biasa Tuhan dan Juru Selamat kita.
Permenungan saya pada hari ini berfokus pada perkataan Tuhan Yesus ini: “Pikullah kuk yang Kupasang” (Mat 11:29). Tuhan Yesus ketika mengajar para murid-Nya, Dia sangat kontekstual. Ia mengambil contoh-contoh praktis sesuai kenyataan dalam masyarakat agraris saat itu di Galilea. Para petani ketika menyiapkan tanahnya untuk bercocok tanam maka dia perlu membajaknya. Hewan merupakan andalan untuk membajak lahan pertanian yang ada. Untuk mempermudah membajak lahan maka butuh dua jenis hewan yang sama misalnya keledai, lalu dipasang sebuah balok kayu yang dibuat sedemikian rupa lalu diletakkan di atas pundak yang mempersatukan kedua hewan itu untuk menarik mata bajak yang dipasang. Balok kayu yang menyatukan ini dinamakan kuk. Kuk ini akan dihubungkan di bagian belakang hewan dengan sebilah kayu yang akan menarik beban misalnya mata bajak dimana petani akan mengendalikan arah kemana hewan yang menarik akan pergi di atas lahan.
Pikullah kuk yang Kupasang. Kita memahaminya dengan sangat sederhana bahwa Yesus menghendaki supaya kita berjalan bersama Dia, ke mana saja kita pergi. Kita tidak pergi sendirian tetapi selalu bersama-sama dengan Yesus, dalam suka dan duka, di saat senang dan sedih selalu bersama-Nya sebab Dialah yang menyertai kita. Tuhan Yesus sendiri berkata: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.” (Luk 9:23). Kita memikul salib bersama Yesus dan menjadi layak bersama-Nya. Kita tidak pernah sendirian. Ketika berada di dalam bahaya Dia selalu hadir dan berkata: “Tenanglah! Aku ini, jangan takut” (Mat 14:27). Hanya Dialah satu-satunya yang menyertai kita hingga akhir zaman.
Pada hari ini kita berjumpa dengan dua sosok inspiratif bagi kita. Pertama, Musa dalam bacaan pertama. Setelah mendapatkan panggilan Tuhan dalam belukar yang menyala, ia dikuduskan Tuhan dengan melepaskan kasutnya dan mendapat perutusan. Perutusan Musa untuk menghadap Firaun supaya membebaskan bangsa Israel memang tidaklah mudah tetapi Tuhan menghendaki dan menggenapinya. Betapa sulitnya perutusan itu tetapi Musa percaya pada kehendak Tuhan. Dia nantinya berhasil membawa bangsa Israel untuk berziarah menuju ke tanah yang dijanjikan Tuhan kepadanya. Musa menunjukkan iman dan ketaatan kepada Tuhan. Sangat sulit tetapi dia berhasil hingga melihat tanah terjanji dari kejauhan.
Sosok kedua adalah Santo Bonaventura. Orang kudus dengan nama asli Yohanes pada masa kecilnya pernah menderita sakit parah dan bisa disembuhkan oleh Santo Fransiskus dari Assisi. St. Fransiskus ketika melihat Yohanes, menyapanya ‘O buona ventura’ yang berarti ‘O keberuntungan (nasib) yang baik’. Dia menjadi Fransiskan dan menjadi pujangga gereja dengan gelar Doctor Seraphicus. Pujangga Gereja yang rendah hati menjadi Kardinal dan meninggala dalam usia 53 tahun. Hidupnya mencerminkan peziarahan yang indah bersama Yesus yang lemah lembut dan rendah hati.
Saya teringat pada sebuah perkataan Santo Bonaventura yang menginspirasiku: “Kepada Kristus yang tergantung di salib, kita harus memandang dengan iman, harapan dan kagum.” Memandang Yesus yang tersalib dengan kagum haruslah membantu kita untuk tetap berjalan bersama Yesus hingga keabadian.
Doa kepada St. Bonaventura: “Santo Bonaventura terkasih, engkau memiliki kerendahan hati yang dalam, mohon curahkanlah itu ke dalam hati kami. Agar kerendahan hati menjadi bagian yang tak terpisahkan dari hidup kami. Kasihmu yang begitu besar kepada Tuhan membawamu hidup dalam iman dan penuh kasih. Bersama dikau kami berdoa kepada Tuhan kita Yesus Kristus, untuk senantiasa Dia meletakan Kasih-Nya didasar jiwa kami, sebagaimana yang telah diberikan kepadamu.” Amin
P. John Laba, SDB