St. Aloysius Gonzaga
Hari Jumat, Pakan Biasa XI
2Kor 11: 18.21b-30
Mzm 34:2-34-5.6-7
Hari ini seluruh Gereja merayakan Peringatan St. Aloysius Gonzaga. Aloysius biasa disapa Luigi atau Luiz, lahir di Castiglione delle Stieviert, Mantua, Italia Utara pada tanggal 9 Maret 1568. Ia berasal dari keluarga bangsawan yang berkuasa dan kaya raya. Masuk sekolah di istana Francesco de Medici, Firenze ketika berusia 9 tahun. Selama berada di sekolah itu ia mulai menyadari panggilan ilahinya. Ketika beusia 10 tahun ia mengikrarkan kaul kemurnian dengan tujuan menjaga kemurnian hidupnya. Ia menerima komuni kudus di tangan St. Karolus Boromeus, saat itu masih uskup Milano. Ia kemudian masuk sebagai anggota Serikat Yesus (SY). Selama masih frater ia juga ikut sebagai relawan untuk merawat para korban wabah pes di Roma. Karena fisiknya tidak kuat maka ia pun terjangkit penyakit pes dan meninggal dunia pada tanggal 21 Juni 1591. Selama bertahun-tahun, Luis termasuk orang kudus yang muda usianya dan matang hidup rohaninya. Ia sangat menjunjung tinggi kemurnian hidupnya. St. Yohanes Bosco mengaguminya dan menjadikannya model orang kudus bagi anak-anak muda di oratorium. Hal ini terjadi sebelum munculnya St. Dominikus Savio.
Hidup dan karya St. Aloysius sangat inspiratif bagi kita untuk memahami Sabda Tuhan pada hari ini. St. Aloysius berasal dari keluarga bangsawan yang kaya namun memilih hidup miskin untuk menjadi kaya di hadapan Tuhan. Ia rela melepaskan segala-galanya agar hidupnya hanya terarah, menjadi seperti malaikat yang melayani Tuhan siang dan malam. Ini adalah sikap lepas bebas yang dimiliki oleh St. Aloysius. Tuhan Yesus dalam bacaan Injil hari ini, mengajar para muridNya, “Janganlah kalian mengumpulkan harta di bumi, ngengat dan karat akan merusakkannya dan pencuri akan membongkar serta mencurinya. Kumpulkankanlah harta di surga karena di sana ngengat dan karat tidak akan merusakannya. Pencuri juga tidak akan membongkarnya”.
Yesus mengajar para muridNya seperti ini karena mereka memiliki kebiasaan mengumpulkan harta, memprioritaskannya sebagai nomor satu dan lupa bahwa Tuhan adalah asal segalanya. Kita ingat episode orang muda yang kaya datang dan bertanya tentang syarat untuk memperoleh hidup kekal kepada Yesus (Mat 19: 16-26). Yesus mengatakan kepadanya untuk pergi, menjual segala yang dimilikinya, hasil penjualannya itu diberikan kepada orang miskin, setelah dia tidak punya apa-apa maka ia datang dan mengikuti Yesus. Inilah sikap lepas bebas, tidak mengikat dirinya pada semua harta duniawi.
Mengapa orang menjadi terikat hatinya dengan harta kekayaan? Karena hidup mereka masih di dalam kegelapan. Mata mereka masih jahat sehingga diliputi kegelapan. Seandainya mata mereka terang karena sebagai pelita tubuh maka hidup mereka juga diliputi suasana terang. Mata selalu digunakan untuk melihat. Mata yang baik menandakan tubuh yang baik dan layak untuk Tuhan. Mata yang baik juga menjadi simbol orang yang terbuka dan mendengar semua ajaran Yesus serta melaksanakannya. Mata yang jahat itu simbol hidup manusia yang menolak semua pengajaran dan pribadi Yesus. Apabila hati manusia terarah hanya kepada Tuhan maka hidupnya memang layak di hadapan Tuhan. Sebaliknya apabila orang itu hidupnya jauh dari Tuhan maka ia pun akan jauh dari Tuhan.