Memancarkan Kasih Bapa
Ada seorang anak muda yang datang dan berbicara denganku. Ia seorang anak tunggal, pelajar, memiliki prestasi akademik yang bagus di sebuah universitas terkemuka di Jakarta. Dari segi ekonomi tidak ada kesulitan, relasi orang tuanya baik adanya. Namun sayang sekali ia merasa memiliki kesulitan dalam komunikasi dengan ayahnya. Ayahnya secara pribadi adalah seorang perfeksionis dan ini merambat dalam hal parenting yang dialaminya sejak kecil. Belakangan ini hampir setiap hari ia dimarahi oleh ayahnya. Ia merasa jenuh karena terlalu banyak tuntutan yang diberikan oleh ayahnya kepadanya sedang ia sendiri memiliki kesibukan dalam dunia kampus.
Saya bertanya kepadanya, “Apakah anda menghendaki tipe seorang ayah yang ideal?” Ia menjawab, “Saya tidak menghendaki tipe seorang ayah yang ideal karena ayah itu diberikan oleh Tuhan kepadaku. Tetapi saya butuh seorang ayah yang selalu memiliki waktu untuk bersamaku sehingga mengenal aku sebagai anaknya bukan egois dan mau menang sendiri” Saya bertanya lagi kepadanya, “Apakah anda belum merasakan kehadiran ayahmu?” Dia menjawab, “Di dalam pikiran ayahku, uang adalah segalanya. Asal mama senang, aku senang karena hidup berkelimpahan itu sudah cukup. Padahal aku butuh lebih dari itu yakni aku mau dikasihi sebagaimana adanya” Saya mengatakan kepadanya, “Ayahmu itu orang baik. Maka sabarlah, berdoalah supaya ayahmu menjadi pribadi yang terbaik untukmu.”
Ini adalah sebuah perbincangan sederhana bersama seorang muda. Tentu bukan hanya ia yang mengalami kesulitan dalam membangun komunikasi dengan ayahnya tetapi banyak orang muda di sekitar kita juga mengalami kesulitan berkomunikasi atau berelasi dengan orang tua sebagai pribadi terdekat dengan mereka.
Dari perbincangan ini ada beberapa nilai yang muncul dalam hubungannya dengan parenting: adanya waktu, butuh kehadiran dan kasih. Kalau dirumuskan dalam sebuah kalimat yang sederhana: orang tua yang baik adalah mereka yang selalu memiliki waktu untuk hadir dalam kehidupan anak-anaknya dan membuat anak-anaknya merasa dikasihi.
Orang tua yang baik memiliki waktu untuk anaknya.
Ada seorang ayah yang sangat sibuk di kantor. Ketika pulang ke rumah, anaknya yang barusan kelas V SD menyambutnya dengan senyum dan keramahan. Sambil ayahnya melepaskan sepatunya, anak itu mengatakan kepadanya, “Ayah aku pingin bicara denganmu”. Ayahnya tentu kaget karena baru pertama kali ia mendengar permintaan anaknya. Ayahnya setuju. Mereka berdua duduk bersama. Anak itu bertanya, “Ayah, saya minta maaf sebelumnya atas pertanyaan ini. Bolekah saya mengetahui besarnya gaji ayah setiap jam di kantor?” Ayahnya menjawab, “Untuk apa?” Anak itu menjawab, “Saya hanya mau tahu saja”. Ayahnya menjawab, “Tidak boleh”. Tetapi anak itu memaksa sambil menangis akhirnya ayahnya menyebut saja angka dua puluh ribu rupiah perjam. Anak itu mengambil kertas dan membuat perkalian cepat: Rp.20.000 x 8 jam kerja= Rp.160.000 per hari. Anak itu berkata, “Wah jadi setiap hari ayah dibayar Rp.160.000. Apakah aku bisa pinjam Rp10.000?” Tanpa sadar ayahnya mengambil uang Rp.10.000 dan memberikan kepadanya sambil berkata pergi sana, ayah lagi kelelahan.”
Anak itu masuk ke kamar, mengambil uang Rp.10.000 di bawah bantalnya. Ia keluar sambil membawa uang Rp.20.000. Ia berkata, “Ayah, apakah aku juga bisa membeli satu jam kerja ayah seharga Rp.20.000?” Ayahnya bertanya, “Kenapa”. Anaknya menjawab, “Kalau di kantor orang lain membayar ayah Rp.20.000 per jam, saya di sini butuh ayah dan saya bayar ayah Rp.20.000 supaya ayah bisa punya waktu paling kurang satu jam, untuk duduk dan bermain-main bersamaku. Aku butuh ayah biar hanya satu jam saja”. Ayah memeluk anaknya dan meminta maaf. Ia berjanji akan memiliki komitmen satu jam gratis buat anaknya setiap hari. Orang tua yang baik memancarkan kasih Bapa Surgawi dengan memiliki waktu yang cukup untuk anaknya.
Anak itu masuk ke kamar, mengambil uang Rp.10.000 di bawah bantalnya. Ia keluar sambil membawa uang Rp.20.000. Ia berkata, “Ayah, apakah aku juga bisa membeli satu jam kerja ayah seharga Rp.20.000?” Ayahnya bertanya, “Kenapa”. Anaknya menjawab, “Kalau di kantor orang lain membayar ayah Rp.20.000 per jam, saya di sini butuh ayah dan saya bayar ayah Rp.20.000 supaya ayah bisa punya waktu paling kurang satu jam, untuk duduk dan bermain-main bersamaku. Aku butuh ayah biar hanya satu jam saja”. Ayah memeluk anaknya dan meminta maaf. Ia berjanji akan memiliki komitmen satu jam gratis buat anaknya setiap hari. Orang tua yang baik memancarkan kasih Bapa Surgawi dengan memiliki waktu yang cukup untuk anaknya.
Orang tua yang baik selalu hadir dalam kehidupan anak-anaknya.
Kisah uang Rp.20.000 di atas juga menginspirasikan kita untuk menyadari betapa kehadiran itu memiliki nilai yang luhur. Orang tua sesibuk apa pun harus memiliki waktu untuk hadir sehingga citra ayah dan ibu itu dapat dimiliki anak-anaknya. Sayang sekali kalau orang tua tidak memiliki waktu untuk hadir bersama anak-anaknya. Anak-anak akan bertumbuh dengan baik secara fisik tetapi bermentalitas seperti pembantu karena figur pembantunya lebih kuat dari figur orang tua. Hai para orang tua, hadirlah dan pancarkanlah kasih Tuhan di dalam dirimu bagi anak-anakmu.
Orang tua yang baik membuat anak-anak merasa dikasihi
Orang tua memiliki waktu dan selalu hadir membuat anak-anak merasakan penyertaan yang terus menerus di dalam hidupnya. Mereka dapat bertumbuh dalam kasih. Bertumbuh dalam kasih ini ada kalau mereka sungguh merasa dikasihi oleh orang tua. Ukuran kasih bukan terletak pada berapa uang, pakaian, tas, arloji dan gadget yang diberikan kepada anak-anak. Mereka memang membutuhkannya tetapi perasaan dikasihi itu lebih penting. Kasih itu segalanya. Hai para orang tuan, “Allah adalah kasih” (1Yoh 4:8;16) maka berikanlah kasih dari Allah kepada anak-anakmu.
Permenungan kita ini terfokus pada bagaimana usah untuk memancarkan kasih Bapa di dalam kehidupan setiap hari. Kita percaya bahwa Allah sendiri selalu memiliki waktu untuk manusia. Ia tidak pernah berhenti mencipta untuk manusia. Tentang hal ini Yesus berkata, “BapaKu bekerja sampai sekarang maka Aku pun bekerja” (Yoh 5:17). Yesus sendiri memiliki waktu untuk hadir bersama para muridNya, “Marilah ke tempat yang sunyi, supaya kita sendirian, dan beristirahatlah seketika” (Mrk 6:31). Yesus selalu tergerak hatiNya oleh belas kasihan bagi manusia yang membutuhkanNya (Mat 9:36; Mrk 1:41; Luk 7:13) dan kasih yang paling agung sempurna dalam Misteri PaskahNya.
Mari kita belajar dari Tuhan yang terus menerus memancarkan kasihNya kepada kita melalui waktu dan kehadiran serta penyertaanNya hingga akhir zaman. Kita belajar dari Tuhan dan menghayati kasihNya ini dalam hidup setiap hari teristimewa di dalam keluarga. Orang tua memancarkan kasih Bapa Surgawi hari demi hari, sehingga tidak “menumbuhkan akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan dan mencemarkan banyak orang” (Ibr 12:14-15). Mereka hanya memancarkan kasih Tuhan saja!
P. John Laba, SDB