Hari Sabtu, Pekan Biasa ke-XXVI
Bar. 4:5-12,27-29
Mzm. 69:33-35,36-37
Luk. 10:17-24
Bersukacita karena Tuhan
Ada seorang Romo yang berapi-api menceritakan pengalaman pelayanannya di tanah misi. Ia mengungkapkan rasa puasnya karena diterima dengan baik di tanah misi, banyak orang senang dengan pelayanan pastoral di paroki dan di sekolah, mereka menyukai homili dan pengajaran-pengajarannya. Ada seorang umat yang ikut mendengar sharing pengalaman ini dan bertanya kepadanya: “Apakah Romo bersukacita karena Tuhan dalam pelayanan-Mu?” Romo itu terdiam sejenak dan berkata: “Ya, saya merasa bersukacita karena Tuhan adalah pelindungku.” Umat itu berkata: “Puji Tuhan.” Pengalaman sederhana dalam sharing pengalaman ini amat mendidik saya secara pribadi dalam melakukan pelayanan pastoral. Karena banyak kali sebagai imam, mudah sekali terpancing karena mendapat jempol atau pujian dari umat tertentu. Ada umat yang suka memberi pujian dan imamnya lupa diri dan merasa bahwa pelayanannya itu sudah maksimal padahal belum maksimal.
Tuhan Yesus sudah mengutus para murid-Nya yang berjumlah tujuh puluh orang ke kampung-kampung yang akan dikunjungi Yesus untuk menghadirkan Kerajaan Allah. Kini mereka kembali kepada Yesus untuk melaporkan pekerjaan-pekerjaan serta pelayanan mereka. Ini menjadi kesempatan bagi mereka untuk membagi pengalaman pelayanan mereka. Mereka sama-sama berkata: “Tuhan, juga setan-setan takluk kepada kami demi nama-Mu.” (Luk 10:17). Nama Tuhan Yesus berarti Allah yang menyelamatkan. Hanya dengan nama Yesus ada keselamatan bagi semua orang. Iblis dan kuasa kejahatan dihancurkan.
Tuhan Yesus menggunakan kesempatan ini untuk membina para murid-Nya untuk melayani dengan rendah hati dan penuh sukacita. Ia berkata: “Aku melihat Iblis jatuh seperti kilat dari langit. Sesungguhnya Aku telah memberikan kuasa kepada kamu untuk menginjak ular dan kalajengking dan kuasa untuk menahan kekuatan musuh, sehingga tidak ada yang akan membahayakan kamu. Namun demikian janganlah bersukacita karena roh-roh itu takluk kepadamu, tetapi bersukacitalah karena namamu ada terdaftar di sorga.” (Luk 10: 18-20). Perkataan Yesus ini mengingatkan para rasul untuk sadar diri bahwa mereka melakukan pekerjaan-pekerjaan Yesus, bukan pekerjaan mereka sendiri. Segala kuasa yang ada di dalam diri mereka adalah kuasa Tuhan Yesus. Untuk itu mereka harus rendah hati dan bersukacita di dalam Tuhan. Tuhan adalah pelindung, tempat naungan semua orang yang berharap kepada-Nya.
Di samping kerendahan hati dan sukacita, Tuhan Yesus juga mengajar para murid-Nya untuk selalu bersyukur. Tuhan Yesus saja bersyukur kepada Bapa di surga: “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu. Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak ada seorangpun yang tahu siapakah Anak selain Bapa, dan siapakah Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakan hal itu.” (Luk 10:21-22).
Ungkapan kerendahan hati, sukacita dan syukur juga kita temukan dalam bacaan pertama. Barukh mengingatkan umat Israel dengan berkata: “Kuatkanlah hatimu, hai bangsaku, yang membawa nama Israel!” (Bar 4:5). Mengapa umat Israel harus menguatkan hati mereka? Barukh memberikan alasan-alasan berdasarkan pengalaman masa lalu mereka. Pengalaman-pengalaman yang keras itu bisa membuka wawasan mereka untuk mengerti rencana Allah di dalam hidup mereka. Misalnya, Barukh mengatakan kepada mereka bahwa mereka pernah dijual kepada bangsa-bangsa lain namun mereka tidak dibinasaka. Mereka telah berdosa sehingga mendatangkan murka Allah, karena itu mereka diserahkan kepada para lawan.
Dosa yang dilakukan umat Israel adalah menyembah berhala. Mereka mempersembahkan korban kepada setan, bukan kepada Allah yang benar. Umat Israel benar-benar melupakan Allahnya sehingga mereka berlaku demikian. Reaksi dari Allah adalah memberi kesedihan besar kepada mereka. Anak-anak Israel ditawan di negeri asing. Mereka telah diasuh dengan sukacita tetapi sekarang mereka pergi dengan tangisan dan sedih hati.
Nama Barukh berarti semoga ia diberkati. Dia adalah putra Neria (Yer 36:4), sekretaris nabi Yeremia. Pada tahun 605 Sebelum Masehi, Yeremia pernah mendiktekan kata-kata kenabian kepadanya. Itulah sebabnya dalam tulisannya berbahasa Yunani ini ia menungkapkan kata-kata puitisi penuh makna: “Janganlah seorangpun bersukaria oleh karena diriku, seorang janda yang telah ditinggalkan banyak anak. Karena dosa anak-anakku aku menjadi kesepian, sebab mereka telah berpaling dari hukum Taurat Allah Kuatkanlah hatimu, anak-anakku, berserulah kepada Allah; Dia yang mengirim bencana itu akan teringat kepadamu pula.” (Bar 4:26-27).
Barukh mengajak bangsa Israel untuk berbalik untuk mencari Allah. Semangat pertobatan atau metanoia haruslah dibangun di dalam diri mereka. Barukh lalu mengajak Bangsa Israel untuk bersukacita karena murka Allah akan hilang dan keselamatan-Nya akan dinikmati mereka. Allah adalah penyelamat umat manusia. Dia Mahabaik dan tidak akan pernah membiarkan anak-anak-Nya menderita. Ia bahkan mengutus Yesus Kristus Putra-Nya untuk menebus kita semua.
Pada hari ini Tuhan meneguhkan kita semua melalui sabda-Nya untuk selalu rendah hati, bersukacita dan bersyukur tiada hentinya kepada Tuhan. Semua yang kita lakukan, karya dan pelayanan kita menjadi sempurna karena Tuhan dan untuk Tuhan. Kita melayani-Nya karena untuk kemuliaan-Nya bukan untuk keharuman nama dan popularitas kita. Banyak kali kita lupa bahwa Tuhanlah yang harus utama dalam hidup kita. Kita semua adalah hamba-hamba yang tidak berguna, yang hanya melakukan apa yang harus kami lakukan. (Luk 17:10).
PJSDB