Mengapa anda berniat untuk menceraikan pasanganmu?
Seorang sahabat mengakui bahwa hidup berkeluarga tidaklah mudah. Semua hal yang indah, dan yang pernah diungkapkan selama masa pdkt dan pacaran hanyalah modus untuk memuluskan jalan supaya bisa bersatu sebagai suami dan istri. Pasangan suami dan istri itu benar-benar saling jatuh cinta ketika sudah nyata hidup bersama dan diikat oleh sakramen pernikahan. Saya merenungkan sharing pengalaman sahabat ini dengan membandingkan hidup sebagai seorang selibater (tidak menikah). Saya menghayati kaul-kaul kebiaraan dan janji imamat di hadapan Tuhan dan sesama. Saya harus berusaha untuk menghayati hidup sebagai imam dan biarawan yang taat, miskin dan murni. Cara hidup Yesus haruslah menjadi cara hidup saya di dalam Gereja. Saya harus berusaha supaya hari demi hari bisa bersatu dengan Tuhan.
Ada seorang bapa pernikahannya saya berkati setahun silam. Sang suami datang untuk bertanya kepadaku, syarat-syarat untuk bercerai di dalam Gereja Katolik. Saya mengatakan kepadanya bahwa saya mendapat mandat untuk memberkati satu kali untuk selama-lamanya bukan memberkati sehari dan hari berikutnya bercerai. Sambil ia berdiam dan merenung saya bertanya kepadanya: “Mengapa anda berniat untuk menceraikan pasanganmu? Apakah anda tidak mengasihi anak-anakmu? Mereka tidak bersalah namun ikut menjadi korban keegoisan orang tua.” Ia kembali ke rumah dan mulai menata kembali keluarganya. Kini pasutri ini, mendampingi keluarga-keluarga muda. Mereka mau berbagi dari pengalaman berjuang untuk mempertahankan bahtera keluarga.
Tuhan menghendaki supaya kita berani membaharui dan berusaha untuk setia dalam menghayati panggilan hidup kita masing-masing. Hilangkan segala ketegaran hatimu! Permenungan bersama: “Ia yang menguduskan dan mereka yang dikuduskan berasal dari Yang Satu.” (Ibr 2:11).
PJSDB