Hari Sabtu, Pekan Biasa I
1Sam. 9:1-4,17-19; 10:1a
Mzm. 21:2-3,4-5,6-7
Mrk. 2:13-17
Tuhan punya hak untuk memilih dan menetapkan!
Ada seorang pemuda yang selalu merasa tidak puas dengan hidupnya dan hidup sesama. Hal ini nampak dalam kebiasaannya yang selalu mengeluh terhadap dirinya dan juga terhadap sesamanya. Ia berpikir jelek tentang dirinya, demikian pikiran yang sama juga ditujukkannya kepada sesama. Kemampuannya untuk membandingkan dirinya dengan diri sesama yang lain membuat dia tidak percaya diri dan tidak puas dengan apa yang ada dan menjadi miliknya. Ia berulang kali mendapat koreksi persaudaraan dari pihak-pihak tertentu, namun ia selalu merasa gagal ketika melakukan komitmen untuk melakukan koreksi persaudaraan itu. Hingga saat ini ia mengaku tetap berjuang untuk lepas dari kelemahan yang sedang menguasainya.
Saya merasa bahwa sharing pemuda ini juga menjadi bagian dari kehidupan pribadi setiap orang. Ada banyak di antara kita yang memiliki kebiasaan membandingkan dirinya dengan orang lain. Bisa jadi ia merasa lebih sempurna dari orang lain atau bisa juga ia merasa selalu kurang. Perasaan inferioritas dan superioritas selalu ada di dalam diri kita. Hal yang penting di sini adalah bagaimana mengolah diri kita supaya lebih realistis dengan hidup yang sebenarnya. Kita tidak hidup di atas awan tetapi hidup di atas dunia yang masih dikuasai oleh kebaikan dan kejahatan.
Bacaan-bacan Kitab Suci hari membuka wawasan kita untuk mengerti segala rencana dan kuasa Tuhan. Dalam Bacaan Injil Tuhan Yesus menunjukkan kuasa-Nya bahwa Ia datang ke dunia bukan untuk memanggil orang-orang benar, melainkan orang-orang berdosa. Dikisahkan bahwa pada waktu itu, Yesus berjalan menyusuri pantai danau Galilea. Ia menjumpai Lewi anak Alfeus, sedang duduk di rumah cukai. Ketika mata mereka berpapasan maka Tuhan menunjukkan belas kasih kepada-Nya, memanggilnya dengan namanya sendiri: “Lewi, ikutlah Aku!” Lewi tanpa banyak komentar, berdiri dan mengikuti Yesus.
Berjalan bersama Yesus berarti mengikuti jejak-Nya untuk tinggal dan mengalami-Nya secara langsung. Lewi mengalamainya sendiri. Ia bahkan tidak hanya berjalan bersama dan mengalami-Nya, tetapi membawa Yesus ke rumah untuk menjamu-Nya. Sikap Lewi ini tidak elok di mata para ahli Taurat dan kaum Farisi. Mereka melihat Yesus makan bersama Lewi dan kaum pemungut cukai lainnya. Seharusnya, menurut mereka, Yesus harus menjauh dari mereka sebagai kaum pendosa. Padahal Yesus mengasihi kaum pendosa tetapi membenci perbuatan dosa dan menghancurkannya. Reaksi Yesus terungkap dalam perkataan-Nya: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.” (Mrk 2:17).
Sikap Yesus ini sangat positif dan menjadi dasar pembelajaran bagi kita terutama bagaimana kita bersikap terhadap kaum pendosa. Tuhan mencari mereka untuk menyelamatkan. Hal yang sama hendaknya menjadi bagian dari kehidupan kita yakni mencari dan menyelamatkan bukan mencela mereka. Tuhan mengasihi kaum pendosa maka hidup mereka pun berubah menjadi baik. Lewi atau Matius sudah membuktikannya. Kita juga, ketika melakukan perbuatan kasih kepada orang berdosa maka mereka akan berubah menjadi lebih baik.
Dalam bacaan pertama, kita berjumpa dengan sosok Saul. Ayahnya bernama Kisy. Saul digambarkan sebagai orang muda yang elok rupanya; tidak ada seorangpun dari antara orang Israel yang lebih elok dari padanya: dari bahu ke atas ia lebih tinggi dari pada setiap orang sebangsanya. Ketika ayahnya kehilangan keledai maka ia diminta untuk ikut mencarinya dengan menjelajahi pegunungan Efraim dan tanah Salahim, ke tanah Benyaimin tetapi tidak menemukannya.
Dalam perjalanan ini, Samuel berjumpa dengan Saul. Tuhan berkata kepada Samuel: “Inilah orang yang Kusebutkan kepadamu itu; orang ini akan memegang tampuk pemerintahan atas umat-Ku.” (1Sam 9:17). Samuel sebagai nabi mengurapi Saul sebagai raja masa depan di Israel. Tuhan memang memiliki rencana yang indah bagi setiap orang. Saul akan memegang tampuk pemerintahan di Israel.
Sabda Tuhan pada hari ini sangat indah. Kita semua mengalami panggilan dan pilihan yang indah dari Tuhan. Hal yang perlu kita miliki adalah jangan pernah meragukan kasih Tuhan. Jangan pernah membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Kita bisa terjebak dengan memandang rendah sesama, mengadili mereka dalam hati. Tuhan yang memiliki kuasa bagi kita.
PJSDB