Homili 13 Februari 2016

Hari Sabtu, Setelah Rabu Abu
Yes. 58:9b-14
Mzm. 86:1-2,3-4,5-6
Luk. 5:27-32

Keindahan sebuah pertobatan

imageAda seorang pemuda membagi pengalamannya tentang kehidupan masa lalunya. Ia mengakui pernah melakukan perbuatan dosa yang kecil dan ringan sampai perbuatan dosa yang besar dan berat. Ia sungguh menikmatinya dan tidak pernah merasa bersalah terhadap semua perbuatan dosanya. Beberapa kali ia pernah berniat untuk bertobat tetapi hanya sebatas niat saja dan tidak bisa menjalaninya dengan baik. Setelah beberapa tahun menjalani hidup dalam dosa, ia merasakan suatu kejenuhan yang luar biasa.

Ia juga sudah lama tidak pergi ke Gereja untuk berdoa dan menerima sakramen-sakramen tertentu sehingga kehidupan rohaninya tidak terurus dengan baik. Namun demikian suara hatinya terus mengatakan kepadanya untuk membuka dirinya kepada Tuhan dengan memohon pengampunan. Ia menyempatkan diri untuk pergi ke Gereja. Di dalam gereja itu ia mengarahkan pandangannya ke depan altar dan memandang sebuah bingkai bergambar seorang bapa yang sedang membuka tangannya untuk menerima kehadiran anaknya, dan ada tulisan berbunyi: “Merciful like the Father”. Ia merasa bahwa saat itu juga bapa yang sama sedang membuka tangannya untuk menerima kehadirannya kembali di dalam gereja. Ia pun mencari kesempatan untuk mengakui dosa dan memulai perjalanan pertobatannya. Sungguh sebuah pengalaman pertobatan yang indah, kiranya Tuhan yang menggerakan hati orang muda ini.

Di tahun Yubileum Kerahiman Allah, lebih khusus lagi dalam masa prapaskah ini, Bapa Suci Paus Fransiskus mengharapkan supaya semua umat beriman berusaha menghayatinya lebih intens sebagai momen yang istimewa untuk merayakan dan mengalami kerahiman Allah. Tindakan konkretnya adalah dengan membaca dan merenungkan sabda Tuhan setiap hari supaya bisa menemukan kembali wajah Bapa yang penuh kerahiman. Berkaitan dengan ini, Sri Paus mengutip perkataan nabi Mikha: “Siapakah Allah seperti Engkau yang mengampuni dosa, dan yang memaafkan pelanggaran dari sisa-sisa milik-Nya sendiri; yang tidak bertahan dalam murka-Nya untuk seterusnya, melainkan berkenan kepada kasih setia? Biarlah Ia kembali menyayangi kita, menghapuskan kesalahan-kesalahan kita dan melemparkan segala dosa kita ke dalam tubir-tubir laut.” (Mi 7:18-19).

Pada hari ini kita mendengar sebuah kisah Injil yang menunjukkan betapa Tuhan Yesus menunjukkan kerahiman-Nya kepada kaum pendosa. Ia menunjukkan wajah kerahiman Allah Bapa kepada Lewi, si pemungut cukai. Ketika itu Tuhan Yesus sedang berjalan mendekati Lewi. Ia sedang duduk dan bekerja sebagai pemungut cukai. Tuhan Yesus memandangnya dengan wajah kerahiman Bapa dan memanggilnya: “Ikutlah Aku!” (Luk 5:27). Reaksi Lewi atas panggilan Tuhan Yesus ini adalah ia langsung berdiri, meninggalkan segala sesuatu dan mengikuti Yesus dari dekat. Lewi tidak hanya sekedar meninggalkan dan mengikuti, tetapi ia juga mengadakan sebuah perjamuan besar bagi Yesus dan para rekannya yang hampir semuanya adalah pemungut cukai. Mereka dikucilkan manusia tetapi dikasihi oleh Tuhan.

Atas kejadian ini maka kaum Farisi dan para ahli Taurat mencari kesempatan untuk melawan Yesus. Mereka bersungut-sungut karena Yesus akrab dengan kaum pendosa dalam kategori mereka. Tuhan Yesus dengan tegas menjawabi reaksi mereka dengan berkata: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat.” (Luk 5:31-32). Nah, kita melihat beda antara Tuhan dan manusia. Tuhan mengasihi para pendosa dan menghancurkan dosa-dosa mereka. Manusia mengasihi dosa-dosa dan membenci para pendosa. Para pendosa dikucilkan bukan dibantu untuk keluar dari kuasa dosa. Itulah sebagian kehidupan kita di dunia ini.

Perkataan Yesus ini merupakan ungkapan kerahiman Bapa di dalam diri-Nya sebagai Anak. Allah Bapa sang Pencipta memiliki rencana untuk menyelamatkan semua orang dalam nama Yesus Kristus anak-Nya. Yesus melakukan kehendak Bapa ini dengan sempurna dengan mencari, menemukan dan menyelamatkan kaum pendosa. Semua yang datang kepada-Nya diberi kehidupan kekal. Ini adalah jalan pertobatan sebagai buah kerahiman Allah bagi manusia.

Apa yang harus kita perbuat sebagai jalan pertobatan yang indah di hadirat Tuhan? Apa yang bisa kita lakukan selama masa prapaskah ini? Tuhan melalui nabi Yesaya, memberikan jalan-jalan pertobatan berikut ini:

Pertama, Tuhan menghendaki agar kita tidak lagi mengenakan kuk kepada sesama, tidak lagi menunjuk-nunjuk dengan jari dan memfitnah (Yes 58:9). Tuhan mengingatkan hal ini karena sudah menjadi kebiasaan bagi banyak orang untuk saling memfitnah, saling mempersalahkan dengan menunjuk jari atau memindahkan beban kepada sesama.

Kedua, Kemampuan untuk berbagi dengan sesama secara adil. Ini adalah perbuatan baik yang bisa kita lakukan kepada sesama. Tuhan berkata: “Serahkanlah kepada orang lapar apa yang kauinginkan sendiri dan memuaskan hati orang yang tertindas maka terangmu akan terbit dalam gelap dan kegelapanmu akan seperti rembang tengah hari.” (Yes 58:10).

Ketiga, Tuhan juga menuntut kesetiaan kita terhadap hukum dan peraturan serta ketetapan-ketetapan-Nya. Dengan demikian Ia tetap menjadi penuntun kita menuju kepada diri-Nya sendiri. Hari Sabat akan menjadi hari kudus bagi Tuhan yang harus dirayakan turun temurun.

Sabda Tuhan pada hari ini menguatkan kita untuk membangun semangat tobat kita dengan serius. Bertobat itu indah ketika kita tidak hanya berhenti pada niat untuk bertobat tetapi mewujudnyatakan dalam hidup setiap hari. Bertobat itu indah karena Tuhan selalu memiliki inisiatif pertama untuk menyelamatkan kita. Maka kita mesti sadar diri bahwa Tuhan kita maharahim dan Ia selalu mencari jalan untuk menyelamatkan kita semua. Bagaimana jalan pertobatanmu dalam masa prapaskah ini?

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply