Merenungkan Kematianku!
Pada malam hari ini bersama dua konfrater, kami mengunjungi pekuburan umum Santa Cruz Dili. Perjalanan ke Santa Cruz seperti mengunjungi pasar malam. Ada kemacetan di jalan. Ketika masuk ke dalam kompleks pekuburan, rasanya bukan seperti di sebuah pekuburan yang menakutkan. Ada banyak orang membersihkan kubur, menabur bunga yang sudah diberkati di Gereja, memasang lilin dan khusuk berdoa.
Saya sebagai seorang misionaris menggunakan kesempatan untuk mengunjungi kuburan para pastor dan bruder Salesian di sana. Suasana yang saya alami tadi benar-benar menunjukkan sebuah ikatan kasih antara kita yang masih hidup dengan saudari dan saudara yang sudah meninggal dunia.
Kuburan adalah sebuah Memorial Park!
Ketika kembali ke komunitas, saya mengingat St. Yohanes Bosco, yang meminta semua orang muda untuk mendoakan salah seorang di antara mereka yang akan meninggal lebih dahulu. Malam ini saya mendoakan salah seorang di antara kita yang akan meninggal lebih dahulu. Mungkin anda ataukah saya. St. Agustinus mengatakan bahwa kematian itu suatu kepastian.
Saya mengingat kembali kuburan para pastor dan bruder tadi. Mereka setia sampai mati sebagai pastor dan bruder Salesian. Itu “sesuatu banget” dalam permenungan saya. Apakah saya dapat menyerupai mereka?
Apa yang harus saya lakukan?
Pikiran saya kembali ke Kitab Kebijaksanaan di mana dikatakan bahwa hidup tak bercela merupakan usia yang lanjut (Keb 4:9). Maka kematian bermakna kalau saat kehidupan diisi dengan kekudusan.
Saya mengutip Dalai Lama, dalam perkataannya ini: “Kematian berarti mengganti pakaian kita. Pakaian tersebut sudah usang, dan inilah waktunya untuk menggantinya. Begitu juga tubuh ini yang sudah tua, dan waktunya mengganti dengan tubuh yang muda”.
Dalam kacamata Kristiani, hidup kekal adalah tubuh yang muda.
PJSDB