Memahami makna Doa
Saya selalu mengingat pertanyaan dari seorang remaja kepada saya beberapa tahun yang lalu: “Apakah pastor John berdoa?” Saya spontan menjawabnya: “Ya, tentu saja saya berdoa”. Dia bertanya lagi, “Kapan pastor berdoa?” Saya menjawabnya: “Saya berdoa secara pribadi sesuai dengan kebutuhan maka tanpa ada waktu yang tepat. Artinya kapan saja saya bisa berdoa dengan mengucap syukur atau dengan mendoakan intensi pribadi dan intensi orang yang hendak saya doakan secara pribadi. Saya juga berdoa bersama komunitas. Ini merupakan kesempatan bagi saya bersatu dengan para konfrater untuk berdoa bersama pada waktu pagi, siang dan malam”. Dia mengangguk dan berkata, “Semoga pastor John selalu rajin berdoa. Doakan saya dan keluarga saya juga”. Saya menjawabnya: “Terima kasih”. Dialog singkat bersama seorang remaja yang amat polos ini benar-benar membangunkan saya dari tidur rohani saya.
Pertanyaan utamanya adalah “Apakah saya sebagai seorang pastor berdoa?” Pertanyaan sederhana dan sangat mendalam. Banyak umat percaya bahwa pastor adalah seorang pendoa sejati, meskipun belum tentu anggapan itu benar. Dalam perjalanan rohani saya, saya bersyukur karena selalu rajin berdoa secara pribadi dan bersama komunitas. Namun saya juga banyak kali mengalami padang gurun. Saya juga bergumul dalam doa-doa pribadi dan komunitas. Pergumulan yang membawa saya pada kurangnya konsentrasi atau fokus dalam doa dan merayakan sakramen-sakramen. Tuhan sendiri mungkin pernah merasa bosan ketika saya berulang kali memohon ampun karena kelemahan ini. Namun yang pasti, saya tetap merasa dikasihi Tuhan. Pertolongan-Nya kepadaku selalu tepat pada waktunya.
Saya mengingat perkataan St. Theresia dari Avila ini: “Doa bagiku tiada lain daripada pertukaran pengalaman secara akrab antar sahabat; hal ini berarti mengambil waktu secara berkala untuk sendirian bersama Dia yang kita tahu sedang mengasihi kita”. Perkataan ini membuka wawasan kita bahwa berdoa berarti mengarahkan hati dan pikiran hanya kepada Tuhan saja. Ada kesempatan untuk bertukar pengalaman, bersahabat, bersatu karena Ia selalu mengasihi. Mungkin pemahaman ini yang belum banyak dimiliki oleh banyak di antara kita.
Pada hari ini kita belajar dari Ratu Esther. Dia merasakan kasih Allah dalam hidupnya di dalam keluarga ayahnya. Allah yang dikenalnya sebagai Allah yang mahabaik, panjang sabar dan besar kasih setianya. Sebab itu dalam situasi yang sulit sekali pun, Esther tidak gentar, ia tetap berada di pihak Tuhan dan mengharapkan pertolongan-Nya. Dia bertukar pikiran dengan Tuhan dengan berkata: “Tolonglah aku yang seorang diri ini” (T. Est 3:19).
Tuhan Yesus dalam bacaan Injil meneguhkan kita untuk berdoa dengan iman dan kepercayaan yang utuh kepada Tuhan. Ia meyakinkan kita bahwa Bapa akan mengabulkan doa-doa permohonan kita, asal kita tetap tekun dalam doa dan selalu berbuat baik kepada semua orang.
Apakah pada hari ini anda sudah berdoa? Apakah pada hari ini anda juga sudah berbuat baik?
P. John Laba, SDB