Berani ber-eksodus
Permenungan pada akhir hari ini tentang keberanian untuk ber-eksodus. Saya tertarik dengan perkataan St. Paulus kepada jemaat di Efesus yang kita dengar pada hari Minggu ini: “Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak terang, karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran dan ujilah apa yang berkenan kepada Tuhan” (Ef 5:8-10). Apa yang kita pikirkan tentang perkataan Paulus ini?
Jemaat di Efesus hidup dalam situasinya yang nyata. Mereka adalah gereja baru, yang mendapat pewartaan dari Paulus. Paulus sedang berada di dalam penjara, menulis surat kepada jemaat untuk memberikan kekuatan dan peneguhan supaya mereka setia kepada Injil. Sebab pada waktu itu jemaat di Efesus masih menyembah seorang dewi Yunani bernama Artemis. Dewi Artemis adalah dewi kesuburan. Mereka juga menyembah Kaisar. Inilah dua hal yang menjadi alasan mengapa Paulus menulis surat bagi mereka, sifatnya menghimbau dan memerintahkan jemaat untuk hidup dalam Kristus. Menerima Kristus berarti keluar dari kegelapan menuju kepada terang.
Paulus mengingatkan jemaat untuk berani ber-eksodus. Artinya, mereka harus keluar dari zona di mana mereka merasa bebas untuk mengalami kegelapan dengan menyembah berhala. Mereka harus masuk ke zona yang baru yakni zona terang. Hidup lama bagi jemaat adalah hidup dalam kegelapan karena dosa, hidup baru adalah hidup sebagai anak-anak terang. Hidup sebagai anak-anak terang berarti hidup dengan berbuahkan kebaikan, keadilan dan kebenaran.
Masa prapaskah adalah masa khusus di mana kita berusaha untuk bereksodus. Kita keluar dari hidup lama yang penuh salah dan dosa untuk masuk ke dalam hidup baru penuh dengan terang kasih Tuhan. Hidup dengan berbuahkan kebaikan, keadilan dan kebenaran. Nah pertanyaan bagi kita adalah apakah kita sudah mengusahakan kebaikan, keadilan dan kebenaran dalam masa prapaskah ini?
Marilah kita juga memeriksa bathin. Apakah kita masih berada di zona nyaman yang penuh kegelapan karena menikmati dosa dan salah yang sama? Atau, kita sudah berani keluar dari zona kegelapan dan masuk ke dalam zona terang kasih Tuhan? Kita harus berani bereksodus. Kita harus bertobat.
Katekismus Gereja Katolik (KGK, 2715), mengajarkan kita: “Kontemplasi ialah memandang Yesus dengan penuh iman. “Aku memandang Dia dan Dia memandang aku”, demikian kata-kata seorang petani dari Ars, yang berdoa di depan tabernakel kepada pastomya yang saleh. Pandangan penuh perhatian kepada Yesus ini adalah penyangkalan “aku”, karena pandangan Yesus membersihkan hati. Cahaya wajah-Nya menyinari mata hati kita dan membiarkan kita melihat segala-galanya dalam sinar kebenaran dan belas kasihan-Nya terhadap semua orang. Kontemplasi memandang misteri kehidupan Kristus dan dengan demikian memperoleh “pengertian batin mengenai Tuhan”, untuk mencintai-Nya lebih sungguh dan mengikuti-Nya dengan lebih baik lagi Bdk. Ignasius, ex. spir. 104)
Renungkan perkataan Yesus: “Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya.” (Yoh 1:5). Berpeganglah teguh pada Yesus, Tuhan kita.
PJSDB