Renungan 10 Maret 2012

Mikha 7:14-15.18-20; Mzm 103: 1-2.3-4.9-10.11-12; Luk 15:1-3.11-32 
Bapa yang murah hati… 
Seorang teman saya berantem sama bapanya sehingga dia putus sekolah di SMP kelas satu. Setelah putus sekolah dia berangkat ke Malaysia menjadi tenaga kerja. Dia mengatakan kepada bapanya: “Anggaplah saya sudah mati dan jangan memikirkan aku lagi!” Sebagai anak di bawah umur, dan tanpa keahlian apa-apa ia bekerja sebagai buruh kasar. Sampai suatu saat ia mendengar mamanya sakit keras. Ia berniat untuk kembali. Masalahnya dia akan bertemu dengan bapanya. Tetapi dia tetap mau kembali dan apa yang dia rasakan? Bapanya menerimanya dengan mengalungkan selendang tenun sambil menangis dan meminta maaf. Anak itu diterima kembali oleh ayahnya di hadapan ibunya yang sekarat. Mujizat pun terjadi. Ibunya sembuh. Mereka semua bahagia. 
Allah adalah Bapa yang baik. Dia maharahim, penyayang, pengasih dan setia. Ia mengampuni dosa-dosa dan memaafkan kesalahan umatNya. Ia tidak murka terhadap umat kesayanganNya yang berdosa tetapi justru melemparkan segala dosa ke tubir-tubir laut. Itulah gambaran Allah kita menurut Nabi Mikha. Penginjil Lukas menggambarkan Allah sebagai Bapa yang baik dan murah hati lewat perumpamaan tentang Anak yang hilang. Ada tiga tokoh penting dalam perumpamaan: 
Pertama, Anak bungsu. Ia merasa bebas di hadapan Bapanya dan dia tahu bahwa Bapanya menghargai kebebasannya. Dia menuntut haknya dan pergi jauh tapi setelah menyadari dirinya yang jauh dari Bapanya, ia mau berubah. Ia percaya bahwa Bapanya akan menerimanya kembali sebagai anak. Anak bungsu adalah mereka yang bukan komunitas Yahudi, yang menerima wahyu Allah belakangan tetapi terbuka pada keselamatan. Mereka adalah sesama umat yang merasa diri berdosa dan mau bertobat. 
Kedua, Anak sulung. Ia memiliki zona nyaman tersendiri. Ia menikmati kekayaan Bapanya dan kekayaan yang merupakan warisannya. Dia lupa diri dan tak tahu berterima kasih. Tidak ada semangat untuk berubah di hadapan Bapanya. Hanya bisa menutut tetapi tidak besyukur kepada Bapa. Anak sulung adalah orang Yahudi yang merasa status quo karena umat terpilih tetapi juga mereka yang merasa sangat aktif di Gereja dan lupa diri bahwa semua pelayanan itu untuk kemuiaan Tuhan. 
 Ketiga, Bapa. Bapa digambarkan sebagai Bapa yang murah hati. Ia suka memberi dan mengampuni anak-anaknya. Ia tidak menyimpan dendam terhadap anak-anaknya. Ia menyiapkan jubah yang bagus supaya pakaian lama anaknya ditinggalkan. Ia menyiapkan cincin supaya anak tetap menjadi bagian dari dirinya sebagai Bapa. Ia menyiapkan sepatu supaya anaknya bermartabat sebagai anak.a menyiapkan lembu untuk mensyukuri pertobatan anaknya. Bapa adalah figur Allah Bapa sendiri yang murah hati adanya. 
Betapa bahagianya kita ketika mengalami pengampunan dan belas kasih Tuhan. Ada sukacita tersendiri karena Tuhan melempar dosa-dosa kita ke tubir-tubir laut. Dia selalu membuka tangannya untuk menerima anak-anakNya yang rendah hati dan kembali kepadaNya. Ada jubah yang terbaik, cincin, sepatu, dan anak lembu yang siap untuk diberikan kepada mereka yang bertobat. Apakah kita menyadari diri kita sebagai anak bungsu yang memerlukan Bapa atau anak sulung yang sedang berada di zona nyaman? 
Doa kita: Tuhan terima kasih atas rahmat pengampunanMu. Amen. 
 PJSDB
Leave a Reply

Leave a Reply