Renungan 14 Maret 2012

Hari Rabu Prapaskah III/B

Ul 4:1.5-9
Mzm 147:12-13.15-16.19-20 
Mat 5:17-19
Iman diwartakan turun-temurun

Ketika mengikuti sebuah upacara pengikraran kaul kekal beberapa frater dari sebuah kongregasi saya mendengar sebuah sambutan dari wakil para orang tua yang sangat menarik. Ibunda salah seorang jubilaris berkata: “Anak-anakku yang terkasih kaul-kaul yang kalian ikrarkan tadi adalah tanda pemberian diri secara total kepada Tuhan. Ingatlah baik-baik bahwa kaul-kaul yang kalian ikrarkan itu ibarat sebuah rantai yang saling mengikat satu sama lain. Maksudku adalah kalau seorang hidup taat maka dia akan hidup miskin dan hidup murni. Kalau seorang hidup miskin maka dia akan hidup taat dan hidup murni. Kalau seorang hidup murni maka dengan sendirinya dia hidup taat dan hidup miskin. Sekian dan terima kasih.” Semua orang kagum dengan sambutan yang singkat, jelas, padat dan memiliki makna yang mendalam ini.

Orang-orang Israel adalah umat terpilih dan mereka dikasihi Tuhan. Tuhan mengikat janji kasihNya dengan mereka mulai dari nenek moyang mereka yaitu Abraham, Ishak dan Yakub serta keturunan-keturunan mereka. Ikatan kasih itu berlanjut turun temurun. Setiap kali Tuhan berfirman entah melalui Musa atau para Nabi, Ia selalu memulai dengan berkata: “Dengarlah Israel”. Memang mendengar adalah awal pengakuan iman bagi orang Israel. Mendengar berarti keluar dari diri sendiri, keluar dari dunia yang sempit untuk masuk dalam dunia Tuhan yang lebih besar yakni Wahyu ilahiNya. Orang yang mendengar dengan baik dapat mentaati dengan baik juga. Itu sebabnya Kitab Ulangan mengingatkan orang Israel untuk mendengar dengan baik dan melakukan segala peraturan dan ketetapan Tuhan secara turun temurun. Mereka diharapkan untuk setia karena itu adalah kebijaksanaan bagi mereka di hadapan bangsa-bangsa lain.

Mendengar dengan baik menjadi tradisi istimewa bagi orang Israel. Setiap pagi ketika memulai hari baru mereka diingatkan untuk mendengar. Tuhan bersabda melalui Musa: “Shema Yisrael Adonai Elohenu Adonai echad.” (Ul 6:4). Bapa di surga bersaksi: “Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia” (Mrk 9:7). Mengapa mendengar Yesus? Karena Ia datang untuk menggenapi hukum Taurat. Oleh karena itu setiap pribadi diajak untuk melakukan dan mengajarkannya secara turun temurun. Banyak kali peraturan-peraturan baru ditambahkan sehingga meniadakan hukum kasih. Yesus justru menggenapi Hukum Taurat dengan kasih dan pengurbanan diriNya.

Kita perlu berbangga karena iman yang kita akui sekarang di dalam Gereja Katolik adalah iman para Rasul. Tuhan Yesus telah memilih mereka dan mereka mendengarNya. Iman itu muncul dari pendengaran mereka (Rm 10:17) dan diwariskan turun-temurun hingga kepada kita. Setiap kali mengucapkan Credo atau doa Aku Percaya, kita semua mengulangi pengakuan iman para rasul. Mari kita menunjukkan kesetiaan iman kita yang merupakan warisan turun-temurun. Kita juga bersyukur karena Wahyu Tuhan Yesus pun kita dapat menerima dan mengenalya. Pernakah anda bersyukur karena iman para rasul ini? Apakah anda sungguh menyadari  dan menghayati doa Aku Percaya?

Doa: 

Tuhan terima kasih atas iman yang Engkau berikan kepada kami. Bantulah kami untuk hidup sesuai kehendakMu. Semoga kami mampu mendengarMu. Kuatkanlah panggilan kami-masing-masing sehingga dengan mendengarMu kami juga mampu mewariskan iman kami ini kepada anak-anak dan cucu-cucu. Amen

PJSDB
Leave a Reply

Leave a Reply