Homili HUT Kemerdekaan Indonesia

HUT Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Sir 10:1-8

Mzm 101:1a.2ac-3a.6-7

1Ptr 2:13-17

Mat 22:15-21

Gambar dan tulisan siapakah anda?
Fr. JohnMerdeka ataoe mati! Sekali merdeka tetap merdeka! 

Setiap tahun kita merayakan Hari Ulang Tahun kemerdekaan Indonesia. Pada zaman dahulu refleksi setiap tanggal 17 Agustus adalah seputar perjuangan para pahlawan untuk memerdekakan bangsa dan tanah air kita Indonesia. Hal yang ditanam dalam benak setiap kita adalah semangat perjuangan untuk merdeka sebagai satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa. Semangat nasionalisme berkobar-kobar. Namun demikian rasa benci terhadap penjajah juga sadar atau tidak sadar ditanam di dalam hati anak bangsa ini. Menyebut nama negeri Belanda, orang langsung berpikir tentang 350 tahun negara kita dijajah. Menyebut Jepang, orang berpikir tentag negara yang kejam di bandingkan dengan Belanda. Semakin terus menerus merayakan HUT kemerdekaan, pemikiran kita mulai berkembang bukan soal heroisme para pahlawan atau kejam tidaknya penjajah tetapi bagaimana mengisi kemerdekaan negara dan bangsa Indonesia. Bagaimana menata negara yang tadinya hancur karena penjajah menjadi satu negara yang berdaulat dalam pemerintahan dan sejahtera seluruh masyarakatnya.

Kitab Putra Sirak dalam bacaan pertama menghimbau para pemerintah untuk memerintah dengan bijaksana: “Seorang penguasa yang bijaksana menjamin ketertiban dalam masyarakat dan raja yang budiman memerintah dengan aman sentosa. Jangan membenci sesama, jangan terpengaruh oleh nafsu kuasa.” Penulis Putra Sirak melihat sebab kehancuran suatu negara adalah pada ketidakadilan, kesewenang-wenangan dan nafsu uang. Kepada seluruh masyarakat dihimbau untuk menyerupai pemerintahnya yang bijaksana. Kiranya Putra Sirak memiliki visi yang begitu jauh dan hingga saat ini masih aktual.  Hal yang diharapkan adalah kesejahteraan atau kebahagiaan warga. Ternyata pemerintah yang diharapkan untuk memerintah dengan bijaksana tidak berhasil. Hal yang sedang dialami bangsa kita adalah cocok dengan nubuat di atas: “ketidakadilan, kesewenang-wenangan dan nafsu uang”.
Harapan penulis Kitab Putra Sirak dilengkapi oleh St. Petrus dalam Bacaan Kedua. Demi Yesus, Anak Allah yang menjadi manusia, Petrus mengharapkan agar semua orang percaya hendaknya taat kepada semua yang memegang kekuasaan. Petrus juga meminta supaya setiap orang menyadari dirinya sebagai orang merdeka, “Berlakulah sebagai orang yang merdeka. Jangan menggunakan kemerdekaan sebagai kedok kejahatan tetapi berlakulah sebagai abdi Allah. Hormatilah semua orang dan kasihilah saudara-saudaramu.” Secara singkat bolehlah dikatakan bahwa para pengikut Kristus diharapkan taqwa kepada Allah dan taat kepada atasan. Senada dengan Petrus, Paulus juga menegaskan, “Saudara-saudara memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu menggunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk hidup dalam dosa melainkan layanilah seorang akan yang lain” (Gal 5:13). Kristus adalah “Kebenaran yang memerdekakan kita” (Yoh 8:32; Gal 5:1).
Perkataan Petrus bahwa setiap warga hendaknya taqwa kepada Allah dan taat kepada atasan dipahami Matius sebagai usaha setiap pribadi untuk menjadi warga negara yang baik dan manusia yang diciptakan segambar dengan Allah. Matius mengisahkan perjumpaan antara kaum Farisi dan Herodian yang datang untuk menjebak Yesus dengan pertanyaan tentang membayar pajak kepada kaisar atau tidak.
Kaum Farisi dan Herodian! Farisi dari kata Ibrani “Perusyim” artinya “yang terasing”. Mereka adalah penganut murni agama Yahudi. Asal muasal mereka adalah kaum Hasidim (umat Allah yang setia) sejak abad 2 sM tepatnya pada masa pemerintahan Yohanes Hyrkanus. Golongan Farisi memusatkan perhatian mereka pada masalah-masalah agama dengan menjalankan secara murni hukum Taurat. Mereka menjadi gambaran yang khas orang-orang Yahudi (Flp 3:5-6). Kaum Herodian adalah suatu golongan bangsa Yahudi pada zaman Yesus yang menjadi Pengikut Herodes dalam urusan politik dan agama.
Kedua kelompok ini sebetulnya bertolak belakang. Kaum Farisi dengan usaha untuk setia sebagai orang Yahudi, kaum Herodian sebagai pengikut Herodes, pro penjajah Romawi. Tetapi demi menjebak Yesus mereka seolah-olah bersatu untuk bertanya kepada Yesus: “Bolekah membayar pajak kepada kaisar atau tidak?” Yesus tidak menjawab pertanyaan mereka. Dia justru mengetahui kejahatan hati mereka sehingga meminta mereka untuk menunjukkan coin dinar  dimana ada gambar dan tulisan kaisar. Yesus berkata kepada mereka. “Berikanlah kepada kaisar apa yang menjadi hak kaisar dan kepada Allah yang menjadi hak Allah.”
Apa makna yang terkandung dalam pernyataan Yesus ini?
 
Pertama, “Berilah kepada kaisar yang menjadi hak kaisar”. Bagi kaum Farisi dan Herodian adalah masyarakat yang dipimpin oleh pemerintahan dunia.Maka meskipun orang Farisi memperjuangkan kemurnian ajaran agama Yahudi dan Herodian mengikuti Herodes tetapi sama-sama sebagai warga, mereka patut untuk taat dan setia kepada pemerintah dunia. Maka relasi sebagai warga masyarakat dengan pemerintah harus harmonis. Pemerintah tidak mampu mengurus dirinya sendiri, rakyatlah yang harus mendukung mereka.
 
Kedua, “Berilah kepada Allah yang menjadi hak Allah”. Di dalam Kitab kejadian kita membaca, “Manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah” (Kej 1:27). Ini berarti Yesus menuntut mereka untuk memberi diri secara total kepada Allah karena mereka adalah citra Allah sendiri, bukan citra Kaisar. Memberi diri secara total berarti patuh dan tunduk pada kehendak Allah dan menjadi kudus menyerupai Allah. Sebagai pengikuti Kristus, kita saat ini segambar dengan Kristus (kristiani) karena sakramen pembaptisan. Memberi diri secara total kepada Kristus berarti menjadi serupa dengan Kristus. Ini adalah nilai yang tertinggi.
Sabda Tuhan hari ini membuat kita banyak merenung. Banyak tuntutan yang kita kehendaki supaya pemerintah menjadi lebih bersih, dan bijaksana tetapi “masih dalam taraf perjuangan”. Namun kita tidak boleh menutup mata dengan kasus-kasus besar dan kecil di negara ini menunjukkan betapa sabda Tuhan ini masih jauh dari penghayatannya secara benar. Para koruptor masih diberi pengampunan, pemerintah sering mengalihkan situasi supaya masalah yang besar bisa dilupakan. Partai-partai politik mendukung calon-calon  pemerintah dengan catatan akan ada prinsip jual beli kekuasaan, kebohongan publik yang merajalela. Ya, hanya Tuhan yang punya kuasa untuk mengubah kehidupan manusia, bangsa dan negara di dunia ini. Bagi anda dan saya: Kita diciptakan segambar dengan Allah maka cinta kasih, keadilan, kesejahteraan adalah cita-cita kita dan harus dicapai dengan cara kita masing-masing.
Doa: Tuhan, terima kasih atas bangsa dan negara Indonesia ini. Amen
PJSDB
Leave a Reply

Leave a Reply