Renungan 28 Agustus 2012

St. Agustinus, Uskup dan Pujangga Gereja
2Tes 2:1-3a.13b-17
Mzm 96:10-13
Matius 23:23-26

Terlambat aku mencintai Engkau

Fr. JohnSanto Agustinus lahir di Tagaste, Afrika tahun 354. Ia mencari kebenaran sejati setelah hidup dalam kegelapan dan akhirnya ia mengambil keputusan yang tepat untuk menerima Yesus di dalam hidupnya. Ia dibaptis oleh St. Ambrosius yang saat itu menjadi uskup di Milano. Setelah dibaptis, Agustinus kembali ke Afrika dan memulai hidup askesis. Ia diangkat menjadi Uskup di Hippo dan menjabat selama 34 tahun sebagai gembala, ia mengajar mereka dengan tulisan dan homili-homilinya. Ia juga menentang ajaran-ajaran sesat yang mengancam Gereja. Pada tahun 430, ia meninggal dunia.

Agustinus dikenal di dalam Gereja sebagai orang kudus yang penuh perjuangan. Ia mengawali hidupnya dengan pengalaman duniawi yang menyesatkan. Ibunya, St. Monika membantunya dengan kasih sebagai seorang ibu namun butuh proses yang lama. Ia mengakui di dalam bukunya yang terkenal “Pengakuan” bahwa ia terlambat mencintai Tuhan. Pertobatan Agustinus merupakan model pertobatan radikal mirip dengan pertobatan St.Paulus di dalam Kisah Para Rasul. Artinya, sekali ia memilih dan mengikuti Kristus maka itu berlaku selama-lamanya.

Kita kembali ke bacaan-bacaan liturgi kita pada hari ini. Penginjil Matius melanjutkan kisah tentang kecaman-kecaman yang dibuat oleh Yesus terhadap para ahli Taurat dan kaum Farisi di bab ke-23 ini. Untuk memahami perikop kita hari ini, saya coba mengingatkan kita semua agar sebaiknya kita memahaminya secara global. Hal pertama yang kiranya perlu dikoreksi Yesus adalah kemunafikan kedua kelompok  Yahudi  yang menduduki “Kursi Musa”. Mereka mengklaim diri sebagai rabi, bapa dan pemimpin. Ya, harus diakui bahwa pengajaran mereka sangat bagus karena berdasarkan Taurat Musa tetapi perbuatan-perbuatan mereka jauh dari Wajah Tuhan. Oleh karena itu Yesus membuka pikiran para muridNya untuk tidak berlaku demikian. Mereka dianjurkan Yesus untuk mengikuti pengajaran mereka dan bukan perbuatan mereka. Para murid juga diharapkan untuk menjadi pelayan yang baik dan rendah hati (23:1-12).

Setelah menghimbau para muridNya, Yesus melanjutkan dengan kecaman-kecaman terhadap para ahli Taurat dan kaum Farisi. Kecaman-kecaman ini dapat kita baca pada 23:13-36. Ada tujuh kecaman yang diucapkan Yesus yaitu:

Ayat 13
Ayat 15
Ayat 16-22
Ayat 23-24
Ayat 25-26
Ayat 27-28
Ayat 29-30

Nah, perikop kita hari ini termasuk pada kecaman nomor 4 dan 5.

Untuk kecaman ke-4 pada ayat 23 dan 24, Yesus mengatakan bahwa celaka bagi para Ahli Taurat dan orang-orang Farisi karena persepuluhan dibayar tetapi hal utama yaitu keadilan, belas kasihan dan kesetiaan diabaikan. Penghayatan mereka akan hukum Taurat hanya pada level eksternal sedangkan inti terpentingnya tidak dihayati yaitu tiga nilai atau triade moral yakni keadilan (relasi dengan sesama), Belas kasihan (mengikuti kehendak ilahi atau hesed), kesetiaan (berpegang teguh pada janji seperti yang dibuat Tuhan dengan kebenaran (emet) sejati. Kesetiaan (fidelity) juga berhubungan dengan iman kepada Allah. Tentang keadilan, di dalam Kitab Perjanjian Lama, kita dapat menemukannya dalam Amos 5:24; Hosea 4:1-2. Nah, ini boleh juga disebut triade yang meringkasi seluruh hukum Taurat. Ketiga hal ini sangat peting dalam membangun relasi yang baik dengan sesama.

Kecaman ke-5 yaitu pada ayat 25-26. Yesus mengatakan bahwa celaka bagi para ahli Taurat dan kaum Farisi karena mereka membersihkan bagian luar cawan dan pinggan saja. Ini adalah kecaman terhadap kemunafikan mereka yang lebih memprioritaskan urusan lahiria belaka dengan ketakutan bahwa kalau mereka tidak berhati-hati maka mereka akan terkontaminasi dengan hal-hal yang kotor, padahal di dalam hati mereka juga kotor. Jadi di luar diri mereka kelihatan bagus, bersih dan rapi tetapi bagian dalamnya kotor! Mengapa? Karena semua yang mereka makan dan minum juga berupa rampasan dan kerakusan. Jadi bagi Yesus, hal yang terpenting adalah kemurnian hati.

Apa yang harus kita lakukan? Yesus di alam bacaan Injil meminta kita untuk bermetanoia. Ada semangat untuk mengubah kiblat hidup sebagai pengikut Kristus dengan menjaga kemurnian hati kita. Hidup kita akan lebih berarti bukan karena penampilan cashing diri kita tapi yang terpenting adalah jati diri kita. Maka hendaknya hidup kita disokong oleh triade ini: keadilan, belas kasih dan kesetiaan!

St. Paulus dalam bacaan pertama, mengingatkan kita untuk tidak disesatkan oleh orang karena Tuhan Allah telah memilih untuk menyelamatkan kita dalam Roh dan kebenaran. Dengan menerima Injil berarti menerima kemuliaan Yesus Kristus. Dengan menerima Kristus maka diharapkan kita berdiri teguh dan berpegang pada ajaran-ajaran Tuhan serta tradisi tertulis dan lisan dari para rasul. Dengan sikap bathin seperti ini kita boleh layak menanti kedatangan Tuhan dan kemuliaanNya.

Doa: Tuhan, bantulah kami untuk bersikap adil terhadap sesama. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply