Homili Hari Minggu Biasa ke-XXII/B

Hari Minggu Biasa ke-XXII/B
Ul 4: 1-2.6-8
Mzm 25:2-3a.3cd-4ab.5
Yak 1:17-18.21b-22.27
Mrk 7:1-8.14-15.21-23

Jadilah Pelaku Firman Yang Baik!

Fr. JohnHari ini kita memasuki Hari Minggu Biasa Pekan ke-XXII/A, bertepatan dengan pembukaan bulan Kitab Suci Nasional. Setelah Konsili Vatikan II, Gereja mencoba membumikan Konstitusi Dogmatis “Dei Verbum” maka di mana-mana dibuat gerakan untuk membaca dan merenungkan Kitab Suci. Dari situ muncullah metode-metode sharing Kitab Suci. Belakangan ini gereja berusaha menghidupkan kembali Lectio Divina. Semua ini bertujuan agar gereja sebagai Umat beriman dapat akrab dan mencintai Sabda Tuhan. Dalam prolog komentar Kitab nabi Yesaya, St. Hironimus menulis, “Penyangkalan terhadap Kitab Suci adalah penyangkalan terhadap Kristus”. Maka membaca, mendengar, merenungkan dan melakukan Firman Tuhan dalam hidup yang nyata adalah sebuah panggilan di dalam Gereja.

Di Indonesia, terjadi sebuah gerakan bernuansa ekumenis untuk membumikan Kitab Suci. Nuansa ekumenis yang dimaksud adalah adanya kerjasama Lembaga Alkitab Indonesia (Gereja Kristen) dan Lembaga Biblika Indonesia (Katolik) untuk menerjemahkan Kitab Suci ke dalam Bahasa Indonesia. Pada tahun 1976 diterbitkan Kitab Suci Edisi lengkap dalam Bahasa Indonesia. Pada tahun 1977, dimulailah gerakan dari para Bapa Uskup untuk membumikan Kitab Suci di Indonesia. Maka ditetapkanlah Bulan September sebagai bulan Kitab Suci Nasional hingga saat ini. Apa yang di lakukan selama Bulan Kitab Suci Nasional? Biasanya ada pendalaman Kitab Suci di lingkungan dan wilayah-wilayah dengan menggunakan metode sharing Kitab Suci atau Lectio Divina.

Sabda Tuhan pada hari Minggu ini membantu kita untuk memiliki rasa cinta kepada Sabda Tuhan. Dalam Bacaan Pertama, Musa menegaskan kepada umat Isarel, “Hai orang Israel, dengarlah ketetapan dan peraturan yang kuajarkan kepadamu untuk dilakukan supaya kamu hidup dan memasuki serta menduduki negeri yang diberikan kepadamu oleh Tuhan. Jangan kamu menambahi apa yang kuperintahkan kepadamu, yang kusampaikan kepadamu. Lakukanlah dengan setia sebab itu yang menjadi kebijaksanaanmu dan akal budimu di mata bangsa-bangsa.” (Ul 4:1.6). Di sini Musa kiranya mengharapkan agar semua peraturan dan ketetapan dari Tuhan dilaksanakan secara murni dan berkualitas.

Selanjutnya Tuhan Yesus di dalam Bacaan Injil memberi kritik tajam kepada orang-orang Farisi dan para ahli Taurat bahwa mereka hanya berpegang teguh pada adat istiadat manusia saja. Hal yang memicu kritikan Yesus ini adalah karena adat kebiasaan ditonjolkan sehingga rasa cinta kasih, keadilan dan kebenaran memudar bahkan nyaris ditiadakan. martabat manusia tidak dijunjung. Kasus yang sedang dihadapi adalah para murid Yesus makan tanpa mencuci tangannya. Tentu saja bagi orang Farisi, hal ini sebuah skandal. Kebiasaan yang mereka miliki adalah membersihkan tubuh, alat makan dan minum. Sebagai orang yang teguh dalam hidup beragama maka mereka coba membandingkan diri dengan para murid Yesus, khusus dalam hal mencuci tangan sebelum makan.

Mereka bertanya kepada Yesus, “Mengapa murid-muridMu tidak hidup menurut adat istiadat nenek moyang kita, tetapi makan dengan tangan najis”. Yesus menjawab mereka, “Benarlah nubuat nabi Yesaya tentang kamu hai orang-orang munafik! Ada tertulis: Bangsa ini memuliakan aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari padaKu.Percuma mereka beribadah kepadaKu sedangkan ajaran yang mereka ajarkan adalah perintah manusia. Perintah Allah diabaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia”. Kata-kata Yesus ini membuat kita bertumbuhan sebagai orang-orang benar. Artinya setiap kali kita berdoa dan memuji Tuhan maka akal budi kita hendaknya sinkron dengan hati kita. Pada akhir perikop ini, Yesus mengatakan bahwa bukan hal yang masuk dari luar itu menajiskan melainkan hal yang keluar dari dalam diri orang tersebut. Mengapa? Yesus berkata, “Sebab dari dalam diri seseorang muncul segala pikiran yang jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan dan kebebalan”. Ya, semua yang jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang.

Lalu apa yang harus kita lakukan?

Hal pokok yang dapat ditemukan dari ketiga bacaan di atas adalah Pertama, Pertobatan bathin atau metanoia. Orang perlu sekali lagi bermetanoia, mengubah kiblat hidupnya hanya kepada Tuhan. Kedua, menjadi pelaku Firman. Santu Yakobus dalam bacaan kedua mengharapkan agar kita semua dapat menjadi pelaku Firman. Jadi Firman Tuhan tidak hanya menjadi kata atau Sabda (logos) yang didengar. Kita tidak berhenti melainkan melaksanakannya di dalam hidup. Ketiga, Perbuatan-perbuatan kasih seperti mengunjungi anak-anak yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan merupakan wujud konkret seorang pelaku Firman.

Firman Tuhan harus sungguh menjadi daging dan tinggal di antara kita (Yoh 1:14). Firman Tuhan menjadi nyata dalam perbuatan kasih. Maka seorang pelaku Firman yang baik akan bertindak dalam kasih. Dia juga bijaksana: “Jadi, jika setiap orang mendengar perkataanKu ini dan melakukannya, ia sama dengan orang bijaksana yang mendirikan rumah di atas batu” (Mat 7:24). Meskipun badai datang menggoncangnya rumah itu tetap akan berdiri kokoh. Terimalah dengan lemah-lembut Firman yang tertanam dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu. Jadilah pelaku-pelaku Firman yang baik.

Doa: Tuhan, Terima kasih karena FirmanMu telah menguatkan kami. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply