Renungan 12 September 2012

Hari Rabu, Pekan Biasa XXIII

1Kor 7:25-31
Mzm 45:11-12.14-15.16-17
Luk 6:20-26
Dunia akan berlalu
Ada seorang bapa yang selalu menolong orang lain. Banyak orang mengakuinya sebagai pribadi yang murah hati dan memang dia melakukan semuanya dengan tulus. Pada suatu hari ia di wawancarai oleh sebuah stasiun radio katolik. Jurnalis radio bertanya kepadanya alasan mengapa ia selalu bermurah hati. Dengan tenang ia memberi dua alasan. Pertama, dia selalu merasa bahwa setiap hari adalah hari terakhir baginya. Oleh karena itu ia berbuat baik supaya pada harinya nanti ia dapat bersatu dengan sumber segala kebaikan yaitu Tuhan. Kedua, ia memiliki prinsip bahwa semua barang di dunia ini fana, dunia akan berlalu dan semuanya tidak akan ikut dikuburkan bersamanya pada saat ia meninggal. 
Saya mengingat sharingnya ini terutama ketika ia mengatakan bahwa dunia ini akan berlalu. St. Paulus sebetulnya sudah menyadari semuanya ini dan mencoba membangun kesadaran baru kepada jemaat di Korintus. Bagi Paulus, setiap orang memiliki pilihan hidup dan hendaknya ia memiliki komitmen dalam pilihan itu. Misalnya, jika seorang menikah hendaknya ia tetap pada komitmen sebagai orang yang menikah jadi tidak mengusahakan perceraian. Jika seorang tidak menikah hendaknya ia tetap pada status tidak menikah. Dia jangan mencari seorang untuk menjadi pasangannya, meskipun hal ini tidak menyebabkan dosa tetapi akan menimbulkan keusahan badani pada dirinya. 
Pasti kita bertanya mengapa Paulus dapat mengungkapkan pernyataannya ini? Paulus melihat bahwa “waktunya singkat”. Maka orang harus berprinsip carpe diem. Orang harus berusaha untuk meraih hari ini dengan sempurna dan tidak terikat pada segala yang ada di atas dunia ini. Memang dunia ini sifatnya sementara dan akan berlalu. Maka mereka yang beristeri seolah-olah tidak beristeri, yang menangis seolah-olah tidak menangis, yang bergembira seolah-olah tidak bergembira, yang membeli seolah-olah tidak memiliki yang dibeli. Semua orang yang mempergunakan barang duniawi seolah-olah tidak mempergunakannya.
Paulus sebetulnya mau menjelaskan pentingnya hidup kristiani dalam terang misteri paskah. Kalau kita merenungkan peristiwa paskah, ada pengalaman-pengalaman seperti ini: ada suka dan duka dalam hidup. Yesus sendiri menderita sampai wafat di salib sehingga mendatangkan keselamatan. Demikian juga pengalaman-pengalaman hidup yang keras perlu dilewati untuk mencapai kebahagiaan sejati. Paskah juga memberi kepada kita hidup baru. Hidup yang lama beralu, dan semua orang dibaharui dalam Kristus. Maka hidup baru ini harus dialami sekarang, “seolah-olah” hidup baru itu sedang diperoleh.
Hidup baru dalam terang paskah dipahami dalam konteks suatu kebahagiaan sempurna. Bacaan Injil hari ini mengisahkan bagaimana Tuhan Yesus menyapa orang-orang yang miskin, lapar, menangis, yang dibenci, dikucilkan, dicela serta ditolak sebagai orang yang bahagia. Mengapa orang-orang yang masuk kategori ini disapa dan diteguhkan Yesus sebagai orang bahagia? Orang-orang yang miskin dalam hidupnya hanya akan berharap pada Tuhan. Merekalah kaum anawim maka tepatlah kata Yesus bahwa merekalah yang empunya Kerajaan Surga. Orang-orang lapar berharap pada Allah akan mengalami kepuasan. Orang yang menangis saat ini karena menderita akan tertawa. Orang-orang yang menderita karena Yesus akan bersukacita dan bergembira. Jadi disini Lukas menekankan bagaimana orang hendaknya punya orientasi hidup yang jelas yakni kebahagaan. Dunia akan berlalu maka carpe diem! Isilah dunia ini dengan kebaikan-kebaikan untuk mendapat kebahagiaan kelak.
Yesus juga mengecam orang-orang yang kaya karena dimana ada kekayaannya di situ hatinya juga berada. Orang mendewakan segala harta kekayaan dan lupa sang penciptanya. Orang lupa diri padahal semuanya ini akan berlalu. Orang  yang kenyang dikecam karena mendewakan perut mereka. Segala kenikmatan dirasakan sebagai segalanya dan lupa untuk berbagi. Orang yang tertawa juga dikecam Yesus. Mereka tertawa di atas penderitaan sesama. Duka dan tangisan menantikan mereka. Celakalah mereka yang gila hormat, ingin dipuji atau memuji diri. Orang-orang seperti ini sombong dan tidak layak untuk Tuhan. Mereka sama dengan para nabi palsu yang bernubuat atas nama dirinya sendiri.
Sabda bahagia versi penginjil Lukas ini membuat kita semakin fokus pada Tuhan. Dunia ini akan berlalu dan tidak memberikan kita kebahagiaan kekal. Kebahagiaan kekal justru ditemukan di dalam diri Tuhan sendiri. Itu sebabnya orang-orang yang mengandalkan Tuhan seperti kaum papa dan miskin, yang lapar, yang menangis dan dianiaya akan memperoleh kebagiaan kekal. Sebaliknya orang yang mengandalkan dunia akan mengalami kemalangan. Nah, mari kita menerima Yesus sebagai kekayaan kita yang paling berharga.
Doa: Tuhan, terima kasih, Engkau menyadarkan kami hari ini untuk mengandalkan diriMu sebagai Tuhan dan Allah kami. Amen
PJSDB
Leave a Reply

Leave a Reply