Pesta Taktha St. Petrus
1Ptr 5:1-4
Mzm 23:1-3a.3b-4.5.6
Mat 16:13-19
Takhta adalah tempat duduk sang Pelayan
Hari ini seluruh Gereja Katolik merayakan Pesta Takhta St. Petrus. Orang-orang Romawi kuno memiliki kebiasaan mengenang orang-orang yang sudah meninggal dunia. Mereka suka berkumpul di pekuburan, makan dan minum layaknya sebuah pesta yang meriah. Pada kesempatan itu mereka meletakkan sebuah kursi di tengah-tengah dan kursi itu tidak diduduki orang karena di khususkan bagi arwah yang mereka peringati. Kursi menjadi tanda kehadiran orang yang sudah meninggal dalam perjamuan tersebut. Pada abad keempat kebiasaan orang Romawi kuno ini diadopsi dan masuk dalam liturgi Gereja. Gereja menghormati sebuah kursi atau takhta atau “Cathedra” sebagai simbol kehadiran rohani Petrus, kepala Gereja di Roma. Dalam dokumen Depositio Martyrum, tahun 354 memperingati “Natale Petri de Cathdera” atau Takhta santo Petrus setiap tanggal 22 Februari.
Kita sering mendengar nama Gereja katedral. Kata katedral berasal dari bahasa Latin Cathedra, bahasa Yunani kathedra (καθέδρα) yang berarti kursi atau takhta di mana pemimpin gereja duduk sebagai gembala untuk melayani. Kadang-kadang istilah ini dihubungkan dengan bangunan gereja sebagai gereja induk karena di gereja tersebut terdapat takhta uskup. Ini yang dikenal oleh kalangan umum Gereja Katedral. Setiap keuskupan memiliki Gereja Katedral. Tentang cathedra kita mengenal cathedra untuk Paus disebut Takhta Suci, pimpinan Gereja universal. Cathedra untuk uskup sebagai pimpinan gereja lokal. Takhta atau cathetdra tidak dipahami harafia sebagai kursi atau tempat duduk tetapi berarti kursi khusus untuk seorang pemimpin yang melayani. Paus dan uskup duduk di cathedra untuk melayani atau bertindak sebagai gembala.
Pada tanggal 11 Februari yang lalu Bapa Suci Benediktus XVI mengumumkan pengunduran dirinya sebagai pimpinan Gereja universal. Berita ini tentu mengagetkan banyak orang terutama seluruh umat katolik. Pada tanggal 28 Februari, pukul 20.00 waktu Italia, Paus secara resmi mengundurkan diri. Saat kekosongan takhta suci disebut “sede vacante” sambil menunggu conclave di mana Paus baru akan dipilih oleh para kardinal. Inilah petikan pengunduran diri Paus Bendiktus ke XVI:
“Saya sudah memanggil Anda ke konsistori ini, bukan hanya untuk tiga kanonisasi (penetapan orang suci), namun juga untuk mengkomunikasikan kepada Anda sebuah keputusan yang memiliki kepentingan besar bagi kehidupan gereja. Setelah berulang kali merenungkan keyakinan di depan Tuhan, saya sampai pada keputusan bahwa kekuatan saya, karena usia yang lanjut, tidak tepat lagi untuk melaksanakan secara memadai Pelayanan Santo Petrus.
Saya sadar bahwa kepemimpinan itu, karena amat penting dalam kehidupan spiritual, harus dilaksanakan bukan hanya dengan kata dan perbuatan, namun juga dengan doa dan penderitaan. Bagaimanapun, dalam kehidupan dunia saat ini, karena demikian banyaknya perubahan yang cepat dan guncangan atas relevansi mendalam atas keyakinan dalam kehidupan, demi mengarahkan perahu Santo Petrus dan menyerukan injil, kekuatan tubuh dan pikiran diperlukan, kekuatan yang dalam beberapa bulan belakangan memburuk, sehingga mencapai tingkat bahwa saya harus mengakui ketidakmampuan saya secara cukup untuk memenuhi pelayanan yang dipercayakan kepada saya.
Dengan alasan itu, dan kesadaran atas keseriusan dari tindakan itu, dengan penuh kebebasan saya menyatakan meninggalkan pelayanan Uskup Roma, Penerus Santo Petrus, yang dipercayakan kepada saya oleh para Kardinal pada 19 April 2005, dengan cara bahwa mulai 28 Februari 2013 pada pukul 20.00, Tahta Roma, Tahta Santo Petrus akan kosong dan sidang untuk memilih Paus Agung akan dipanggil oleh yang berkompeten untuk itu.”
Mundurnya Paus Benediktus yang selama ini menjadi pengganti St. Petrus mengundang reaksi banyak orang. Ada yang menyesal karena tokoh dunia ini mundur tetapi ada juga yang mengeluarkan issue yang murah bahwa Paus Benediktus mundur karena ia sudah menjadi mualaf. Tentu issue ini murah dan bisa menyesatkan banyak orang, padahal tidak sesuai dengan kenyataan. Ini tanda bahwa iblis sedang bekerja merong-rong gereja maka hendaknya setiap orang percaya mendoakan Gereja Katolik yang dipimpin oleh Bapa Suci. Umat katolik juga diharapkan tidak terpancing oleh issue-issue murahan tersebut.
Petrus dalam bacaan pertama menekankan pentingnya tugas dan tanggung jawab orang yang duduk di takhta. Para pempimpin gereja bukan pemimpin politik tetapi seorang yang memimpin secara rohani. Dia lebih merupakan seorang gembala yang menggembalakan kawanan domba dengan kebaikan hati. Inilah nasihat Petrus: “Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada pada kalian, jangan dengan memaksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah dan jangan karena mau mencari untung, tetapi karena pengabdian diri. Janganlah kalian berbuat seolah-olah kalian mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepada kalian, tetapi hendaklah kalian menjadi teladan bagi kawanan domba itu”
Tuhan Yesus dalam Injil mengatakan dengan tegas bahwa Ia mendirikan GerejaNya di atas wadas: “Engkaulah Petrus, dan di atas batu karang ini akan Kudirikan GerejaKu, dan alam maut takkan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci kerajaan Surga, dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di surga.” Perkatan Yesus ini berawal dari pengakuan iman Petrus. Iman kepada Kristus menjadi dasar yang kokoh untuk bersatu dengan Kristus.
Menyimak kata-kata Petrus ini, kita harus percaya bahwa Gereja didirikan oleh Yesus Tuhan kita. Orang-orang yang mengikuti Yesus adalah orang berdosa tetapi Gereja didirikan oleh Tuhan yang kudus maka Ia akan menguduskan GerejaNya. Ada badai di dalam Gereja adalah hal yang wajar karena manusia itu lemah, tetapi Tuhan akan senantiasa menguatkannya. Yesus berkata, “alam maut takkan menguasainya”. Oleh karena itu issue murahan yang beredar tidak akan menghancurkan gereja. Paus Bendediktus XVI mundur, akan diganti oleh pengganti lain yang melayani gereja atas nama Kristus sendiri.
Doa: Tuhan, semoga Engkau senantiasa menguatkan GerejaMu. Amen
PJSDB