Homili Hari Minggu Biasa XVI/C – 2013

Hari Minggu Biasa XVI/C

Kej 18:1-10a
Mzm 15:2-3a.3cd-4ab.5
Kol 1:24-28
Luk 10:38-42
Memilih Bagian yang Terbaik

Ada seorang pemuda yang datang ke pastoran untuk berbicara dengan saya. Ia merasa sedih dan iri hati kalau melihat teman-temannya begitu akrab dengann orang tua mereka. Padahal secara ekonomis, mereka lebih sederhana daripada keluarganya. Ayah dan ibunya masing-masing merupakan orang nomor satu dari perusahaan masing-masing. Mereka berdua tanpa sadar sedang bersaing, terutama kiranya perusahaan siapa yang lebih berkembang dan meraup keuntungan yang banyak. Pasutri ini akhirnya tenggelam dalam kerja dan duit sehingga lupa mengurus putra tunggal mereka. Pasutri ini jarang memiliki waktu untuk tinggal bersama putra mereka. Boleh dikatakan bahwa putra mereka seperti proyek yang harus diurus bukan manusia yang membutuhkan kasih sayang. Ia diberi uang, gadget terbaru, mobil. Orang tua berpikir bahwa itu adalah tanda kasih dan pelayanan mereka. Masalahnya adalah anak ini tidak merasakan kehadiran orang tuanya. Anak ini merasa di dunia yang sempit, tidak memiliki kebebasan sejati sehingga dampaknya adalah mencari perhatian dan kasih sayang kepada orang lain. Ia tidak akrab dengan orang tua sendiri tetapi dengan orang lain. Ia juga beberapa kali harus berurusan di sekolah karena suka membangkang. Kesibukan mencari harta duniawi, memberi uang, gadget, mobil bukanlah jaminan untuk membahagiakan sesama. Hal yang terpenting adalah kehadiran yang terus menerus di dalam diri  sesama.

Penginjil Lukas hari ini melaporkan bahwa Yesus sedang mengunjungi para sahabatNya yakni Marta dan Maria. Kedua wanita ini memiliki saudara bernama Lazarus. Mereka tinggal di Bethania. Setiap kali berkunjung ke Yerusalem, Yesus dan para muridNya pasti mengunjungi mereka. Marta dan Maria adalah dua pribadi yang berbeda satu sama lain. Marta dalam bahasa Aram berarti “Nyonya rumah” menerima Yesus dan para muridNya di rumahnya dan sibuk melayani mereka. Maria saudaranya tetap duduk di dekat kaki Tuhan dan terus mendengar perkataanNya. Sikap Maria ini membuat Marta mencari perhatian Yesus untuk menegur Maria. Marta tentu berpikir bahwa Sikap Maria itu tidak tepat sebagai wanita Yahudi yang duduk dekat kaki Yesus seolah-olah seorang murid. Maria harus melayani seperti dirinya. Maka terjadilah tegur menegur di antara mereka. Marta mendekati Yesus dan menegurNya karena tidak memperhatikan kepincangan dalam pelayanan sehingga Yesus diminta untuk menegur Maria. Yesus tidak menegur Maria tetapi justru memujinya karena memilih untuk melakukan hal yang paling penting yakni mendengar semua perkataan Yesus. Yesus juga menegur kembali Marta yang sibuk dan khawatir dan menyusahkan diri dengan banyak hal yang tidak perlu.

Kisah Injil ini memang menarik perhatian kita. Yesus sedang dalam perjalanan ke Yerusalem (Luk 9:51-19:27). Pada mulanya Yesus tidak diterima dalam desa-desa orang Samaria. Kini Yesus dan para muridNya diterima di rumah Marta. Kisah ini juga kiranya tepat penempatannya setelah kisah orang Samaria yang baik hati yang menunjukkan kasih kepada sesama dan sekarang sikap Maria ditonjolkan untuk menerangkan kasih kepada Tuhan dengan mendengar setiap perkataanNya. Cinta kasih kepada Tuhan yang dikenal dari Kitab Ulangan dihubungkan dengan kemampuan untuk melakukan perintah-perintah Tuhan (Ul 6:6-9) dan mentaatinya. Tentu saja kasih kepada Tuhan bukanlah perasaan kasih melainkan menjadi nyata dalam mendengarkan dan melakukan kehendak Tuhan (Luk 6:47; 8:21; 11:28).

Para nabi di dalam Kitab Perjanjian Lama juga memiliki pandangan yang sama dengan Yesus dalam hal mengasihi Allah. Mengasihi Allah tidaklah diukur dari banyaknya kurban bakaran dan indahnya altar kurban tetapi ketaatan pada kehendakNya sebagai satu-satunya Tuhan dan Allah. Maka bukanlah jumlah materi atau kegiatan kultis yang menjadi prioritas melainkan  perhatian yang mendalam untuk penyataan diri Tuhan. Bagian terbaik bagi seorang pengikuti Kristus adalah mendengar Sabda sebelum Sabda itu dapat di simpan di dalam hati, dipelihara dan dilakukan (Luk 2:19; 8:15; 11:28).

Kisah Injil pada hari ini menarik perhatian kita karena ditulis bersambungan dengan kisah orang Samaria yang baik hati. Kisah orang Samaria yang baik hati menegaskan kepada kita bagaimana menjadi sesama yang baik bukan siapakah sesamaku manusia. Kisah ini juga sudah menekankan kepada kita sebuah pesan kemanusiaan yang jelas yakni kita dapatlah dikatakan orang yang baik kalau kita dapat melakukan sebuah perbuatan baik kepada sesama manusia. Supaya tindakan kita itu tetap baik dan menjadi sebuah tindakan yang bijaksana maka kita butuh waktu untuk hening, saat doa, saat untuk berhubungan dengan dunia bathin kita serta terbuka pada keintiman dengan mendengarkan dunia bathin orang lain.

Persekutuan dengan Allah merupakan sebuah cita-cita orang beriman. Di dalam bacaan pertama, kita mendengar kisah Abraham, seorang gembala dan pengembara. Pada suatu kesempatan ia menerima kehadiran tiga tamunya di dekat kemahnya. Abraham menujukkan keterbukaan hatinya untuk menyiapkan hidangan bagi para tamunya. Para tamu yang singgah dikemahnya dilayani dengan baik. Sikap “suka menerima tamu” dari Abraham membuahkan sukacita besar. Sara, istrinya yang dikatakan mandul dapat memberi Abraham seorang putra di hari tuannya. Luar biasa Tuhan kita. Ia mengajar kita hari ini untuk bermurah hati, berbelas kasih seperti diriNya sendiri.

Belaskasih Tuhan menjadi sempurna dalam diri Yesus Kristus. Dialah harapan manusia. Paulus dalam bacaan kedua kepada jemaat di Kolose mengungkapkan sukacitanya karena ia boleh menderita bagi Gereja, dalam hal ini jemaat dan menggenapkan di dalam dagingnya semua penderitaan  Kristus bagi jemaat. Belaskasih Tuhan ini mengandaikan pengorbanan diri dalam melayani. Paulus lalu mengajak kita semua untuk memfokuskan perhatian kepada Kristus yang ia layani dan berada di tengah-tengah kita. Dialah harapan akan kemuliaan. Semua orang diarahkan untuk menjadi sempurna di dalam Kristus.

Tuhan luar biasa. Hari ini Ia mengatakan kepada kita untuk memilih, satu hal yang perlu saja yang memang merupakan bagian terbaik yakni mendengar setiap perkataan Tuhan. Seperti Maria dalam Injil, kita juga mengambil sikap sebagai seorang murid untuk duduk di dekat kaki Yesus dan mendengar semua perkataanNya. Dengan mendengar semua perkataanNya kita mampu mengalami Allah di dalam hidup, kita menjadi satu komunitas persekutuan, kita juga menjadi rasul-rasul Sabda.

Di samping itu kita juga diajak untuk tekun berdoa. Berbincang dengan Tuhan berarti berdoa. Kadang-kadang kehidupan doa dipengaruhi oleh pengalaman keseharian manusia. Misalnya, banyak orang masih merasa bahwa doa adalah saat membuang waktu karena tidak dapat menghasilkan apa-apa. Tetapi ada juga orang yang mengatakan bahwa doa adalah kesempatan memaksa Allah untuk berada di pihak kita. DukunganNya, dengan segala kuasaNya disebut dalam doa untuk memastkan bahwa semua usaha mereka berjalan dengan baik dan berhasil.

Doa: Tuhan, bantulah kami untuk mendengar sabdaMu dan menghayatinya dalam hidup setiap hari. Amen

PJSDB
Leave a Reply

Leave a Reply