Homili 24 Februari 2014

Hari Senin, Minggu Biasa VII

Yak 3:13-18;

Mzm 19:8,9,10,15;

Mrk 9:14-29.

 

Membangun Relasi Yang Baik

Fr. JohnDalam Rekoleksi keluarga di sebuah lingkungan, saya meminta para pasutri untuk memberi kesaksian tentang kehidupan di dalam keluarganya setiap hari. Seorang bapa memberi kesaksian ini: “Saya memiliki kesibukan setiap hari sebagai seorang pekerja di perusahan milik orang. Jarak rumah dan tempat kerja sangat jauh. Factor penghalang lain berupa kemacetan ibu kota membuat saya pandai membagi waktu untuk bekerja dan keluarga. Saya berniat agar setiap hari selalu berkomunikasi langsung dengan istri dan anak-anak saya. Saya berusaha dan merasa bahwa ini butuh pengorbanan diri yang besar.” Kesaksian ini memang sangat sederhana  tetapi membuktikan bagaimana seorang suami, seorang ayah berusaha untuk tetap membangun relasi yang baik di dalam keluarga. Komunikasi langsung, sapaan-sapaan kecil kepada istri dan anak secara langsung memiliki power untuk mempersatukan setiap pribadi.

Membangun relasi yang baik membutuhkan pengorbanan diri. Orang harus rendah hati dan pandai membagi waktu untuk berkomunikasi satu sama lain di dalam keluarga. Di dalam komunitas hidup religious juga ada banyak perjuangan untuk membangun relasi yang baik melalui komunikasi dan koreksi persaudaraan. Semua usaha dan pengorbanan diri akan turut mengikat tali persaudaraan satu sama lain.

St. Yakobus dalam bacaan Kitab Suci hari ini mengatakan bahwa hikmat itu lahir dari sikap yang lemah lembut. Ia membedakan dua macam hikmat dalam hidup manusia. Pertama, hikmat duniawi. Hikmat duniawi itu berasal dari nafsu manusia dan setan-setan. Hikmat duniawi ini biasanya ditunjukkan dalam perbuatan-perbuatan jahat, iri hati dan mementingkan diri sendiri. Hikmat duniawi ini tentu tidak berguna dalam membangun relasi antar pribadi. Kedua, Hikmat dari atas atau dari Tuhan. Ciri khas hikmat dari atas adalah murni, pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik. Buah-buah ini akan menghasilkan kedamaian. Hikmat yang dari atas haruslah ditunjukkan di dalam perbuatan-perbuatan nyata. Himat-hikmat dari atas harus menghasilkan buah rohani bagi banyak orang.

Tentu saja untuk membangun relasi antar pribadi kita tidak dapat membangunnya di atas hikmat duniawi. Sebuah keluarga yang dibangun di atas hikmat duniawi akan menuju kepada kehancuran. Suami dan istri tidak bisa menjadi egois di depan anak-anak. Sebuah komunitas religious penuh dengan anggota yang saling iri hati tidak akan mencapai sebuah persaudaraan sejati yang baik.Hikmat duniawi hanya didukung oleh nafsu manusia dan kuasa setan. Apakah kita harus bertahan dalam hikmat duniawi itu? Tentu saja tidak perlu! Kita adalah anak-anak terang dan kita butuh hikmat dari atas yakni dari Tuhan sendiri. Hikmat dari atas akan mempersatukan setiap pribadi dan mereka bertumbuh dalam kasih dan kedamaian. Mengapa? Karena semua kebajikan itu berasal dari Tuhan sendiri: murni, pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasih, tidak memihak dan tidak munafik. Andaikan saja kebajikan-kebajikan ini dijalankan dengan baik maka relasi antar pribadi juga akan menjadi sempurna. Tuhan turut bekerja untuk memperkuat relasi antar pribadi manusia.

Apa yang harus kita lakukan supaya relasi antar pribadi itu tetap utuh? Sebagaimana dikatakan di atas bahwa hikmat duniawi itu berisi kejahatan-kejahatan tertentu, nafsu-nafsu manusiawi juga kuasa setan-setan. Setan bisa saja bekerja dan memutuskan relasi antar pribadi manusia seperti seorang anak yang kerasukan setan sehingga menjadi bisu dalam bacaan Injil hari ini. Akibatnya ia tidak bisa berkomunikasi dan berelasi dengan sesamanya. Para murid Yesus diminta untuk menyembuhkannya tetapi mereka tidak mampu. Bagi Yesus, ketidakmampuan itu disebabkan karena mereka tidak berdoa. Mereka mungkin masih mengandalkan dirinya sendiri. Doa itu nafas hidup manusia.

Kadang-kadang kita lupa mendoakan keluarga dan komunitas. Kadang kita lalai mendoakan anggota-anggota keluarga dan komunitas. Mungkin kita berpikir bahwa setiap hari orang itu ada bersama kita maka tidak perlu didoakan. Doa itu meneguhkan setiap hati. Doa itu membantu kita semua untuk senantiasa mengarahkan hati dan pikiran kepada Tuhan sehingga dapat bebas dari belenggu dan hikmat duniawi. Doa itu membantu kita untuk tidak membisu dalam berelasi. Doa membantu kita untuk dapat membangun relasi dengan berkomunikasi satu sama lain. Kita dapat berelasi dengan Tuhan dan sesama melalui doa tanpa henti. Bagaimana kehidupan doamu?

Doa: Tuhan, bantulah kami untuk selalu tekun dalam doa dan luputkanlah kami dari hikmat duniawi yang merajalela. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply