Homili 24 Oktober 2014

Hari Jumat, Pekan Biasa XXIX
Ef 4:1-6
Mzm 24:1-2.3-4ab.5-6
Luk 12:54-59

Sebab itu aku menasihati kamu…

Fr. JohnAda seorang ayah yang meninggalkan kesan-kesan mendalam bagi anak-anaknya. Ia menciptkan saat-saat istimewa terutama makan bersama untuk memberi nasihat kepada anak-anaknya. Ia mengatakan bahwa segala sesuatu yang disampaikannya sebagai nasihat-nasihat itu kiranya menjadi seperti bumbu untuk menyedapkan makanan yang sedang dikunya dimulut, ditelan dan dicerna dengan baik. Pengalaman yang baik ini diceritakan salah seorang anaknya ketika memperingati seribu hari kematian sang ayah. Baginya, ayahnya sudah meninggal dunia tetapi semua nasihatnya tetap menjadi harta yang sangat bernilai bagi semua keturunannya.

Ini adalah sebuah kenangan indah seorang anak tentang ayahnya. Ketika membaca Kitab Suci, kita juga menemukan kenangan-kenangan indah antara manusia dan Tuhan. Para nabi selalu berkata: “Tuhan bersabda…” atau “Demikianlah Firman Tuhan”. Kata-kata seperti ini menandakan kedekatan antara manusia dan Tuhan. Tuhan tidak kelihatan namun kehadiranNya bisa dirasakan dalam pengalaman keseharian. Hal ini mirip juga dengan pengalaman kebersamaan dengan orang tua atau saudara-saudari di sekitar kita. Nasihat dan perkataan mereka tetap dikenang sepanjang hayat meskipun mereka sudah meninggal dunia.

St. Paulus memiliki pengalaman yang unik dengan jemaat di Efesus. Ia sebagai penginjil menasihati jemaat untuk membentuk gereja sebagai sebuah sekolah persekutuan. Nasihat Paulus ini bukanlah hal teoretis tetapi berasal dari pengalaman hidupnya yang konkret. Ia berkata: “Sebab itu aku menasihatkan kamu, aku, orang yang dipenjarakan karena Tuhan, supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu.” (Ef 4:1). Sebagai orang yang masih dalam penderitaan di penjara, Paulus masih menyempatkan dirinya untuk menasihati jemaat di Efesus supaya hidup sepadan atau sesuai dengan panggilan hidup mereka. Panggilan hidup mereka adalah supaya menjadi kudus dan tak bercela di hadirat Tuhan.

Apa yang harus dilakukan jemaat Efesus untuk hidup tak bercela di hadirat Tuhan? Di dalam perikop kita ini, Paulus menyampaikan beberapa nasihat berikut ini: Pertama, supaya jemaat di Efesus memiliki dan mengembangkan kebajikan-kebajikan tertentu di dalam hidupnya seperti: rendah hati, lemah lembut, sabar dan mengasihi sesama dengan jalan membantu. Kedua, memelihara kesatuan Roh dengan ikatan damai sejahtera: satu tubuh, satu Roh, satu pengharapan, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa dari semua, Allah di atas semua dan di dalam semua. Kedua nasihat ini membantu umat beriman untuk berjalan dalam jalan kekudusan. Apakah anda juga merasakan hal yang sama?

Di dalam bacaan Injil, Tuhan Yesus menasehati banyak orang untuk pandai membaca tanda-tanda zaman dan berekonsiliasi. Sebelumnya Yesus sudah menolak untuk memberikan tanda-tanda tertentu dan mengatakan orang Farisi sebagai generasi yang jahat (Luk 11:29). Sekarang Yesus memberi kritikan yang tajam kepada orang banyak karena mereka bisa melihat tanda-tanda zaman tetapi tidak mampu membaca kehadiran Kerajaan Allah di tengah-tengah mereka. Orang-orang Yahudi memang memiliki kehebatan dalam membaca iklim dan cuaca secara meteorologis, bisa membuat prakiraan cuaca yang tepat tetapi mereka tidak mampu membaca tanda-tanda keselamatan di dalam Yesus. Itulah sebabnya Yesus berkata: “Hai orang-orang munafik, rupa bumi dan langit kamu tahu menilainya, mengapakah kamu tidak dapat menilai zaman ini? Dan mengapakah engkau juga tidak memutuskan sendiri apa yang benar?” (Luk 12:56-57).

Kritikan Yesus terhadap orang banyak juga masih aktual dengan hidup kita di zaman ini. Banyak kali kita hanya puas sebagai orang katolik yang mengikuti Yesus Kristus. Kalau hanya seperti ini maka iman kita tidak berkembang. Kita puas sebagai orang katolik kalau kita bekerja bersama Tuhan Yesus Kristus supaya banyak orang mengenalNya sebagai satu-satunya Penebus dan Juru Selamat. Kita ikut serta membangun dunia dengan segala kebaikan supaya semua orang mengalami keselamatan yang datang hanya dari Allah kita. Kita ikut serta meyakinkan dunia untuk membangun semangat pertobatan sehingga hanya kasih dan kemurahan Allah yang menguasai dunia.

Pada bagian terakhir perikop Injil, Tuhan mengundang kita untuk membangun semangat rekosiliasi sebelum pengadilan. Yesus maksudkan supaya umat Israel menggunakan kesempatan selagi Yesus masih berada di tengah-tengah mereka untuk bertobat dan kembali kepada Tuhan. Yesus membuka kesempatan kepada mereka untuk kembali kepada Tuhan. Dalam persepektif eskatologi, Tuhan Yesus mau mengajak kita untuk bertobat sebelum meninggal dunia untuk menghadap Bapa di surga dan tinggal bersamaNya selama-lamanya.

Masalahnya adalah apakah kita semua masih sadar sebagai orang berdosa? Apakah kita masih membutuhkan kerahiman Tuhan? Banyak orang sudah kehilangan rasa berdosa di dalam hidupnya. Meskipun Tuhan memberi kesempatan untuk bertobat tetapi pertobatan itu sia-sia saja karena rasa berdosa sudah hilang. Ini tantangan bagi kita semua. Kita berdoa memohon supaya Tuhan memberi hati yang baru, hati yang terbuka kepada pertobatan.

Doa: Tuhan, bersabdalah terus menerus, bukalah telinga hambamu untuk mendengarnya. Amen.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply