Dosa dalam pikiran dan hati
Setiap kali mengikuti perayaan Ekaristi, kita selalu mengucapkan doa memohon belas kasih dari Tuhan, dengan mengakui bahwa kita berdosa dan sungguh berdosa dalam pikiran, perkataan, perbuatan dan kelalaian. Berdosa dalam pikiran memang sengaja ditempatkan mendahului yang lain karena pikiran itu tidak kelihatan dan lebih berbahaya. Berdosa dalam pikiran itu berawal dari hati orang. Ketika seorang menaruh dendam dan amarah dalam hatinya maka pikirannya akan mengatur strategi jahat bagi sesama. Yesus berkata: “Dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu, dan hujat.” (Mat 15:19).
Penginjil Markus mengisahkan sebuah mukjizat Yesus: Ada seorang lumpuh tanpa nama. Ia pasrah kepada Tuhan dengan segala kelemahan fisik yang dimilikinya. Pada suatu kesempatan, sahabat-sahabat mengantarnya kepada Yesus. Dengan susah paya mereka berhasil berjumpa dengan Yesus. Yesus mengatakan kepada si lumpuh: “Hai anak, dosamu sudah diampuni.” (Mrk 2:5). Perkataan ini membuat para ahli Taurat berpikir dalam hati karena hanya Tuhan yang punya kuasa mengampuni dosa. Mengapa Yesus menyamakan diriNya dengan Allah Bapa sehingga mau mengampuni dosa orang? Yesus segera mengetahui dalam hati-Nya, bahwa mereka berpikir demikian, lalu Ia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu berpikir begitu dalam hatimu? (Mrk 2:8).
Banyak kali kita mudah berpikir negatif tentang sesama. Kita lupa bahwa mereka adalah bagian dari hidup kita. Oleh karena itu di dalam hati manusia selalu ada rasa benci, dengki dan menolak sesama. Padahal Tuhan tidak menghendaki demikian. Pertanyaan Yesus juga aktual bagi kita: “Mengapa kamu berpikir begitu di dalam hatimu?”
Kita mudah sekali berpikir tentang orang lain dan lupa bahwa kita pun memiliki dosa dan kelemahan dalam hati. Mari kita mengubah diri kita di hadirat Tuhan. Berpikirlah “dengan” orang bukan “tentang” orang lain.
PJSDB