Homili 5 Februari 2015

Hari Kamis, Pekan Biasa IV-PW. St. Agata
Ibr. 12:18-19,21-24
Mzm. 48:2-3a,3b-4,9,10,11
Mrk. 6:7-13

Merenungkan kasih setia Tuhan

Fr. JohnPada hari Gereja Katolik memperingati St. Agata. Agata lahir di Kantania, pulau Sisilia, pada pertengahan abad ketiga. Ia adalah puteri seorang bangsawan kaya yang berkuasa di Palermo atau Kantania, Sisilia. Penderitaannya sebagai seorang Martir berawal pada masa pemerintahan kaisar Decius (249-251). Ia menderita karena menolak lamaran Quintianus, seorang pegawai tinggi kerjaan Romawi. Ia telah berjanji untuk tetap hidup suci di hadapan Tuhan. Akibatnya ia di tangkap dan dipenjarakan dengan maksud untuk mencemari kesuciannya. Semua usaha picik itu sia-sia belaka. Dengan bantuan rahmat Tuhan, Agata tetap menunjukkan dirinya sebagai mempelai Kristus yang teguh dan suci murni. Quintianus semakin berang dan terus menyiksa Agata hingga mati. Agata menghadapi ajalnya dengan perkasa dan menerima mahkota keperawanan dan kemartirannya pada tahun 250. Karena dipercaya bahwa Agata mempunyai kekuatan untuk mencegah dan mengendalikan letusan-letusan gunung api Etna di Sisilia, ia dimuliakan dan dihormati sebagai pelindung manusia dari ancaman-ancaman api.

Permenungan sabda Tuhan pada hari ini adalah tentang merenungkan kasih setia Tuhan. Mazmur Tanggapan untuk bacaan-bacaan Liturgi diambil dari Mazmur 48 dengan sebuah refrain yang bagus: “Dalam baitMu, ya Allah, kami mengenangkan kasih setiaMu.” Para peziarah memiliki kebiasaan berziarah setiap tahun ke Yerusalem. Mereka merasakan persekutuan yang mendalam ketika berada di dalam Bait Allah di Yerusalem. Bait Allah menjadi pemersatu untuk semua suku Israel. Di dalamnya mereka boleh merasakan kedamaian dan kasih sayang dari Allah.

Kota Yerusalem berada di atas gunung. Oleh karena itu para peziarah dari daerah Galilea selalu memandang ke atas gunung. Itu sebabnya Pemazmur berkata: “Agunglah Tuhan dan sangat terpuji di kota Allah kita! GunungNya yang kudus, yang menjulang permai, adalah kegirangan bagi seluruh bumi.” Kota Yerusalem dan Bait Allah menjadi pusat perhatian para peziarah bukan karena Yerusalem dan bait Allahnya yang megah tetapi karena Tuhan yang agung dan terpuji. Tuhanlah yang menjadikan Yerusalem sebagai kota damai, dan Bait Allah sebagai pemersatu. Tuhan Yesus sendiri mengatakan kepada para murid yang mengagumi Bait Allah dan keindahannya bahwa pada suatu saat Bait Allah akan diruntuhkan (Mat 24:2).

Yerusalem adalah kota damai, kota di mana Tuhan bersemayam di baitNya yang kudus. Kota damai menjadi kota Raja Agung. Allah menjadi benteng perkasa yang melindungi umatNya yang berziarah dan berdoa. Allah juga menegakkan kota damai itu untuk selama-lamanya. Para peziarah merasakan kuasa Tuhan selama berada di dalam Bait Allah di Yerusalem. Di dalam baitNya yang kudus, para peziarah merenungkan kasih setia Tuhan. Nama Tuhan dimuliakan dan dimasyhurkan. Tangan kanan sebagai wujud kuasa Tuhan penuh dengan keadilan.

Mazmur Tanggapan ini menggambarkan masing-masing kita sebagai Gereja yang sedang berziarah menunju ke Yerusalem Baru yakni Surga. Kita semua memiliki kerinduan, mata kita tertuju kepadaNya. Dialah satu-satunya alasan yang mendorong kita untuk berjalan menuju kepadaNya, tinggal dan merasakan kasih setiaNya. Dialah Tuhan yang memiliki inisiatif pertama untuk memanggil kita supaya bersatu denganNya. Sebagai anak-anakNya kita dipanggil untuk merasakan kasihNya.

Penulis surat kepada jemaat Ibrani memperteguh iman kita dengan mengarahkan kita kepada Tuhan yang bersemayam di gunungnya yang kudus. Kita tidak lagi mengalami pengalaman yang mirip dengan umat Perjanjian Lama. Hal yang kita rasakan saat ini adalah kita datang ke bukit Sion dan ke kota Allah yang hidup, Yerusalem surgawi. Di sanalah kita semua akan merasakan kekudusan Allah dan kehadiran para malaikat dan para kudus yang siang malam melayani Tuhan. Semua ini adalah jasa dari Tuhan kita Yesus Kristus. Kita berjumpa dengan Tuhan Yesus, Pengantara perjanjian baru, dan kepada darah pemercikan, yang berbicara lebih kuat dari pada darah Habel (Ibr 12:24).

Kita tidak hanya berhenti dalam merenungkan kasih Tuhan. Kita perlu sadari bahwa setelah merasakannya secara pribadi, kita bertugas untuk mewartakannya kepada sesama. Tugas kita adalah ikut terlibat dalam mewartakan kasih dan kebaikan Tuhan. Tuhan Yesus mempercayakan para muridNya untuk terlibat aktif dalam karyaNya. Apa yang mereka lakukan? Ia memanggil keduabelas muridNya, mengutus mereka pergi berdua-dua, menganugerahi RohNya supaya bisa menguasai roh-roh jahat. Disiplin hidup ditanamkan dalam hati mereka, dalam hal ini hidup sederhana dalam hal berpakaian dan makan minum. Dengan hidup sederhana atau ugahari maka mereka bisa mengubah hidup sesama untuk hidup layak di hadirat Tuhan. Para murid yang diutus pergi berdua-dua ini mengusir setan-setan, dan mengoles banyak orang sakit dengan minyak, menyembuhkan mereka.

Kita yang merenungkan kasih setia Tuhan juga dipanggil untuk ikut terlibat dalam menghadirkan Kerajaan Allah. Tuhan mempercayakan karyaNya kepada kita maka mari kita melanjutkannya dalam semangat untuk melayani lebih sungguh, melayani tanpa perhitungan apa pun. Tuhan sudah memulainya dan marilah kita melanjutkan belas kasihNya kepada sesama di dunia ini. St. Agatha merenungkan kasih setia Tuhan sehingga ia mau memberi dirinya secara total hanya untuk Tuhan. Ia menjadi pendoa bagi kita yang mengurbankan diri demi kemuliaan nama Tuhan di bumi ini.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply