Homili 4 Februari 2015 (Dari Mazmur Tanggapan)

Hari Rabu Pekan Biasa IV
Ibr. 12:4-7,11-15
Mzm. 103:1-2,13-14,17-18a
Mrk. 6:1-6

Kasih Tuhan itu abadi bro!

Fr. JohnAda sekelompok bapa-bapa sedang berbincang-bincang tentang kehidupan dan pekerjaan mereka masing-masing. Salah seorang bapa membagi pengalaman pergumulannya dalam hidup berkeluarga. Ia merasa bahwa keluarganya sedang tidak harmonis. Komunikasi dengan pasangan hidupnya mulai beku. Setelah merenung, ia bertanya-tanya kepada Tuhan mengapa relasi kebersamaan yang dulunya harmonis sekarang berubah total menjadi tidak harmonis. Apakah ada yang salah dalam berelasi dengan pasangannya, padahal ia merasa semuanya baik-baik saja. Ketika ia mencoba berkomunikasi, pasangannya selalu mengelak. Ia dengan sadar menuduh Tuhan karena tidak meneguhkan pergumulan hidupnya. Semua temannya mendengar dengan penuh perhatian dan mencoba memberikan solusi untuk counseling perkawinan, retret pasutri dan lain sebagainya. Seorang bapa yang dari tadi diam-diam saja tiba-tiba membuka suaranya: “Kasih Tuhan itu abadi bro! Apa yang dipersatukan Allah janganlah dipisahkan oleh keegoisan manusia.”

Kisah perbincangan para bapa di atas menjadi kesempatan bagi mereka untuk berbagi dan saling meneguhkan. Banyak kali orang mungkin mau menyelesaikan masalahnya sendiri saja dengan tidak mengandalkan Tuhan. Hal ini karena manusia tidak memiliki relasi yang baik dengan Tuhan. Ada perasaan kecewa dan menolak Tuhan dalam hidup manusia. Bahwa Allah adalah kasih itu adalah bagian dari iman tetapi pengalaman kekecewaan karena beban kehidupan, karena pergumulan hidup yang terus menerus dialami itulah yang menghalangi manusia untuk merasakan kasih Tuhan.

Mazmur Tanggapan hari ini diambil dari Mazmur 103 dengan refrain: “Kekal abadilah kasih setia Tuhan atas orang-orang yang takwa.” Dalam Mazmur ini, Daud mengucapkan rasa syukurnya kepada Tuhan karena Tuhan itu laksana seorang Bapa yang baik, seorang Bapa yang selalu sayang pada anak-anakNya. Daud mula-mula berdoa untuk memuji keagungan Tuhan: “Pujilah Tuhan hai hatiku! Pujilah namaNya yang kudus hai segala bathinku! Pujilah Tuhan hai jiwaku, janganlah lupa akan segala kebaikanNya.” (Mzm 103:1-2). Pengalaman Daud ini hendaknya menjadi pengalaman doa kita. Artinya dalam berdoa kita mengarahkan hati dan pikiran kita kepada Tuhan tetapi tidak semata-mata meminta dan memohon. Doa kita hendaknya juga menjadi kesempatan memuji dan bersyukur kepada Tuhan. Apakah anda sudah memuji dan memuliakan Tuhan pada hari baru ini?

Alasan mengapa Daud memuji Tuhan adalah karena kasih Bapa itu kekal adanya. Daud berdoa: “Seperti Bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian Tuhan sayang kepada orang-orang yang takwa. Sebab Dia sendiri tahu dari apa kita di buat, Dia sadar bahwa kita ini debu.” (Mzm 103: 13-14). Daud memuji Tuhan dalam doanya karena Ia percaya bahwa Tuhan adalah seorang Bapa yang baik. Sifat Bapa yang baik itu ditunjukkan dengan menyayangi anak-anakNya. Dia menyayangi manusia karena manusia adalah karya tanganNya. Manusia berasal dari debu dan akan kembali menjadi debu. Itulah kefanaan manusia di hadirat Tuhan.

Manusia begitu fana di hadirat Tuhan tetapi tetap dikasihiNya. Berdoa: “Kekal abadilah kasih setia Tuhan atas orang-orang yang takwa kepadaNya, sebagaimana kekal abadilah kebaikanNya bagi orang yang berpegang pada perjanjianNya.” (Mzm 103:17-18a). Disinilah letak perbedaan kasih Allah dan kasih manusia. Allah mengasihi manusia selama-lamanya. Manusia boleh mengatakan mengasihi tetapi lebih banyak sifatnya sementara. Ketika ada masalah tertentu maka kasih itu menjadi lemah dan bisa hilang dengan sendirinya. Mengapa demikian? Karena kasih manusia itu sifatnya manusiawi bukan ilahi.

Penulis surat kepada umat Ibrani menghadirkan sosok seorang Tuhan Allah yang mengasihi manusia dan senantiasa menguji kesetiaan manusia sebagai anak-anakNya sendiri. Dikatakan dalam perikop hari ini: “Saudara-saudara, dalam pergumulanmu melawan dosa kamu belum sampai mencucurkan darah. Ingatlah pesan ini: “Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak.” (Ibr 12:5-6). Tuhan selalu menguji bathin kita sebagai anak-anakNya.

Kita juga diarahkan untuk berjalan dalam jalan kekudusan. Dikatakan dalam perikop ini: “Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan.Jagalah supaya jangan ada seorangpun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang.” (Ibr 12:14-15). Kasih Tuhan sempurna bagi kita ketika berjalan dalam kekudusan dan mencapai kekudusan atau persatuan dengan Allah.

Apa yang harus kita lakukan? Kita dipanggil untuk terbuka kepada Tuhan Yesus dan bersahabat denganNya. Dia senantiasa mencari dan menyelamatkan kita semua. Hal terbaik yang harus kita jalankan adalah setia dan percaya kepada Tuhan karena kasihNya kekal bagi kita semua. Jauhilah sikap kecewa dan menolak kehadiran Tuhan dalam hidupmu.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply