Hari Minggu Biasa V/B
Ayb. 7:1-4,6-7
Mzm. 147:1-2,3-4,5-6
1Kor. 9:16-19,22-23
Mrk. 1:29-39
Untuk itulah Aku telah datang!
Ada sebuah anekdot tentang Yesus dan Petrus. Pada suatu sore mereka sedang duduk sambil menghadap ke danau Galilea. Yesus bertanya kepada Petrus: “Petrus, katakan dengan jujur, apakah engkau pernah marah padaKu?” Petrus ragu-ragu untuk menjawab pertanyaan ini. Setelah beberapa saat ia menemukan jawabannya ini: “Ya Tuhan, saya barusan ingat, hanya satu kali saja saya pernah marah, yaitu ketika engkau bersama Yakobus dan Yohanes serta adikku Andreas masuk ke kamar ibu mertuaku, memegang tangannya dan membangunkannya dari penyakit demamnya.” Kesebelas teman yang lain tertawa mendengar jawaban polos dari Petrus.
Selama dua hari Minggu terakhir ini, Penginjil Markus mengisahkan awal pelayanan Yesus di depan umum yang berpusat di Galilea dan sekitarnya. Kapernaum menjadi markas utama untuk menghadirkan Kerajaan Allah. Di sinilah Yesus mulai menyerukan bahwa waktunya sudah genap, Kerajaan Allah sudah dekat. Manusia harus bertobat dan percaya kepada Injil (Mrk 1: 15). Ia memanggil murid-muridNya yang pertama untuk ikut terlibat dalam karyaNya (Mrk 1:16-20). Ia masuk ke dalam rumah ibadat di Kapernaun untuk mengajar dengan kuasa dan wibawa melebihi para ahli Taurat. Ia menyembuhkan segala penyakit dan kelemahan manusia, mengusir setan-setan dan roh-roh jahat. Semua orang takjub karena roh jahat saja takluk kepadaNya (Mrk 1:21-28). Ia benar-benar menunjukkan kuasaNya dalam Sabda dan KaryaNya.
Perikop Injil Hari Minggu Biasa V ini menarik perhatian kita. Yesus dan para muridNya berada di dalam Sinagoga di Kapernaum. Ia mengajar dan menyembuhkan. Selanjutnya, Ia bersama para murid perdanaNya keluar dari Sinagoga untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan Allah di tempat lain. Orang pertama yang merasakannya adalah ibu mertua Simon Petrus yang sedang sakit demam. Wanita itu disembuhkan dan sebagai ungkapan syukurnya, Ia melayani Yesus dan murid-muridNya. Yesus mengakhiri hari itu dengan menyembuhkan semua orang sakit dan kerasukan setan yang datang dari berbagai daerah sekitarnya. Lihatlah bahwa pada hari itu Yesus benar-benar menunjukkan diriNya sebagai Allah yang berkuasa dalam sabda dan karya. Setan-setan tidak diperbolehkan berbicara karena mereka mengenal Dia dan mereka juga takluk di hadapanNya.
Pada hari berikutnya, Yesus memulainya dengan berdoa. Ia mau menyampaikan Bapa di Surga rasa syukurNya atas pekerjaan-pekerjaan yang sudah sedang dikerjakanNya dengan sempurna terutama menghadirkan Kerajaan Allah. Ketika itu, Simon dan teman-temannya menemui Dia dan berkata: “Semua orang mencari Engkau.” (Mrk 1:37). Ia menjawab mereka: “Marilah kita pergi ke tempat lain, ke kota-kota yang berdekatan, supaya di sana juga Aku memberitakan Injil, karena untuk itu Aku telah datang.” (Mrk 1:38).
Kisah Injil ini mau mengatakan apa kepada kita pada hari Minggu ini? Yesus selalu menjadi Maestro sejati bagi kita semua dalam beberapa hal berikut:
Pertama, Yesus adalah model bagi kita dalam bekerja. Ia bekerja selama seharian tanpa kenal lelah, tidak bersungut-sungut tetapi berprinsip: “Untuk itulah Aku telah datang.” Kita pun harusnya berprinsip yang sama bahwa kita datang untuk bekerja, melayani keluarga, Gereja dan masyarakat supaya nama Tuhan semakin dimuliakan di dunia ini.
Kedua, Yesus seorang pendoa. Ia tidak hanya bekerja saja tetapi menggunakan waktu istimewa untuk berdoa, bersatu dengan Bapa. Banyak kali kita membenarkan diri dengan mementingkan kerja, beralasan sibuk sehingga lalai berdoa. Kita harus malu karena Tuhan Yesus saja berdoa!
Ketiga, Kita dipanggil untuk menjadi misionaris. Kita ikut menghadirkan kerajaan Allah melalui perbuatan-perbuatan baik dan dengan sukacita di dunia ini. Apakah dalam hidup dan karya kita mencerminkan hadirnya Yesus Kristus di dalam hidup kita?
Dalam kehidupan setiap hari kita juga senantiasa berjumpa dengan orang-orang yang menderita dan mencari kebahagiaan. Mereka juga menaruh harapannya kepada Tuhan dan mencariNya terus menerus dalam doa-doa. Ayub adalah figur orang saleh di dalam Kitab Suci yang mengajar kita menerima penderitaan dan berpasrah kepadaNya. Ia berkata kepada sahabatnya: “Bukankah manusia harus bergumul di bumi ini dan hari-harinya seperti orang upahan? Seperti seorang budak yang merindukan naungan. Aku sendiri diberi bulan-bulan kesia-siaan dan malam penuh kesusahan. Ketika hendak tidur maka yang ada di dalam pikiranku adalah: “Bilakah aku akan bangun?”
Ayub bergumul dengan penderitaan yang sedang dialaminya. Ia merasakan malam yang panjang, mencekam dan menggelisahkan. Hari-hari berlalu begitu cepat dan berakhir tanpa harapan apa pun. Hidup ini hanya sebuah hembusan nafas. Rasanya tidak ada yang baik yang dapat dilihat di dalam hidup ini. Dalam keadaan yang kosong seperti ini Ayub masih memiliki satu harapan yang terakhir yakni Kuasa Tuhan. Oleh karena itu ia tidak memberontak. Ia justru menyerahkan segalanya kepada Tuhan. Inilah gambaran orang beriman yang menyerahkan dirinya secara total kepada Tuhan.
Gambaran diri Ayub menjadi nyata dalam hidup banyak orang yang mencari Yesus supaya Ia bisa menyembuhkan mereka. Dan Yesus dengan tegas mengatakan: “Untuk itulah Aku datang.” Tuhan memang menyembuhkan orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka. Dengan kuat kuasaNya Ia tidak membiarkan mereka hidup dalam penderitaan.
St. Paulus dalam bacaan kedua mengambil semangat Yesus yang berkata: “Untuk itulah Aku datang” dengan usahanya untuk mewartakan Injil. Ia mengatakan bahwa mewartakan Injil itu bukanlah sebuah cara untuk memegahkan diri melainkan sebuah keharusan. Ia bahkan berkata: “Celakalah aku jika tidak memberitakan Injil.” (1Kor 9:16). Memberitakan Injil sebagai sebuah keharusan merupakan kehendak Allah baginya. Paulus juga menyinggung tentang upah dalam mewartakan Injil yakni kesediaannya untuk tetap setia mewartakan Injil.
Paulus mewujudkan janjiNya ini dengan setia menjadi seorang penginjil sampai akhir hayatnya. Ia menyerupai Yesus yang setia menghadirkan Kerajaan Allah bagi kaum miskin dan yang menderita. Kita semua juga dipanggil untuk mengikuti teladan hidup Yesus supaya sebagai orang yang dibaptis, dapat terlibat aktif dalam menghadirkan Kerajaan Allah mulai dari dalam diri kita, keluarga, gereja, masyarakat dan negara. Kita menyerupai Paulus yang merasa bahwa sebagai pelayan itu sebuah keharusan, tanpa membuat perhitungan apa pun. Kita bisa menjadi Ayub yang lain yang bisa menerima penderitaan dan membiarkannya itu sebagai bagian dari usaha menumbuhkembangkan iman kita kepada Tuhan.
Doa: Tuhan Yesus, terima kasih karena Engkau menginspirasikan kami semangat untuk ikut bekerja dan menghadirkan Kerajaan Allah di dunia ini. Amen.
PJSDB