Homili 22 September 2015

Hari Selasa, Pekan Biasa ke-XXV
Ezr. 6:7-8,12b,14-20
Mzm. 122:1-2,3-4a,4b-5
Luk. 8:19-21

Rumah untuk mendengar dan melakukanlah Sabda Tuhan

imagePada suatu kesempatan, saya diundang untuk mengikuti perayaan syukur Hari Ulang Tahun hidup membiara seorang Biarawati ke-25. Perayaan Ekaristi berlangsung sangat meriah. Artinya liturgi disiapkan dengan baik sehingga semua umat yang hadir merasakan sukacita istimewa. Sang Jubilaris memilih tema perayaan Ekaristi: “Kesetiaan mendengar dan melakukan Sabda-Nya”. Ia menyadari bahwa Tuhan melalui Sabda-Nya telah membimbingnya selama dua puluh lima tahun membiara. Tuhan mengajarnya untuk menjadi seorang abdi yang setia. Romo yang memimpin misa syukur, mengajak semua umat teristimewa sang Jubilaris untuk setia mendengar Sabda Tuhan dan menjadi pelaku Sabda setiap hari. Baginya, kesetiaan untuk mendengar Sabda dan melakukannya ini membantu semua orang untuk membentuk sebuah persekutuan baru, dengan Tuhan Yesus sendiri. Kita bisa menjadi satu keluarga dengan Yesus Kristus sebagai saudara se-Bapa. Saya selalu mengingat pengalaman rohani dan nasihat sederhana dari Romo dalam homilinya ini.

Apa manfaat dari kita mendengar Sabda Tuhan? Dengan mendengar Sabda Tuhan, kita bisa mengalami Tuhan Allah sendiri, kita bersekutu sebagai saudara dan kita siap untuk menjadi rasul sang Sabda. Di samping mendengar Sabda, kita juga dipanggil untuk menjadi pelaku-pelaku Sabda dalam hidup setiap hari. Setiap kali merayakan Ekaristi bersama, kita selalu mengucapkan aklamasi setelah mendengar bacaan Injil, bunyinya: “Berbahagialah orang yang mendengar Sabda Tuhan dan tekun melaksankannya. Tanamkanlah Sabda-Mu ya Tuhan, dalam hati kami.” Apakah Sabda Tuhan sungguh-sungguh sudah tertanam dalam hati kita masing-masing?

Pada hari ini Penginjil Lukas melaporkan bahwa Ibu dan saudara-saudara Yesus datang kepada-Nya. Mereka ingin menjumpai-Nya, namun mengalami kesulitan karena banyak orang sedang mendengar pengajaran-Nya. Ketika itu ada orang sempat memberitahukan kepada-Nya bahwa Ibu dan saudara-saudara-Nya ingin menjumpai-Nya. Mendengar pemberitahuan ini, Yesus berkata: “Ibu-Ku dan saudara-saudara-Ku ialah mereka, yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya.” (Luk 8:21). Mungkin di telinga kita, jawaban Yesus ini tidaklah sopan, lagi pula kepada ibu dan saudara-saudara-Nya sendiri. Namun kita semua juga sadar bahwa Yesus adalah Tuhan dan kita adalah manusia biasa. Bagi Yesus menjadi saudara berarti mampu mendengar dan melakukan Sabda Tuhan setiap hari. Sabda Tuhan bisa menggusur sikap egois di dalam hidup kita masing-masing.

Dalam bulan Kitab Suci Nasional ini kita semua diingatkan untuk menjadi akrab dengan Sabda Tuhan dengan membaca, merenungkan dan melakukan Sabda. Mungkin saja banyak di antara kita sudah mengikutinya dengan aktif dan setia. Namun ada juga umat yang masih mengalami kesulitan waktu untuk membaca dan merenungkan Sabda secara pribadi. Nah, merenungkan Sabda secara pribadi saja orang masih mencari pembenaran diri, bagaimana mungkin bisa membaca dan merenungkan Sabda secara komunitas atau kelompok.

Sabda Tuhan adalah kebutuhan hidup secara rohani. Tuhan sendiri berkata: “Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap perkataan yang keluar dari mulut Allah.” (Mat 4:4). Sabda Tuhan memiliki daya untuk menghidupkan dan mengikat semua orang untuk menjadi saudara. Hidup dari Sabda Tuhan akan menyatukan kita sebagai saudara dan saudari Yesus Kristus. Apakah anda juga merasakan kekuatan Sabda Tuhan di dalam hidupmu?

Di dalam bacaan pertama kita mendengar kisah bangsa Yahudi. Mereka pernah merasakan pengalaman pahit di Babel. Ketika itu banyak di antara mereka berpikir bahwa Tuhan tidak mengingat mereka lagi. Rasa percaya mereka kepada Tuhan memudar padahal bagi Tuhan itu tidak ada yang mustahil. Ia berkehendak untuk melakukan yang terbaik bagi umat-Nya. Apa yang Ia lakukan? Ia menggerakan hati raja-raja Persia untuk memulangkan umat-Nya ke Sion. Pekerjaan yang harus mereka lakukan adalah membangun semangat persatuan di antara mereka. Rumah Tuhan adalah tanda kehadiran Allah (Shekinah) dan pemersatu semua orang Yahudi setelah pembuangan. Mereka berasal dari dua belas suku tetapi Rumah Tuhan tetap menjadi pemersatu bagi mereka semua.

Kita juga mendengar kisah kelanjutan pemulangan bangsa Yahudi ke Sion. Darius selaku Raja Persia memeritahkan para bupati kepala daerah supaya jangan menghalangi orang-orang Yahudi membangun Rumah Allah di tempatnya semula. Dari mana sumber pembiayaannya? Bupati dan para tua-tua orang Yahudi boleh membangun rumah Allah itu di tempatnya yang semula. Dengan saksama dan tanpa bertangguh mereka harus diberi biaya dari penghasilan Kerajaan. Mereka juga terdorong untuk melanjutkan pembangunan rumah Tuhan karena nubuat nabi-nabi yakni Hagai dan Zakharia. Bangsa Yahudi menyelesaikan pembangunan rumah Tuhan sesuai perintah Tuhan di bawah kepemimpinan para raja Persia yaitu Koresh, Darius dan Arthasasta. Rumah Tuhan ditahbiskan dan mereka pun merayakan paskah di dalam rumah ini. Mereka semua menjadi saudara di dalam satu rumah Tuhan yang sama.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply