Homili 21 Oktober 2015

Hari Rabu, Pekan Biasa ke- XXIX
Rm. 6:12-18
Mzm. 124:1-3,4-6,7-8
Luk. 12:39-48

Saya mau bertobat!

imageSaya pernah membimbing rekoleksi keluarga. Panitia rekoleksi meminta saya untuk memberi masukan-masukan tertentu yang bisa membantu mereka berefleksi tentang semangat pertobatan di dalam keluarga masing-masing. Pada sesi terakhir rekoleksi itu, saya meminta para peserta untuk membuat resolusi tertentu dengan menuliskannya di atas kertas. Banyak peserta menulis resolusinya panjang, dengan kata-kata yang indah-indah. Ada yang menulisnya singkat dan praktis juga mudah untuk dilakukan. Saya secara pribadi merasa terkesan dengan resolusi dari seorang bapa. Ia menulisnya di atas kertas putih, kalimatnya juga singkat: “Saya mau bertobat!” Mungkin ia memiliki pengalaman masa lalu yang gelap di dalam keluarganya sehingga ia berniat demikian.

Pertobatan merupakan kesempatan untuk mengalami Allah di dalam hidup.Banyak orang berpikir bahwa bertobat adalah kesempatan untuk berhenti berbuat dosa. Pemikiran seperti ini keliru. Orang yang berpikir demikian bisa memiliki kesempatan untuk jatuh lagi dalam dosa yang sama. Ia hanya berhenti sejenak dan bilamana ada kesempatan ia bisa mengulangi lagi dosa yang sama. Bertobat berarti berbalik kepada Tuhan dan mengikuti kehendak-Nya. Bertobat berarti merasakan kembali kerahiman dan kasih sayang dari Tuhan. Inilah yang disebut metanoia.

St. Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma mengatakan bahwa kita semua mati dan bangkit dengan Kristus. Perkataan Paulus ini erat hubungannya dengan pemahaman Paulus tentang dosa dan akibatnya yakni kematian. Namun demikian atas jasa Yesus Kristus, manusia yang berdosa sekalipun bisa di selamatkan. Untuk itu Paulus berkata: “Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya. Dan janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran. Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia.” (Rm 6:12-14).

Paulus sedang berbicara tentang kekudusan tubuh kita yang fana ini. Tubuh kita memang fana tetapi menjadi tubuh yang kudus karena sakramen pembaptisan yang sudah kita terima. Namun demikian kita semua masih memiliki kecenderungan untuk berbuat dosa dalam pikiran, perkataan, perbuatan dan kelalaian. Kalau kita terlena dan tetap hidup dalam dosa maka tidak ada pertobatan apa pun di dalam diri kita. St. Paulus mengingatkan supaya dosa jangan menguasai tubuh kita yang fana, jangan kita menyerahkan anggota-anggota tubuh kepada dosa sebagai senjata kelaliman. Ini adalah hidup lama di dalam diri kita. Hidup baru adalah semangat kita untuk bertobat dengan menyerahkan anggota-anggota tubuh kita kepada Allah sebagai senjata kebenaran. Semua ini karena kasih karunia dari Tuhan.

Dengan berdasar pada perkataan Paulus ini, maka mari kita memeriksa bathin masing-masing dan menyatakan tobat di hadirat Tuhan: banyak orang hidup dalam kuasa dosa dengan tidak memperhatikan tubuhnya. Misalnya menjaga dan merawat tubuh sendiri. Banyak anak remaja dan dewasa yang selalu mengulangi kebiasaan beronani, berfantasi sex yang aneh-aneh sehingga mengganggu kemurnian hatinya. Ada yang sadar atau tidak sadar menyerahkan tubuhnya untuk kenikmatan lahiriah tertentu. Ini tentu bukan fenomena yang baru dan terselubung tetapi sudah menjadi fenomena umum dalam keluarga dan masyarakat. Untuk itu perlu semangat untuk ber-metanoia.

Kasih karunia Allah dalam diri Yesus Kristus mengubah hidup kita semua. Hukum lama dari Musa disempurnakan dengan hukum kasih oleh Yesus sebagai Musa baru. Dengan demikian kita diharapkan untuk hidup dalam kasih karunia. Hidup dalam kasih karunia berarti hidup dalam pertobatan sejati.

Selanjutnya, Paulus berkata: “Apakah kamu tidak tahu, bahwa apabila kamu menyerahkan dirimu kepada seseorang sebagai hamba untuk mentaatinya, kamu adalah hamba orang itu, yang harus kamu taati, baik dalam dosa yang memimpin kamu kepada kematian, maupun dalam ketaatan yang memimpin kamu kepada kebenaran? Tetapi syukurlah kepada Allah! Dahulu memang kamu hamba dosa, tetapi sekarang kamu dengan segenap hati telah mentaati pengajaran yang telah diteruskan kepadamu. Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran.” (Rm 6: 16-18).

Perkataan Paulus ini sekali lagi membuka pikiran kita untuk mengenal diri kita dengan segala kecenderungan yang ada di dalam diri kita masing-masing. Tubuh kita adalah tempat tinggal Roh Kudus (1Kor 6:19), namun kecenderungan untuk mencemarkannya selalu ada. Banyak orang tidak sadar diri bahwa ia sedang menjadi hamba dosa, padahal akibat dosa adalah kematian kekal. Namun masih ada hal positif yang masih dilihat oleh Paulus adalah kehendak baik untuk bertobat. Manusia tidak mau lagi menjadi hamba dosa, tetapi menjadi hamba kebenaran. Ini adalah cita-cita kita semua sebagai anak-anak Tuhan.

Apa yang harus kita lakukan untuk tetap hidup sebagai anak-anak yang merdeka? Tuhan Yesus dalam Injil mengajak kita untuk menjadi hamba yang selalu waspada, siap dan berjaga-jaga. Hal ini sesuai dengan perkataan-Nya: “Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyalah.” (Luk 12:35). Sikap berjaga-jaga atau waspada ini haruslah dimiliki oleh setiap pengikut Kristus, dalam menanti kedatangan Tuhan. Kita semua tidak mengetahui kapan saat-Nya Tuhan. Untuk itu setiap saat kita harus berjaga-jaga seperti orang menjaga rumahnya dari serangan para pencuri.

Orang yang berjaga-jaga dalam menanti kedatangan Tuhan, mendapat sapaan yang bagus: “berbahagialah”. Saya yakin bahwa sapaan ini menjadi harapan bagi anda dan saya. Kita merindukan kebahagiaan kekal. Untuk itu kita harus hidup sesuai dengan kehendak Tuhan, dalam hal hidup sebagai orang merdeka. Kita harus memiliki semangat untuk bertobat. Orang yang hidup layak di hadirat Tuhan akan menjadi hamba Tuhan yang selalu berbuat baik kepada sesamanya.

Kita semua bersyukur kepada Tuhan karena Sabda-Nya selalu menyapa kita dengan sapaan kasih yang membahagiakan. Mari kita bertobat supaya mengalami kasih-Nya dan kita juga membagikan kasih-Nya kepada sesama yang lain.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply