Homili 21 Maret 2016

Hari Senin Pekan Suci
Yes 42:1-7
Mzm 27: 1.2.3.13-14
Yoh 12:1-11

Terima kasih atas Kerahiman-Mu!

imageAda seorang sahabat yang merasa pernah bersalah terhadap orang tuanya. Kesalahannya adalah tidak jujur terhadap orang tuanya. Konon, ia menyalahgunakan keuangan yang diberikan oleh kedua orang tuanya dengan membelanjakan barang-barang yang sebenarnya bukan merupakan kebutuhannya yang urgent. Padahal pada saat itu orang tuannya juga sedang mengalami kesulitan sehingga mereka harus meminjam dari kerabatnya. Ketika orang tuanya menanyakan tentang keuangan, ia lebih banyak mengada-ada kebutuhannya supaya orang tuanya berkesan bahwa ia adalah anak yang jujur. Pada suatu kesempatan ia duduk bersama orang tuanya, dan ini merupakan kesempatan di mana ia mengatakan kejujurannya kepada kedua orang tuanya. Orang tuanya mengatakan rasa syukur karena anaknya mau jujur dengan mereka. Ini adalah kesempatan indah karena sahabat ini sungguh-sungguh merasakan kasih dan kebaikan orang tuanya.

Penginjil Yohanes dalam bacaan Injil hari ini mengisahkan bahwa enam hari sebelum Paskah, Yesus datang ke Betania, sebuah kota di Efraim, sebagai tempat tinggal Lazarus dan kedua saudarinya yaitu Marta dan Maria. Lazarus adalah sahabat yang dikasihi Yesus. Ia menangis ketika mendengar bahwa Lazarus meninggal dunia. Persahabat memang mahal, sampai maut memisahkan pribadi-pribadi. Yesus berada di rumah Lazarus dan diadakan juga perjamuan bersama. Martha bertugas untuk melayani (Luk 10:38-42). Lazarus yang dibangkitkan Yesus juga duduk dan ikut makan bersama.

Lalu bagaimana dengan saudari mereka Maria? Penginjil Lukas mengisahkan bahwa Maria, saudari Lazarus itu memilih yang terbaik di hadapan Yesus yaitu duduk dan mendengaar setiap perkataan Yesus. Menurut Penginjil Yohanes, pada waktu itu Maria mengambil setengah kati minyak narwstu murni yang mahal harganya, meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya dan bau minyak semerbak di dalam rumah itu (Yoh 12:3). Biasanya untuk membuat nyaman para tamu di rumah, para hamba itu bertugas untuk duduk dan membasuh kaki mereka sebelum santap bersama. Maria menunjukkan rasa hormat yang luar biasa kepada Yesus dengan meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambut. Yesus juga nantinya melakukan hal yang mirip, ketika membasuh kaki para murid-Nya pada malam perjamuan terakhir. Ini adalah tanda Yesus mengasihi para murid-Nya sampai tuntas (Yoh 13: 1-11). Penginjil Yohanes melihat sikap Maria dalam perjamuan ini sebagai sebuah model penyembahan bagi Tuhan Yesus Kristus tersalib di dalam Gereja. Semerbak wangi minyak di dalam ruangan merupakan lambang kemuliaan Kristus yang nantinya akan tersebar ke seluruh dunia (2Kor 2:14).

Hanya Yudas Iskariot yang berani memberikan protesnya kepada Yesus tentang minyak narwastu. Dia mengatakan demikian bukan karena dia mengasihi kaum miskin, melainkan karena ia adalah seorang pencuri. Dia juga mendapat label sebagai pengkhianat. Dia yang akan bertanya kepada para imam kepala berapa uang yang akan mereka berikan supaya ia bisa menyerahkan Yesus (Mat. 26:15). Minyak narwastu itu harganya tigaratus dinar, sebanding dengan upah bagi seorang pekerja selama setahun. Sikap Yudas Iskariot ini tentu berbeda dengan Maria yang setia kepada Tuhan, yang bersyukur atas kerahiman Allah di dalam diri Yesus Kristus. Maria menunjukkan sembah sujudnya yang luar biasa kepada Tuhan Yesus.

Reaksi Yesus terhadap perkataan Yudas Iskariot adalah membuka pikiran semua orang bahwa Yesus akan wafat sebagai martir. Karena itu Ia berkata: “Biarkanlah dia melakukan hal ini mengingat hari penguburan-Ku. Karena orang-orang miskin selalu ada pada kamu, tetapi Aku tidak akan selalu ada pada kamu.” (Yoh 12:7-8). Tindakan Maria ini memang mendahului pengurapan jenazah Yesus setelah diturunkan dari salib (Mrk 16:1; Luk 23:56). Ini juga menjadi model penyembahan bagi Kristus tersalib.
Mengapa Maria memilih yang terbaik? Dia menyembah Yesus dengan mengurapi kaki-Nya dengan minyak yang mahal dan menyeka dengan rambutnya. Maria sebenarnya menunjukkan syukur dan terima kasihnya kepada Tuhan Yesus atas kerahiman dan kemurahan hati-Nya bagi Lazarus saudara mereka yang barusan dibangkitkan Yesus dan persahabatan yang indah di antara mereka, yang sebentar lagi akan berakhir karena Yesus wafat di Salib.

Fokus perhatian kita adalah pada pribadi Yesus yang sebentar lagi akan menderita, sengsara dan wafat di kayu salib. Figur Yesus dalam Kitab Suci Perjanjian Lama adalah Hamba Tuhan yang menderita. Nabi Yesaya berkata: “Lihat itu hamba-Ku yang Kupegang, orang pilihan-Ku yang kepada-Nya Aku berkenan. Aku telah menaruh Roh-Ku ke atasnya supaya ia menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa” (Yes 42:1). Kekhasan hamba Tuhan yang menderita adalah ia tidak akan berteriak, menyaringkan suara, memperdengarkan suaranya di jalan.

Dalam kacamata Kristiani, hamba Tuhan yang menderita adalah figur Yesus Kristus sendiri. Kristus (Dia yang diurapi) datang ke dunia untuk menghadirkan wajah kerahiman Allah kepada setiap orang. Yesus tidak pernah mengeluh karena segala penderitaan yang dialami-Nya. Ia menerima penderitaan sebagai pekerjaan Bapa yang harus digenapi-Nya. Mari kita bersyukur kepada Tuhan atas kerahiman-Nya. Dia senantiasa menunukkan kerahiman-Nya kepada kita semua.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply