Homili Hari Kamis Putih – 2016

Hari Kamis Putih
Kel 12:1-8.11-14
Mzm 116:12-13.15-16bc.17-18
1Kor 11:23-26
Yoh 13:1-15

Mewartakan Wafat Tuhan sampai Ia datang!

imagePada hari ini kita memasuki triduo pasquale atau tri hari suci (tiga hari) menjelang perayaan Paskah. Kata tri hari suci ini bukanlah berarti tiga hari suci persiapan untuk merayakan Paskah melainkan perayaan Paskah dirayakan selama tiga hari suci. Perayaan Paskah secara keseluruhan dimulai dengan mengenang perjamuan malam terakhir pada malam ini, penderitaan Yesus tketika memikul Salib, kematian-Nya, penguburan hingga kebangkitan yang mulia di hari raya paskah. Sebab itu selama tiga hari suci ini kita tidak merayakan tiga perayaan yang berbeda tetapi kita merayakan satu kesatuan misteri yang dirayakan dalam tiga hari yang berbeda.

Hari Kamis Putih sebenarnya tidak termasuk dalam Tri Hari Suci tetapi menjadi awal perayaan khususnya pada malam hari ini kita mengenang perjamuan Tuhan. Kita mengenang perjamuan Tuhan sebagai awal penderitaan-Nya. Tuhan Yesus mengadakan perjamuan bersama para rasul-Nya sebagai Imam Agung. Imam Agung yang mempersembahkan bukan lagi hewan-hewan sebagai kurban bakaran, melainkan menjadikan diri-Nya sesuai kehendak Bapa, persembahan abadi satu kali untuk selama-lamanya. Hal ini sesuai dengan Sabda Tuhan ini: “Dan Ia bukan masuk untuk berulang-ulang mempersembahkan diri-Nya sendiri, sebagaimana Imam Besar setiap tahun masuk ke dalam tempat kudus dengan darah yang bukan darahnya sendiri. Sebab jika demikian Ia harus berulang-ulang menderita sejak dunia ini dijadikan. Tetapi sekarang Ia hanya satu kali saja menyatakan diri-Nya, pada zaman akhir untuk menghapuskan dosa oleh korban-Nya.” (Ibr 9:25-26).

Ekaristi yang kita rayakan bersama pada malam hari ini adalah simbol dan sumber cinta kasih. Tuhan lebih dahulu mengasihi kita dengan memberi diri-Nya secara total, sampai tuntas sehingga kita semua diingatkan untuk menjawabi kasih Tuhan ini dengan mengasihi-Nya. Caranya adalah dengan sembah bakti atau adorasi suci setelah perayaan sakramen Ekaristi, hingga tengah malam ini. Mulai tengah malam nanti kita beralih kepada peringatan penderitaan dan wafat Yesus Kristus. Penyembahan sakramen mahakudus atau adorasi suci sudah menjadi kebiasan yang bagus di dalam Gereja Katolik. Ini juga menjadi saat kita menyatu dengan Tuhan Yesus Kristus yang menderita, wafat dan bangkit dengan mulia di hari raya paskah.

Sabda Tuhan pada malam hari ini mengarahkan hati dan pikiran kita pada figur Tuhan Yesus yang duduk dan makan bersama, yang bertindak sebagai Imam Agung. Kita membaca dan mendengar dalam bacaan pertama tentang penetapan perjamuan paskah bagi orang-orang Yahudi. Tuhan sendiri yang memiliki keinginan dan kehendak supaya orang-orang Ibrani melakukannya. Kepada Musa dan Harun, Tuhan menetapkan waktu yang penting untuk Paskah. Tuhan berkata: “Bulan ini akan menjadi permulaan segala bulan bagimu tiap-tiap tahun.” Lebih lanjut Tuhan meminta supaya bangsa Israel menjadikan tanggal sepuluh dalam bulan, kesempatan bagi mereka untuk mengorbankan seekor anak domba jantan, tidak bercela, dan berumur setahun. Kalau tidak ada domba maka kambing pun boleh dipakai. Orang-orang yang makan paskah juga ditetapkan jumlahnya.

Anak domba atau kambing dikurung sampai tanggal empat belas dalam bulan. Waktu untuk menyembelinya adalah pada senja hari. Darahnya bisa diambil sedikit untuk dioleskan pada kedua tiang rumah. Daging anak domba harus dipanggang lalu dimakan dengan roti tidak beragi. Mereka harus memakannya dengan sikap berjaga-jaga. Darah anak domba menjadi tanda keselamatan bagi umat Israel. Paskah ini akan dirayakan secara turun temurun untuk mengenang keselamatan yang datang dari Tuhan Allah kita.

Upacara paskah Yahudi menjadi sebuah kenangan akan keselamatan yang Tuhan berikan kepada umat Israel. Satu aspek yang ada dalam paskah Yahudi adalah korban dan pengorbanan. Ada domba dan kambing yang menjadi korban. Ada pribadi-pribadi yang rela berkorban. Hal lain yang patut kita ingat adalah kehadiran Tuhan yang tiada henti-hentinya bagi umat Israel. Tuhan menjadi Alkah bagi Israel.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil mengadakan perjamuan bersama para murid-Nya. Perjamuan ini dilakukan-Nya bersama para murid sebelum hari raya Paskah. Ia adalah kepala keluarga para rasul, Imam Agung yang duduk dan berekaristi bersama. Ia senantiasa mengasihi para murid-Nya, demikian sekarang dalam perjamuan ini, Tuhan Yesus mau mengasihi mereka sampai tuntas.

Bagaimana cara Ia mengungkapkan kasih-Nya di meja makan? Yesus adalah Tuhan yang rela berkenosis atau mengosongkan diri-Nya (Flp 2:7). Dia adalah Tuhan yang mengabdi manusia. Ia bangun, menanggalkan jubah-Nya, mengambil sehelai kain, mengikatnya di pinggang, menuangkan air di dalam basi dan membasuh kaki para murid-Nya dan menyekanya dengan kain yang terikat di pinggang-Nya. Tuhan Yesus menjadi sama seperti hamba. Ia mengabdi para Rasul-Nya. Tuhan saja rela mengosongkan diri, menjadi abdi untuk melayani manusia. Ini perbuatan Tuhan yang luar biasa.

Tuhan Yesus mengatakan kepada para murid-Nya: “Jikalau Aku, Tuhan dan Gurumu, membasuh kakimu, maka kamu juga wajib saling membasuh kaki. Sebab Aku telah memberi suatu teladan bagimu, supaya kamu juga berbuat seperti tang telah Kuperbuat bagi-Mu.” (Yoh 13:14-15). Sungguh luar biasa kasih dan pengabdian Tuhan Yesus kepada kita. Dia mengasihi bukan dengan perkataan saja tetapi dengan mengurbankan diri-Nya untuk kita.

Penginjil Yohanes memperlawankan cinta kasih Tuhan Yesus sampai tuntas kepada manusia dengan pengkhianatan Yudas Iskariot. Yudas bersifat egos dan jahat bagi dirinya, sesama manusia dan Tuhan. Ia mengkhianati Tuhan Yesus dengan menjualnya seharga tiga puluh perak. Cinta kasih berlawanan dengan cinta diri. Manusia bisa mengutamakan cinta diri dibandingkan dengan cinta kasih.

Penginjil Yohanes mengajak kita untuk merenungkan dua hal yang penting di dalam Gereja yakni pembentukan Ekaristi dan penting imam sebagai pelayan Ekaristi. Ekaristi merupakan perjamuan, saat kita makan dan minum bersama sebagai sesama manusia dan dengan Tuhan. Sakramen imamat menjadi tanda keselamatan, dimana para imam yang ditahbiskan di dalam Gereja Katolik merayakan Ekaristi untuk mengenang Paskah Kristus.

St. Paulus dalam bacaan kedua meneguhkan para imam yang merayakan Ekaristi untuk mencintai Ekaristi. Para imam menjadikan Ekaristi sebagai bagian dari hidupnya. Paulus sendiri mengalaminya dan membaginya di dalam Gereja. Ia mengatakan bahwa semua yang diwartakan merupakan segala yang diterimanya dari Tuhan. Tuhan Yesus berekaristi dengan mengambil roti sebagai lambang tubuh-Nya dan anggur sebagai lambang Darah-Nya. Imam merayakan Ekaristi sebagai kenangan akan Paskah Yesus Kristus. Roti dan anggur diberkati, dikuduskan dan mengalami transubstansi. Roti bukan lagi sebuah roti saja tetapi menjadi tubuh Kristus. Anggur bukanlah anggur saja melainkan menjadi darah Kristus.

Dari perkataan Paulus ini kita belajar indahnya saling berbagi sebagai saudara. Tuhan saja memberi diri-Nya, berbagi dengan kita maka baiklah kita juga belajar berbagi dengan sesama manusia. Tuhan berbagi karena Dia adalah kasih. Pada malam hari ini kita mengalami kasih Tuhan maka kita juga membagi kasih Tuhan kepada sesama.

Ketiga bacaan Kitab Suci yang kita dengar dan renungkan pada malam hari ini merupakan tanda kerahiman Allah di dalam diri Yesus Kristus Tuhan kita. Mari kita menjadi tanda dan pembawa kerahiman Allah bagi sesama kita.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply