Homili 27 September 2017

Hari Rabu, Pekan Biasa ke-XXV
Ezr 9:5-9
Mt (Tob) 13: 2.4.6-8
Luk 9:1-6

Wartakanlah Sabda dengan hidupmu!

Saya pernah mengikuti perayaan Misa pentahbisan imam baru dari sebuah Tarekat. Saya mendapat sebuah insight dari Homili Uskup Pentahbis, yang sangat menguatkan hidup dan panggilanku sebagai seorang imam. Ia berkata: “Hari ini kalian menjadi imam bagi Kristus di dalam Gereja. Jadilah imam-imam katolik yang terbaik. Rayakanlah sakramen-sakramen dengan devosi sebagai jalan kekudusan bagimu. Wartakanlah Yesus Kristus dan Injil-Nya bukan hanya dengan kata-kata saja tetapi lebih-lebih, wartakanlah dengan hidupmu yang nyata”. Saya merenungkan setiap point ini: menjadi imam bukan untuk diri sendiri tetapi menjadi imam bagi Gereja. Banyak kali saya sendiri keliru sehingga berpikir bahwa saya menjadi imam bagi diriku sendiri. Sekarang muncul kesadaran yang lebih besar yakni menjadi imam bagi Gereja Kristus yang satu, kudus, katolik dan apostolik. Saya berusaha untuk merayakan sakramen-sakramen dengan devosi, bukan dengan emosi atau mengesampingkan kasih dan kebaikan Tuhan. Saya berusaha untuk mewartakan Injil dengan sukacita bukan hanya melalui kata-kata tetapi lebih-lebih dengan hidup saya sebagai pengikut Kristus yang nyata. Mewartakan Injil melalui pelayanan-pelayanan belas kasih Allah bagi semua orang. Saya kembali ke komunitasku dengan sukacita. Semangat pelayananku diperbaharui Tuhan melalui pengalaman iman dalam misa tahbisan imam baru.

Pada hari ini kita mendengar sebuah kisah Injil yang menarik perhatian. Tuhan Yesus memanggil kedua belas murid-Nya. Ia memberikan tenaga dan kuasa kepada mereka untuk tugas pelayanan istimewa ini: untuk mengusai setan-setan da menyembuhkan penyakit-penyakit dan kelemahan manusiawi kita. Ditegaskan juga bahwa tugas perutusan para rasul adalah mewartakan Kerajaan Allah dan menyembuhkan orang-orang sakit. Tugas perutusan ini dilanjutkan oleh para pilihan Allah yaitu para uskup dan imam di dalam Gereja. Para gembala masa kini harus berusaha untuk menguasai setan bukan dikuasai setan dan menyembuhkan sakit penyakit yang sedang menguasai manusia bukan takut pada sakit dan pentakit. Sakit dan penyakit juga selalu dihubung-hubungkan dengan dosa yang selalu diulangi dalam hidup pribadi para pendosa. sebab itu perlu pertobatan yang radikal.

Tugas perutusan dapat berhasil dengan baik tidaklah tergantung pada berapa jumlah kata yang keluar dari mulut kita tetapi sangat tergantung pada hidup kita yang nyata. Apakah hidup kita menjadi teladan dan inspirasi kebaikan bagi sesama. Tuhan Yesus membantu para murid-Nya supaya berbicara sedikit, memberi teladan kebaikan lebih banyak. Maka kepada para murid-Nya, Ia berkata: “Jangan membawa apa-apa dalam perjalanan, jangan membawa tongkat atau bekal, roti atau uang atau dua helai baju”. Faktor keteladanan yang diminta Yesus dari para utusan adalah sebuah sikap lepas bebas, supaya mededikasikan diri secara total hanya kepada Tuhan. Yesus sendiri berkata: “Seorang pekerja patut mendapat upahnya” (Luk 10:7). Seorang utusan harus fokus saja pada pada tugas perutusan yang Tuhan percayakan kepadanya.

Tuhan Yesus juga menasihati para rasulnya bahwa apabila mereka di terima dalam sebuah rumah maka mereka siap untuk tinggal bersama sampai benar-benar mereka mau meninggalkan rumah itu. Kalau tidak ada yang mau menerima mereka maka, mereka boleh keluar dari kota sambil mengebaskan debu dari kaki mereka sebagai peringatan bagi kota itu. Para utusan Tuhan tidak bekerja bagi diri mereka sendiri. Mereka melakukan pekerjaan-pekerjaan Yesus untuk menyembuhkan orang sakit, mengusir setan-setan dan mewartakan Injil Kerajaan Allah. Tugas-tugas ini menjadi keprihatinan Tuhan yang harus direalisasikan oleh para rasul. Namun kalau tidak ada orang yang menerimanya maka para rasul meninggalkan tempat itu dan biarkan keadilan Tuhan merajai sekaligus menyadarkan mereka.

Para rasul mendengar dan menginsafi semua perkataan Tuhan Yesus. Sebab itu mereka patuh kepada Tuhan Yesus dan menjalaninya. Dikatakan dalam Injil: “lalu pergilah mereka dan menjelajah segala desa, sambil memberitakan Injil serta menyembuhkan orang sakit di segala tempat”. Memang, mereka masih tinggal bersama Yesus tetapi butuh latihan praktis untuk melakukan pekerjaan Yesus. Untuk itu para rasul menunjukkan teladan ketaatan yang luar biasa untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan Tuhan.

Apa yang harus kita lakukan sebagai rasul-rasul masa kini?

Dari Sabda Tuhan, kita belajar banyak hal untuk menjadi rasul atau utusan Tuhan yang sukses. Pertama, dari dalam diri kikta sendiri butuh semangat ini: “Kerajaan Allah sudah dekat, bertobatlah dan percayalah kepada Injil”. Seorang rasul Tuhan perlu membangun semangat pertobatan dan percaya kepada Injil. Dengan demikian ia dapat mengalami Allah dalam hidup pribadinya sebagai rasul. Kedua, seorang rasul memiliki sikap lepas bebas. Sikap lepas bebas adalah salah satu bentuk keteladanan yang harus ditunjukkan kepada sesama manusia. Sikap lepas bebas membantu kita untuk tidak melekat pada harta duniawi tetapi mencari lebih dahulu Kerajaan Surga dan mewartakannya. Ketiga, seorang rasul selalu sadar bahwa apa yang dilakukannya adalah pekerjaan-pekerjaan Tuhan, bukan pekerjaan dirinya sendiri. Ia harus memiliki skala prioritas dalam melaksanakan karya dan pelayanannya.

Mari kita belajar untuk mewartakan Yesus dan Injil-Nya dalam hidup yang nyata. Hidup yang nyata di hadapan Tuhan sebagai orang Kristiani yang baik dan warga negara yang jujur lebih besar pengaruhnya dari pada seribu satu kata yang keluar dari dalam mulut kita.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply