Homili 24 Januari 2018

Hari Rabu, pekan Biasa ke-III
PW.St. Fransiskus dari Sales
2Sam. 7:4-17
Mzm. 89:4-5,27-28,29-30
Mrk. 4:1-20

Merenungkan kasih dan kebaikan Tuhan

Pada hari ini seluruh Gereja Katolik mengenang St. Fransiskus dari Sales. Ada dua kutipan perkataannya yang sangat inspiratif buatku dan hendak saya bagikan untuk kita semua. Kutipan pertama tentang kasih. Ia berkata: “Ukuran mengasihi adalah mengasihi tanpa ukuran”. Perkataannya memang sangat singkat tetapi mendalam sekali maknanya. Banyak orang memang mengaku sedang mengasihi tetapi mereka masih menggunakan ukuran tertentu. Ukuran mengasihi adalah berapa yang sudah diberikan atau dilakukan kepada orang lain. Setelah menghitungnya baru menceritakannya kepada orang lain. Ini adalah sebuah kekeliruan yang fatal sebagai pengikut Kasih sejati yakni Tuhan Allah sendiri. St. Fransiskus dari Sales mengikuti perkataan Yohanes bahwa Allah adalah kasih sehingga dengan tepat ia mengatakan bahwa ukuran mengasihi adalah mengasihi tanpa ukuran. Mengasihi tanpa batas. Mengasihi itu universal sebab kita adalah buah kasih itu sendiri.

Kutipan perkataan kedua yang menginspirasikan saya pada hari ini adalah tentang menjadi pribadi yang sabar. Ia berkata: “Bersabarlah dengan segala hal, tapi terutama bersabarlah terhadap dirimu. Jangan hilangkan keberanian dalam mempertimbangkan ketidaksempurnaanmu, tapi mulailah untuk memperbaikinya, mulailah setiap hari dengan tugas yang baru.” Pikirkanlah, apakah sepanjang hari ini anda sudah bersabar dengan dirimu sendiri? Kalau anda belum sabar terhadap diri sendiri bagaimana anda dapat bersabar terhadap orang lain? Kita patut bersyukur memiliki St. Fransiskus dari Sales, sang pujangga cinta kasih dan kesabaran.

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini mengajak kita untuk merenung lebih dalam lagi tentang kasih dan kebaikan Tuhan. Dalam bacaan pertama kita mendengar kisah kasih antara Raja Daud dan Tuhan. Raja Daud hendak membangun rumah bagi Tuhan Allah. Tuhan menanggapi rencana Daud dengan mengutus nabi Nathan kepadanya dengan perkataan ini: “Masakan engkau yang mendirikan rumah bagi-Ku untuk Kudiami?” (2Sam 7:5). Daud berpikir tentang rumah Tuhan sebagai sebuah bangunan fisik, tetapi Tuhan melihat hati manusia sebagai rumah-Nya. Tuhan lalu membuka pikiran raja Daud melalui nabi Nathan untuk mengenang kembali semua karya yang sudah sedang dilakukan Tuhan.

Inilah ingatan-ingatan tentang kasih Tuhan bagi raja Daud: Tuhan tidak pernah diam di dalam rumah sejak ia membimbing bangsa Israel keluar dari tanah Mesir. Selanjutnya Tuhan mengingatkan raja Daud akan masa lalunya ketika pertama kali Tuhan memanggilnya saat masih bekerja sebagai seorang gembala kambing dan domba di padang. Tuhan sendiri yang mengambil dan menjadikannya sebagai raja Israel. Tuhan menyertainya dengan Roh Kudus, melindunginya dari musuh-musuhnya. Tuhan bahkan mengatakan bahwa dari Keturunannya, akan lahir seorang anak kandung dan Tuhan sendiri akan mengokohkan kerajaannya. Ia akan menjadi anak dan Tuhan sendiri akan menjadi Bapa baginya. Semua perkataan Tuhan tentang keturunan Daud yang akan mengokohkan Kerajaan Daud, dalam terang Kristiani kita kita diarahkan kepada pribadi Kristus sendiri. Yesus Kristus adalah Anak Daud!

Yesus Kristus, Anak Daud dalam bacaan Injil hari ini menunjukkan diri-Nya sebagai seorang Penabur benih yang tidak lain adalah Sabda Allah. Yesus sedang berada di pinggir danau Galilea dengan keadaan tanahnya yang begitu subur. Ia duduk di atas perahu dan mengarahkan orang-orang yang datang kepada-Nya untuk melihat lahan Galilea yang subur sambil mengajar mereka dalam perumpamaan. Ia mengatakan bahwa ada seorang penabur yang keluar untuk menabur benih. Ia adalah pemilik benih maka ia pun bebas untuk menaburkan benih-benih yang ada di keranjang benih.

Bagaimana keadaan benih-benih itu? Ada benih yang jatuh di pinggir jalan. Sayang sekali benih ini mudah dilihat oleh burung-burung sehingga dalam waktu singkat memakannya sampai habis. Ada benih yang jatuh di tanah yang berbatu-batu, tidak banyak tanahnya. Benih itu segera tumbuh karena ada sedikit tanahnya. Namun pada saat matahari terbit, benih itu pun layu dan mati sebab tidak berakar. Ada benih yang jatuh di antara semak duri. Benih itu memang tumbuh tetapi semak duri menghimpitnya sampai mati sehingga benih itu tidak berbuah. Ada benih yang jatuh di tanah yang subur. Bertumbuh dengan suburnya sehingga menghasilkan buah tiga puluh kali lipat, enam puluh kali lipat dan seratus kali lipat.

Tentu saja semua orang yang mendengar perumpamaan ini memahaminya secara harafiah, mengingat tanah Galilea yang memiliki tanah subur, banyak semak durinya dan juga tanah berbatu dan jalan-jalan yang mereka lalui. Maka secara harafiah mereka pasti langsung mengerti kondisi benih dan lahannya. Tetapi itu bukan maksud Tuhan Yesus. Tuhan sudah mengetahui bahwa semua perkataan yang diucapkan-Nya, semua pekerjaan yang dilakukan-Nya di depan mereka belum diterima oleh mereka. Roh Kudus belum membuka pikiran mereka untuk mengerti semua perkataan dan perbuatan Yesus.

Lalu apa yang dilakukan Tuhan Yesus? Ia menjelaskan makna perumpamaan ini kepada mereka. Benih adalah Sabda, logos yang diwartakan Yesus. Penabur adalah Yesus sendiri. Benih yang jatuh dipinggir jalan adalah mereka yang mendengar Sabda namun iblis langsung merampas sabda itu dari hati mereka. Benih di antara tanah berbatu adalah orang yang mendengar sabda, menerimanya dengan gembira tetapi Sabda tidak bertahan lama. Ketika terjadi penindasan, penganiayaan maka mereka adalah orang-orang pertama yang murtad. Benih-benih yang jatuh di antara semak berduri adalah orang-orang yang mendengar sabda, menerimanya tetapi masih terhimpit oleh kekuatiran dunia, tipu daya kekayaan dan keinginan-keinginan lain sehingga Sabda itu tidak berbuah. Benih yang jatuh di lahan yang baik adalah orang mendengar sabda, menyambutnya dengan sukacita sehingga menghasilkan buah yang berlipat ganda yakni tiga puluh, enam puluh dan seratus kali lipat.

Mari kita memeriksa bathin kita dan merenungkan kasih dan kebaikan Tuhan. Apakah kita memiliki lahan yang subur bagi Sabda Tuhan? Atau kita hanya memiliki lahan seperti dipinggir jalan, di tanah yang berbatu dan di antara semak duri? Biarkanlah Tuhan bekerja dalam hati kita masing-masing.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply