Homili 31 Januari 2018 (Injil untuk Fresh Juice)

Hari Rabu, Pekan Bisa ke-IV
Pw. St. Yohanes Bosco
2Sam. 24:2,9-17
Mzm. 32:1-2,5,6,7
Mrk. 6:1-6

Benar-benar nabi!

Pada hari ini seluruh Gereja Katolik merayakan peringatan wajib St. Yohanes Bosco atau banyak di antara kita mengenalnya sebagai St. Don Bosco. Ia dikenal sebagai orang kudus yang membaktikan seluruh hidupnya dengan melayani orang-orang muda. Ia berkata kepada orang-orang muda di oratoriumnya: “Bagi kalian saya belajar, bagi kalian saya bekerja, bagi kalian saya hidup, bagi kalian saya bahkan siap untuk memberikan nyawa saya”. Sebelum meninggal dunia ia berkata: “Hai orang-orang muda, saya menunggu kalian satu persatu di surga”. Menjadi nabi bagi kaum muda bukanlah hal yang mudah. Don Bosco memang sangat mengasihi orang-orang muda terutama mereka yang miskin sebab ia sendiri pernah mengalami kemiskinan di dalam keluarganya. Ia tidak menghendaki supaya orang-orang muda pada masanya menjadi miskin sebagaimana ia pernah mengalaminya pada masa kanak-kanaknya. Sebab itu ia siap untuk membaktikan diri bagi kaum muda.

Menjadi nabi bagi orang-orang muda bukanlah hal yang mudah. Don Bosco pernah mengalami bahwa orang-orang yang meragukan kemampuannya justru berasal dari keluarganya sendiri. Ketika berusia sembilan tahun, Yohanes bermimpi untuk pertama kalinya. Kala itu ia sedang berada di halaman rumahnya sambil melihat begitu banyak orang muda yang bermain di sebuah lapangan terbuka. Ada orang muda tertentu yang tawa ria, bermain dan lainnya iseng sambil mengeluarkan kata-kata yang kasar dan jorok. Ketika itu Yohanes tidak tahan mendengar kata-kata kasar dan jorok maka ia melompat dan berdiri di tengah-tengah mereka, memukul dan meneriaki mereka untuk berhenti mengucapkan kata-kata yang kasar dan jorok. Pada saat yang sama muncullah seorang seorang pria dengan tampilan yang beda, bercahaya memangilnya dan memintanya untuk menjadi leader bagi kaum muda tersebut. Ia juga mengatakan kepada Yohanes bahwa bukanlah tongkat yang dapat memanusiakan kaum muda yang brutal melainkan dengan kelembutan dan kebaikan hati.

Don Bosco sempat ragu dan bertanya-tanya dalam hati nya tentang mimpi ini. Pria yang tadi berbicara dengannya berjanji untuk memberikan seorang ibu kepada Yohanes Bosco. Dalam waktu singkat ia melihat seorang wanita kudus, datang dan menolong serta mengajarinya. Ia juga sempat melihat orang-orang muda yang berkelahi berubah menjadi hewan-hewan liar. Sang wanita itu berkata kepada Yohanes bahwa itu adalah lapangan kerja bagi Yohanes, dalam hal ini mengubah orang-orang muda yang kelihatan liar, menjadi lebih baik dalam hidupnya. Hewan-hewan liar kini berubah menjadi hewan-hewan yang jinak. Kuncinya adalah supaya Johanes Bosco menjadi orang yang terberkati dan bahagia.

Keesokan harinya Yohanes Bosco sempat menceritakan mimpinya kepada keluarganya. Berbagai reaksi pun muncul. Yosef saudaranya mengatakan bahwa berdasarkan isi mimpinya ini maka John Bosco dapat menjadi seorang gembala untuk memperhatikan kambing, domba dan sejenisnya. Ibunya mengatakan: “Siapa tahu, mungkin saja engkau dapat menjadi romo terkenal”. Antonius saudaranya lebih ekstrim: “Dengan mimpi itu mau mengatakan bahwa engkau akan menjadi seorang pemimpin gang untuk merampok. Tetapi sang nenek berkata: “Engkau tidak harus memperhatikan satu dari semua mimpi yang ada.”

Kisah hidup St. Yohanes Bosco mengantar kita untuk mengerti pesan Injil pada hari ini. Dikisahkan bahwa Tuhan Yesus dan para murid-Nya kembali ke tempat asalnya yaitu di Nazaret. Pada hari Sabat ia tampil di depan umum di sinagoga Nazaret. Yesus sendiri mengajar dan semua orang takjub kepada-Nya. Dalam suasana takjub, mereka berkata: “Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan mujizat-mujizat yang demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya? Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?” (Mrk 6:2-3). Mereka kecewa dan menolak Dia.

Apa reaksi Yesus terhadap sikap hidup orang-orang Nazaret ini? Yesus berkata: “Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya.” (Mrk 6: 4). Yesus sendiri merasa heran dengan orang-orang pada zaman-Nya. Mereka melihat-Nya namun tidak percaya kepada-Nya. Ia memilih untuk mewartakan Injil dari desa ke desa. Tuhan Yesus ditolak oleh orang-orang sekampung halaman-Nya. Mereka masih tertap melihat masa lalu Yesus sebagai si tukang kayu. Inilah pengenalan orang-orang zaman itu kepada Yesus. Ini semua dilakukan oleh orang-orang se kampung halaman.

Mari kita melihat figur Tuhan Yesus yang ditolak oleh orang-orang sekampung halamannya. Kita juga memandang kehidupan Don Bosco di dalam keluarganya. Ternyata mereka berdua pernah mengalami penolakan tetapi kebajikan yang ditunjukkan Yesus adalah Ia tetap berjalan keliling dari desa-ke desa sambil mengajar. Ia tidak memikirkan apa yang sudah dikatakan orang-orang itu kepada-Nya. Ia tetapi mencari dan menyelamatkan orang-orang yang membutuhkan keselamatan. Yohanes Bosco pernah mengalami pengalaman penolakan ini dalam keluarganya sendiri. Bahkan Gastaldi, seorang rekan imamnya yang begitu akrab tetapi sifatnya berubah saat menjadi uskup dan tidak mau mengenal karya-karya Don Bosco bersama kaum muda. Don Bosco tetap berbuat baik bahkan berlutut di depan Gastaldi untuk meminta maaf, meskipun Don Bosco tidak berbuat suatu kesalahan.

Kita belajar hari ini bahwa kalau benar-benar menjadi nabi haruslah tahan banting, siap menderita, selalu berbuat baik dan aneka kebajikan lain yang dapat mengubah hidup orang lain. Don Bosco berprinsip: “Da mihi animas coetera tolle” artinya “Berikanlah kepadaku jiwa-jiwa, yang lain ambillah.” Ini adalah tanda kenabian Don Bosco di tengah kaum muda. Sebuah sikap gembala baik yang diajarkan oleh Yesus sang gembala baik sendiri. Viva Don Bosco!

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply