Homili 26 Maret 2018

Hari Senin, Pekan Suci
Yes 42:1-7
Mzm 27:1.2.3.13-14
Yoh 12:1-11

Hanya Dikaulah Terang dan Keselamatanku

Pada suatu kesempatan saya memeriksa buku catatan dari para siswa di sekolah. Ini adalah sebuah kebiasaan yang saya lakukan untuk melihat seberapa besar minat siswa terhadap mata pelajaran yang saya ajarkan. Saya juga mendapat feedback yang dapat membantu saya sebagai guru untuk lebih creative dan inovatif dalam melakukan proses belajar mengajar dengan mereka. Saya menemukan banyak hal dari buku catatan para siswa ini. Ada yang mengungkapkan rasa dan perasaan mereka secara manusiawi dan juga secara rohani dalam lembaran-lembaran buku catatan mereka. Misalnya, saya menemukan seorang siswi yang menulis kalimat doa ini: “Hanya Dikaulah terang dan keselamatanku”. Saya sempat memanggil siswi tersebut dan berdialog dengannya tentang kalimat doa yang ditulisnya dalam buku catatanya ini. Ia mengatakan bahwa kalimat doa ini adalah warisan ayahandanya sebelum meninggal dunia. Ayahnya yang sudah berada bersama sang penciptanya selalu mengulangi doa ini saat sedang sakit hingga saat-saat terakhir sebelum meninggal dunia. Luar biasa pengalaman rohani yang mengubah segala sesuatu. Sejak saat itu saya yakin bahwa Tuhan berbicara kepadaku melalui para siswa yang sederhana. Saya juga yakin bahwa kalimat doa ini telah mengubah hidup siswi ini untuk berpegang teguh kepada Tuhan. Banyak di antara kita mungkin memiliki pengalaman rohani yang sederhana dari orang-orang yang sederhana pula.

Saya mengingat Raja Daud. Ia mengalami pasang naik dan pasang surut dalam berelasi dengan Tuhan. Ketika ia jatuh dalam dosa, ia cepat menyadarinya dan memohon pengampunan dari Tuhan. Baginya, Tuhan adalah kekuatan yang melindungi dan menyelamatkannya. Ia pernah berdoa: “Tuhan adalah terang dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut? Tuhan adalah benteng hidupku, terhadap siapakah aku harus gentar? Sungguh, aku percaya akan melihat kebaikan Tuhan di negeri orang-orang yang hidup!” (Mzm 27: 1-2. 13). Apa yang dapat kita pelajari dari seruan Daud kepada Tuhan? Daud merasa diri kecil di hadirat Tuhan maka ia bersujud sambil mengakui imannya kepada Tuhan sebagai terang dan keselamatannya. Walau banyak musuh yang menghadangnya, ia tidak merasa takut karena ia percaya bahwa Tuhan adalah kekuatan yang senantiasa menyertainya. Daud percaya bahwa Tuhan melindunginya laksana benteng yang kuat dan tidak akan goyah. Iman raja Daud hendaklah menjadi bagian iman kita ketika mengalami kesulitan, tantangan, penderitaan dan kemalangan.

Dalam pekan suci ini mata kita tertuju pada figur Yesus yang memasuki kota Yerusalem untuk memulai penderitaan-Nya demi keselamatan bagi manusia. Kita membaca dan mendengar kisah tentang hamba Yahwe yang menderita dalam Kitab nabi Yesaya. Pada hari ini kita mendengar kisah pertama hamba Yahwe yang menderita (Yes 42:1-7). Tuhan berkata: “Lihat, itu hamba-Ku yang Kupegang, orang pilihan-Ku yang kepadanya Aku berkenan. Aku telah menaruh Roh-Ku ke atasnya, supaya ia menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa. Ia tidak akan berteriak menyaringkan suaranya, atau memperdengarkan suaranya di jalan” (Yes 42: 1-2). Hamba Yahwe adalah orang pilihan Allah sendiri. Hamba yang siap menderita, tidak akan beteriak karena menderita.

Apa maksud Tuhan di balik penderitaan sang hamba-Nya? Kata kunci yang muncul dalam perikop ini adalah penyelamatan. Tuhan memanggil dan menentukan sang hamba sebagai penyelamat bagi banyak orang. Sang hamba adalah tanda perjanjian Allah dengan manusia dalam konteks keselamatan. Sang hamba menjadi terang bagi bangsa-bangsa, dan membebaskan bangsa-bangsa dari kebutaan, hukuman dan tahanan di dalam penjara. Sang hamba Yahwe yang menderita ini melakukan perbuatan kasih dengan memperhatikan kebutuhan manusia dan memberi dirinya untuk kebahagiaan orang lain. Figur Hamba Yahwe ini adalah Yesus sendiri. Gereja purba merefleksikan kehidupan Yesus sebagai Hamba yang menderita, untuk menyelamatkan umat manusia.

Dalam bacaan Injil, kita mendengar kisah hidup Yesus sebelum memulai penderitaan-Nya untuk menyelamatkan manusia. Dikisahkan bahwa enam hari sebelum paskah Ia datang ke Betania, tepatnya di rumah Lazarus sahabat-nya yang barusan dibangkitkan dari alam maut. Suasana keluarga Lazarus memang seperti biasa: Marta saudaranya adalah pemilik rumah yang siap melayani Yesus. Lazarus baru bangkit dari kematiannya maka ia memilih tenang. Maria selalu tenang dan berada di dekat Yesus. Kali ini Maria mengambil minyak narwastu murni, mengoles kaki Yesus dan mengeringkannya dengan rambutnya sendiri. Bau minyak itu memenuhi seluruh rumah.

Reaksi yang terjadi saat itu: Pertama, Yudas Iskariot sang pengkhianat pura-pura berempati dengan orang miskin tetapi sebenarnya dia seorang pencuri. Di sekeliling kita masih ada banyak Yudas Iskariot yang pura-pura berpikir tentang orang miskin namun tidak pernah beraksi untuk orang miskin. Hal yang terjadi justru menindas dan merampas kehidupan orang-orang miskin. Kedua, orang banyak yang datang ke rumah Marta memiliki dua motivasi yakni melihat Lazarus yang dibangkitkan Yesus dan melihat Yesus yang membangkitkan Lazarus. Orang-orang yang melihat Lazarus hidup kembali percaya kepada Yesus, sedangkan para pemimpin Yahudi seperti para imam kepala berencana untuk membunuh Lazarus. Lihatlah situasi chaos yang menguasai orang-orang yang kelihatan dekat dengan Tuhan tetapi sebenarnya begitu jauh dari Tuhan. Banyak di antara kita kiranya serupa dengan para pemimpin Yahudi. Mereka seolah-olah dekat dengan Tuhan padahal begitu jauh dari Tuhan. Ketiga, Tuhan Yesus. Ia berkata: “Biarkanlah Maria melakukan hal ini mengingat hari penguburan-Ku. Karena orang-orang miskin selalu ada padamu, tetapi Aku tidak akan selalu ada pada kamu.” Perkataan Yesus ini menunjukkan rasa empati-Nya yang mendalam dengan manusia yang berdosa. Ia juga mengetahui bahwa diri-Nya akan menderita dan wafat bagi manusia yang berdosa.

Pada hari ini kita memandang Yesus. Dialah hamba Yahweh yang menderita bagi kita semua. Hamba yang memberi diri-Nya sampai tuntas untuk menyelamatkan manusia tanpa mengeluh atau merintih. Semua ini karena kasih! Bagaimana dengan kita?

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply