Homili 19 Mei 2018

Hari Sabtu, Pekan Paskah ke-VII
Kis. 28:16-20,30-31
Mzm. 11:4,5,7
Yoh. 21:20-25

Kesaksiannya itu benar!

Seorang ayah selalu menasihati anak-anaknya untuk berkata benar. Pada suatu hari anak bungsu bertanya kepada ayahnya: “Ayah, mengapa engkau selalu mengulangi nasihat yang sama supaya kami berkata benar?” Sang ayah menjawab: “Sekarang engkau belum mengerti apa artinya berkata benar, tetapi akan tiba saat yang tepat di mana engkau akan mengerti semuanya”. Si bungsu mengangguk dan berusaha untuk memahami maksud dari sang ayah. Waktu berlalu begitu cepat. Si bungsu bertumbuh menjadi dewasa dan mulai bekerja di sebuah perusahaan ternama. Ia pun mulai belajar dari pengalamannya dan mengerti apa artinya berkata benar dilingkungan kerjanya, bersama rekan-rekan kerja, para pemimpin dan pelanggan yang berkaitan langsung dengan perusahaannya. Mencari orang yang selalu berkata benar itu sulit sebab semua ini berkaitan langsung dengan kesaksian hidup pribadi orang tersebut. Apakah anda dan saya sudah berkata dengan benar dan akan terus berkata benar?

Pada hari ini kita berjumpa dengan dua sosok penting yang sangat inspiratif bagi kita semua. Sosok pertama adalah Yohanes Penginjil. Awal perkenalannya dengan Yesus versi Injil-injil Sinoptik adalah ketika bersama ayahnya Zebedeus dan Yakobus kakaknya bekerja sebagai nelayan di danau Galilea. Tuhan Yesus pasti melihat mereka setiap kali melewati tempat di mana mereka bekerja. Maka Ia pun memangginya bersama Yakobus, Andreas dan Petrus untuk menjadi penjala manusia. Satu hal yang menunjukkan jawaban pastinya untuk menjadi penjala manusia adalah sikapnya yang selalu siap sedia untuk tinggal bersama Yesus. Ia bersama Yakobus kakaknya “segera” meninggalkan ayahnya Zebedeus dan para pekerjanya untuk mengikuti Yesus dari Nazaret. Ini adalah sebuah pengurbanan yang luar biasa.

Yohanes menurut kesaksiannya sendiri dalam Injilnya (Injil Yohanes) adalah salah seorang murid pertama yang mendengar perkataan Yohanes Pembaptis ketika melihat Yesus lewat di depan mereka: “Lihatlah Anak Domba Allah!” (Yoh 1:36). Ia bersama Andreas mengikuti Yesus dan bertanya: “Rabi di manakah Engkau tinggal?” (Yoh 1: 37). Yesus menjawab mereka: “Marilah dan kamu akan melihatnya.” (Yoh 1: 39). Sejak saat itu Yohanes dan Andreas tinggal bersama Yesus, bahkan mereka juga memanggil saudara-saudaranya untuk datang dan tinggal bersama Yesus. Yohanes menunjukkan kasih dan kesetiaanya kepada Yesus. Kita menemukan semua kesaksian yang ditulisnya dalam Injil, surat-suratnya dan Wahyu yang menunjukkan bahwa ia sangat mengenal dan mengasihi Yesus. Sebab itu ia juga layak dikenal sebagai murid yang dikasihi Yesus.

Pada hari ini kita mendengar bagian terakhir dari Injilnya. Setelah Petrus membaharui janji setianya kepada Yesus maka Tuhan Yesus mengajaknya: “Ikutlah Aku”. Tentu saja Petrus menyadari dirinya sebagai pribadi yang penuh kelemahan dibanding Yohanes sebagai murid yang dikasihi Tuhan, karena kemurnian hatinya yang luar biasa di hadirat Tuhan. Sebab itu Petrus bertanya kepada Yesus: “Tuhan apakah yang akan terjadi dengan dia ini?” Yesus menjawabnya: “Jikalau Aku menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau, ikutlah Aku.” (Yoh 21:23). Cara Tuhan mengoreksi Petrus memang luar biasa. Petrus memang bermaksud baik, memikirkan Yohanes sebagai murid yang dikasihi Tuhan, namun Tuhan Yesus mengharapkan supaya Petrus tidak perlu mencampuri urusan Tuhan. Biarkan Tuhan yang punya kehendak untuk menyelamatkan siapa saja sesuai kehendak-Nya.

Yohanes menunjukkan dirinya sebagai sosok orang yang mengasihi Yesus dengan menulis kesaksiannya bersama Yesus di dalam Injil. Ia bersaksi tentang dirinya dengan mengatakan: “Dialah murid yang memberi kesaksian tentang semuanya ini dan yang telah menuliskannya dan kita tahu bahwa kesaksiannya itu benar.” (Yoh 21:24). Yohanes memang setia mengikuti Yesus dari awal hingga akhir. Ia tidak pernah meninggalkan Yesus sehingga ia juga menjadi murid inti bersama Petrus dan Yakobus. Semua kesaksiaannya bahwa Yesus adalah Sabda yang menjadi daging dan tinggal di antara kita sungguh-sungguh meyakinkan kita semua bahwa Dialah kasih Bapa yang menyelamatkan kita sampai tuntas (Yoh 13:1). Ia bersaksi bahwa Allah adalah kasih maka kita pun saling mengasihi bukan hanya dengan lidah dan bibir tetapi dalam perbuatan dan kebenaran.

Sosok kedua adalah Paulus. Ia rela dipenjarakan karena kasihnya yang tiada habis-habisnya bagi Yesus Kristus. Ketika ia dipindahkan ke Roma, ia diperbolehkan untuk tinggal di rumah sendiri bersama prajurit-prajurit yang mengawalnya. Ia tidak takut sebagai tahanan sebab tiga hari setelah berada di Roma, ia memanggil orang-orang terkemuka bangsa Yahudi untuk menjelaskan dirinya di hadapan mereka bahwa ia memang tidak melakukan suatu kesalahan apapun. Namun karena nama Yesus maka ia dipersalahkan dan rela menjadi tahanan. Ia tinggal dua tahun di Roma sambil mewartakan Kerajaan Allah dan mengajar tentang Tuhan Yesus Kristus.

Yohanes dan Paulus sama-sama mengantar kita kepada Tuhan Yesus Kristus. Mereka berdua memberikan kesaksian yang benar tentang figur Yesus Kristus Anak Allah yang datang untuk menyelamatkan kita semua. Tugas kita adalah menyerupai mereka dalam pikiran, perkataan dan perbuatan untuk mewartakan Tuhan Yesus Kristus sampai Ia datang kembali untuk mengadili orang yang hidup dan mati. Dari Yohanes kita belajar untuk mengasihi Yesus dengan hidup suci dan murni. Dari Paulus kita belajar bahwa masa lalu adalah guru yang mentransformasi seluruh hidup kita supaya lebih layak lagi menjadi bagian dari Tuhan sendiri.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply