Homili 27 Juli 2018

Hari Jumat Pekan Biasa ke-XVI
Yer. 3:14-17
MT Yer. 31:10,11-12ab,13
Mat. 13:18-23

Kekuatan Sabda Tuhan

Ada seorang Bapa yang membagi pengalamannya dalam rekoleksi bersama. Baginya, Sabda Tuhan telah membuatnya tetap bertahan dalam iman sebagai pengikut Kristus. Ia mengaku pernah tinggal di sebuah lingkungan di mana hanya dia sendiri yang menjadi pengikut Kristus. Semua orang di lingkungan itu berpikir bahwa dia juga seorang mualaf. Sebab itu kebiasaan-kebiasaan keagamaan yang ada di dalam lingkungannya disamaratakan saja. Ia hanya menolak saat diajak untuk sholat bersama di Mesjid. Ia mulanya mencari alasan mengapa ia menolak, tetapi lama kelamaan ia mengaku sebagai pengikut Yesus Kristus. Banyak orang kaget ketika mengetahui bahwa ia bukan salah satu dari mereka. Tetapi mereka tidak berbuat apa-apa sebab mereka tahu bahwa ia orang yang baik, selalu siap untuk menolong dan berlaku adil terhadap semua orang. Pegangannya adalah ia selalu rajin membaca dan merenungkan Kitab Suci. Ia menimbah segalah kekuatan rohani dari Kitab Suci. Kalimat yang menjadi inspirasi baginya adalah: “Lihatlah, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati”. (Mat 10:16).

Saya selalu mengingat sharing pengalaman Bapa ini. Saya membayangkan bahwa ia sebenarnya melawan arus namun ia telah belajar menjadi cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. Banyak orang tetap mengenangnya sebagai orang baik dan suka menolong karena ia menunjukkan nilai-nilai luhur kristiani kepada sesama tanpa memandang siapakah orang itu. Bagi saya ini adalah hidup kristiani yang benar. Sama seperti Yesus yang menerima semua orang apa adanya maka kita pun dengan Sabda-Nya mengalami transformasi atau revolusi mental untuk menjadi lebih Kristiani lagi. Sabda Tuhan menguatkan kita untuk berani bersaksi kepada semua makhluk bahwa Yesus adalah Tuhan bagi segalanya.

Pada hari ini kita mendengar bacaan Injil yang menarik perhatian kita semua. Tuhan Yesus menjelaskan perumpamaan tentang penabur. Sang Penabur keluar dari rumahnya untuk menabur dengan bebas. Ia tidak memilih lahan mana yang cocok untuk benih-benihnya. Sebab itu ada benih yang jatuh di pinggir jalan, di atas batu, di antara semak duri dan di tanah yang baik. Perumpamaan Yesus tentang sang penabur ini memang sesuai dengan situasi dan kondisi real orang-orang pada zaman itu. Mereka hidup sebagai petani maka kiranya harapan Yesus adalah semua orang boleh mengerti maksud pewartaan-Nya. Namun untuk lebih jelas bagi mereka maka Ia pun menjelaskannya kepada para murid-Nya.

Yesus membuka pikiran para murid-Nya untuk mengerti bahwa mereka juga disiapkan dan dipanggil untuk mendengar firman tentang Kerajaan Surga. Sayang sekali karena ada di antara mereka yang mendengar Firman, ternyata tidak mengerti sehingga iblis dengan kuasanya datang untuk merampas benih yang ditaburkan itu. Orang-orang seperti ini serupa dengan benih yang ditaburkan di pinggir jalan. Tidak ada pengaruhnya apa-apa. Ada juga orang yang serupa dengan benih yang ditaburkan di atas batu-batuan. Mereka ini hanya bisa bergembira ketika mendengar Sabda Tuhan, menerimanya tetapi mudah murtad ketika ada penganiayaan dan penindasan. Kemiskinan juga dapat menjadi penghalang untuk menerima Sabda Tuhan. Ada juga benih yang jatuh di antara semak duri. Hidup mereka ini penuh dengan kekuatiran dunia dan tipu daya kekayaan duniawi. Orang yang hidup dalam kekuatiran tidak akan menghasilkan buah apapun. Padahal Tuhan sendiri menyiapkan segalanya bagi kita. Ada juga benih yang ditaburkan di tanah yang baik. Ini adalah orang-orang yang mendengar Sabda, berusaha untuk mengertinya dan berusaha hari demi hari melakukannya sehingga menghasilkan buah-buah,
ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat.

Penjelasan Yesus tentang perumpamaan sang penabur benih ini menyadarkan kita untuk sadar diri di hadapan Tuhan. Kita semua mendengar sabda yang satu dan sama. Hanya kita boleh bertanya, apakah kita berusaha untuk mengerti, menyadari-nya lewat usaha untuk merenungkannya dan melakukan Sabda itu di dalam hidup kita? Kita perlu mengalami sendiri transformasi diri karena Sabda Tuhan sebab bisa jadi kita masih seperti benih yang jatuh di pinggir jalan, di atas batu dan di semak duri. Kita mudah tergoda degan bujuk rayu iblis, mudah murtad karena penindasan dan penganiayaan, menjadi kerdil karena kekayaan dan masalah ekonomi lainnya. Ini adalah kerapuhan hidup kita di hadapan Tuhan. Hanya dengan bantuan Tuhan kita dapat mengalami transformasi untuk menjadi lahan terbaik bagi benih sabda-Nya dan menghasilkan buah-buah dalam ketekunan.

Apa yang harus kita lakukan untuk menjadi lahan yang terbaik bagi Sabda Tuhan?

Nabi Yeremia dalam bacaan pertama mengajak kita untuk bertobat. Ia berkata: “Bertobatlah, hai anak-anak yang murtad, sebab Akulah tuanmu!” (Yer 3:14). Semangat bertobat berarti berbalik kepada Tuhan secara radikal. Tidak ada jalan lain yang paling manjur selain bertobat dan bersatu dengan Tuhan sendiri. Tuhan begitu baik bagi kita   dan Ia memiliki kekuatan Sabda-Nya untuk mempertobatkan kita.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply