Food For Thought: Mewartakan Injil dalam kemajemukan

Mewartakan Injil dalam kemajemukan

Kemarin kita mengawali bulan Kitab Suci Nasional. Temanya sangat menarik yaitu mewartakan Injil dalam kemajemukan. Mari kita coba memandang Yesus dan para rasul-Nya. Mereka memulai pewartaan mereka dalam kemajemukan. Yesus sendiri selalu berkeliling dan berbuat baik. Para rasul berkeliling sampai ke ujung dunia untuk mewartakan Injil dalam kemajemukan. Tuhann Yesus menyingkir ke Tirus dan Sidon untuk menghadirkan Kerajaan Alah di sana. Ia menyembuhkan seorang anak yang kerasukan setan (Mat 15: 21-28). Keselamatan-Nya adalah keselamatan universal. St. Paulus dengan penuh semangat mengatakan: “Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku kalau tidak mewartakan Injil” (1Kor 9:16).

Bagaimana dengan Gereja? Gereja mewartakan Injil dalam kemajemukan dari dahulu hingga sekarang. Para misionaris zaman dahulu rela keluar dari tanah asalnya seperti Abraham untuk bermisi di tanah misi. Kita semua dalam kemajemukan mangalaminya sendiri. Para misionaris melakukan karya misi bukan hanya untuk orang katolik saja tetapi kepada semua orang tanpa harus mengkatolikan mereka. Gereja zaman now, melakukan karya Evangeliasasi ke seluruh dunia. St. Yohanes Paulus II melanjutkan gagasan Paus Paulus ke-VI untuk melakukan Evangelisasi baru. Ada unsur-unsur baru dalam semangat untuk mewartakan Injil dalam kemajemukan. Dan ini menjadi nyata dalam pelayanan kasih di bidang kesehatan, pendidikan dan sosial. Sekolah-sekolah katolik itu tidak pernah dikhususkan bagi orang katolik saja tetapi bagi siapa saja yang mau mencari ilmu.

Misi Yesus dan pelayanan-Nya memang universal. Ia berdoa bukan hanya bagi Gereja yang didirikan di atas wadas, tetapi untuk semua orang yang percaya kepada-Nya. Ia berkata: “Dan bukan untuk mereka saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka” (Yoh 17:21). Tuhan Yesus melakukan semuanya dalam kemajemukan hingga saat ini.

Mari kita memandang para kudus di dalam Gereja. St. Theresia dari Kalkuta membaktikan hidupnya sampai tuntas kepada orang-orang di Kalkuta. Mereka bukan bagian dari Gereja, tetapi Gereja berkarya bagi kemanusiaan. Kemanusiaan itu tidak memandang siapakah engkau tetapi siapakah kita ini.

Saya sendiri pernah menjadi pimpinan karya untuk komunitas balai latihan kerja Salesian Don Bosco Tiga Raksa. Kami membuka pelatihan-pelatihan bagi kaum muda dan jumlah siswa yang mencapai 600-an itu mayoritas beragama Islam. Dalam pandangan mereka Don Bosco itu orang baik yang bekerja bagi kemanusiaan. Para peserta kursus bahasa Inggris bersamaku selalu menyapaku Mister Romo. Dan saya hadir melakukan tugas saya secara profesional. Hal yang menarik dalam pelayananku saat itu adalah anak-anak muda yang belajar di Balai Latihan Kerja Salesian Don Bosco Tiga Raksa memiliki sense of belonging, memiliki Don Bosco di hati mereka.

Mewartakan Injil dalam kemajemukan adalah panggilan anda dan saya untuk menunjukkan wajah Gereja yang begitu indah dan mempesona. Wajah Gereja yang tidak memilah-milah tetapi sungguh menyatukan semua orang dari berbagai suku, bangsa dan bahasa supaya menjadi saudara seperti doa Yesus sang imam Agung. Ini adalah kehendak Yesus dan Dia yang menyertai kita sampai akhir zaman untuk terus mewartakan Injil, khabar sukacita dalam kemajemukan.

P. John Laba, SDB

Leave a Reply

Leave a Reply