Homili Hari Minggu Biasa ke-XXVIII/B – 2018

Hari Minggu Biasa XXVIII/B
Keb. 7:7-11
Mzm. 90:12-13,14-15,16-17
Ibr. 4:12-13
Mrk. 10:17-30

Hanya satu lagi kekuranganmu…

Mengevaluasi diri secara terus menerus. Ini adalah salah satu ungkapan sekaligus pengakuan yang disampaikan sepasang suami dan istri dalam sebuah acara rekoleksi keluarga. Dengan mengevaluasi diri yang terus menerus, mereka mampu menemukan banyak hal positif yang memperkuat cinta kasih mereka sebagai suami dan istri. Misalnya, mereka mengetahui kelebihan dan kebajikan yang memupuk cinta kasih mereka supaya lebih subur lagi. Mereka menemukan kekurangan dan kelemahan yang dapat menghambat tumbuhnya cinta kasih mereka. Sebab itu mereka selalu tertawa bersama ketika salah satu di antara mereka berdua mengatakan: “Hanya satu lagi kekuranganmu…” Dan yang lainnya menjawab: “Aku selalu memiliki kekurangan dan engkaulah yang melengkapi serta menyempurnakannya, demikian juga sebaliknya.”

Saya mendengar sharing ini dengan penuh perhatian dan menyimaknya. Mungkin saja ada orang yang berpikir bahwa pasutri ini hanya mengevaluasi diri supaya mengetahui kekurangan dan kelemahannya saja, dan mengabaikan kebaikan juga kebajikan masing-masing, sebab kalimat yang selalu mereka pakai adalah: “Hanya satu lagi kekuranganmu” bukan “Hanya satu lagi kelebihanmu.” Namun pasangan suami dan istri ini ternyata sudah membuktikan bahwa mereka melihat kekurangan dan kelemahan yang mereka miliki setiap hari supaya lebih mampu lagi dalam mencintai satu sama lain sebagai suami dan istri.

Penginjil Markus pada hari Minggu ini mengisahkan kisah perjumpaan Yesus dengan seorang tanpa nama yang berkeinginan untuk masuk surga dan nasihat-nasihat Yesus bagi para murid-Nya untuk bijaksana dalam memiliki dan menggunakan harta kekayaannya. Tuhan Yesus dan para murid-Nya sedang melakukan perjalanan. Mereka selalu berkeliling dan berbuat baik kepada semua orang. Dalam perjalanan itu datanglah seorang tanpa nama, berlutut di hadapan Yesus seraya berkata: “Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” (Mrk 10: 17). Tuhan Yesus menggunakan kesempatan ini untuk mengoreksinya. Ia berkata kepadanya: “Mengapa kaukatakan Aku baik? Tak seorangpun yang baik selain dari pada Allah saja.” (Mrk 10:18). Yesus mengarahkannya untuk focus saja pada Tuhan Allah Bapa di surga sebagai sumber kebaikan.

Untuk membuka wawasannya lebih luas tentang syarat untuk masuk surga maka Yesus berkata kepadanya: “Engkau tentu mengetahui segala perintah Allah: Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, jangan mengurangi hak orang, hormatilah ayahmu dan ibumu!” (Mrk 10:19). Semua perintah Allah ini adalah kebijaksanaan bagi orang-orang Yahudi untuk mengasihi Allah dan sesama manusia. Tuhan Allah sendiri berkata: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.” (Ul 6:5) dan “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Im 19:18).
Orang yang datang kepada Yesus ternyata orang yang unik. Ia sudah mengenal dan melakukan perintah-perintah Tuhan dengan baik. Hanya saja ia bertanya lagi kepada Yesus, mungkin masih ada syarat-syarat lain untuk dapat masuk surga. Yesus mengambil satu titik kelemahannya yakni ia belum memiliki sikap lepas bebas terhadap harta kekayaan yang ia miliki. Ia belum bijaksana dalam mengelola harta kekayaannya. Ini adalah hal yang menghalanginya untuk bersatu dengan Tuhan. Sebab itu Yesus berkata: “Hanya satu lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.” (Mrk 10:21). Ini adalah sikap lepas bebas yang Tuhan tuntut dari dia. Mengetahui dan melakukan sepuluh perintah Allah ternyata belumlah cukup. Orang harus memiliki sikap lepas bebas, berani untuk meninggalkan segala-galanya supaya layak mengikuti Yesus. Orang ini meninggalkan Yesus karena hatinya masih terikat pada harta kekayaannya.

Dengan keberanian untuk memiliki sikap lepas bebas maka harta surgawi menjadi jaminannya. Berkaitan dengan ini Yesus berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena Aku dan karena Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, ibunya atau bapanya, anak-anaknya atau ladangnya, orang itu sekarang pada masa ini juga akan menerima kembali seratus kali lipat: rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu, anak dan ladang, sekalipun disertai berbagai penganiayaan, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal.” (Mrk 10:29-30). Ini adalah janji Tuhan bagi orang yang bijaksana di hadirat Tuhan.

Tuhan memang menghendaki agar masing-masing kita memiliki kebijaksanaan untuk memiliki dan menggunakan harta kekayaan. Penulis Kitab Kebijaksanaan dalam bacaan pertama mengatakan: “Aku berdoa dan akupun diberi pengertian, aku bermohon lalu roh kebijaksanaan datang kepadaku.” (Keb 7:7). Hal terpenting bagi seorang yang mau mengikuti Tuhan bukan harta kekayaan, bukan tongkat kerajaan dan takhta melainkan kebijaksanaan. Emas yang orang miliki hanyalah pasir belaka dan perak hanyalah lumpur semata. Kesehatan dan keelokan saja bukan merupakan hal yang dikasihi sebab yang perlu dikasihi adalah kebijaksanaan. Maka kita semua difocuskan pada Tuhan sebagai kebijaksanaan sejati. Kita menjadi bijaksana dengan menunjukkan sikap lepas bebas terhadap harta kekayaan yang kita miliki.

Apa yang harus kita lakukan untuk bijaksana dalam memiliki dan menggunakan harta kekayaan? Penulis surat kepada umat Ibrani memberikan kepada kita sebuah jalan yakni kembali kepada Sabda Tuhan. Firman Allah menurut penulis kepada umat Ibrani, ‘hidup dan kuat, lebih tajam dari pedang bermata dua mana pun!” Sifatnya Sabda Tuhan adalah menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sum-sum. Firman juga sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran kita. Ini adalah kebijaksanaan yang kita ambil dari Sabda atau Firman Tuhan. Maka supaya kita dapat menjadi pribadi yang bijaksana dalam berhadapan dengan harta kekayaan maka perlu akrab dan bersahabat dengan sabda Tuhan. Tanpa sabda Tuhan kita tidak mengenal Yesus Kristus dan tidak memiliki sikap lepas bebas. Tuhan Yesus adalah kebijaksanaan kita.

Lalu apa yang masih menjadi satu kekurangan kita?

Masing-masing kita boleh merenungkan pertanyaan ini. Salah satu kekurangan kita di hadapan Tuhan adalah belum memiliki sikap lepas bebas, tamak, avarice, suka pamer, hasrat untuk menjadi orang kaya baru, hasrat untuk melakukan korupsi dan masih ada lagi satu kekurangan yang ada di dalam diri setiap pribadi. Mari kita  menyadari satu kekurangan dalam diri kita dan berubahlah!

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply