Homili 29 Oktober 2018

Hari Senin Pekan Biasa ke-XXX
Ef 4:32-5:8
Mzm 1: 1-2.3.4.6
Luk 13:10-17

Mewujudkan Hidup Kristiani Sejati

Saya merasa bahagia ketika mendengar sharing seorang bapak dalam acara pendalaman iman katolik di sebuah lingkungan. Ia memiliki keinginan yang besar untuk menjadi pengikut Kristus yang terbaik. Keinginannya ini berawal dari sebuah kalimat yang temukannya di sebuah buku tentang kehidupan Santa Theresia dari Kalkuta. Kalimat yang dimaksud adalah: “Lakukanlah tugas-tugasmu, sekecil apapun tugas itu dengan cinta kasih yang besar”. Ia merasa bahwa kata-kata ini penuh dengan inspirasi yang sangat positif. Baginya, berkarya, melayani Tuhan dan sesama mungkin saja hanya melalui hal-hal yang kecil, namun akan menjadi bermakna kalau kita melakukannya dengan cinta kasih yang besar. Hidup Kristiani menjadi bermakna dalam pelayanan kasih, tanpa pamrih. Sejak saat itu ia pun berusaha untuk melakukan tugasnya sebagai bapa di dalam keluarga, sebagai warga Gereja dan sebagai warga masyarakat.

Pada hari ini kita mendengar kelanjutan wejangan St. Paulus kepada jemaat di Efesus tentang bagaimana seharusnya menjadi pengikut Kristus yang sejati. Paulus mengatakan: “Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.” (Ef 4:32). Paulus mengarahkan hati dan pikiran kita kepada Tuhan Allah. Meskipun hidup kita penuh dengan kelemahan namun Ia tetap menerima dan mengasihi kita apa adanya. Kita perlu belajar dari Tuhan Allah yang mengasihi kita dalam Yesus Kristus. Kita belajar untuk menjadi ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni. Semua ini kita temukan dalam diri Yesus. Ia ramah dengan semua orang tanpa memilih dan memilah setiap orang. Ia mengasihi semua orang bahkan mengurbankan diri-Nya untuk keselamatan kita. Ia mengampuni kita semua tanpa batas. Maka kita mewujudkan hidup Kristiani yang sejati dengan keramahan, kasih dan pengampunan.

Untuk mewujudkan hidup kristiani yang sejati, Paulus coba mengarahkan kita untuk mentaati kehendak Allah, hidup sebagai anak-anak kesayangan Tuhan, hidup dalam kasih Tuhan. Mengapa kita perlu hidup di dalam kasih Tuhan? Sebab Tuhan adalah kasih dan Ia sendiri yang lebih dahulu mengasihi kita. Kasih terbesar dari Tuhan adalah mengurbankan Yesus Kristus Putera-Nya, Dia yang telah menyerahkan diri-Nya sebagai kurban persembahan yang harum mewangi bagi Allah. Di samping itu, Paulus mengharapkan agar kita sedapat mungkin menghindari diri dari dosa yang melawan kasih Allah itu sendiri. Dosa-dosa yang dimaksud oleh Paulus adalah percabulan, rupa-rupa kecemaran atau keserakahan. Hal-hal ini bagi Paulus, disebut saja tidak boleh karena bertentangan dengan hidup kekudusan. Dosa-dosa lain yang disebutkan Paulus adalah perkataan kotor, kosong, sembrono yang tidak elok bagi pengikut Kristus. Seharusnya kata-kata yang keluar dari mulut pengikut Kristus adalah ucapan syukur.

Dengan membaca tanda-tanda zaman saat itu, Paulus juga mengatakan bahwa orang sundal, orang cabul, orang serakah, penyembah berhala tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Kristus dan Allah. Selain itu kesesatan yang ditimbulkan oleh kata-kata yang hampa yang dapat menimbulkan murka Allah.Paulus memiliki harapan yang pasti bagi jemaat untuk bertobat.Mereka telah mengalami kegelapan maka kini mereka berusaha untuk menjadi bagian dari Tuhan sendiri. Inilah perkataan Paulus: “Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang.” (Ef 5:8). Pertobatan adalah jalan yang tepat untuk menjadi anak kesayangan Allah. St. Paulus dengan tepat mengatakan: “Jadilah penurut Allah sebagai anak-anak kesayangan.” (Ef 5:1).

St. Paulus tidak sendirian dalam mengeritik orang-orang Efesus yang kesulitan untuk bertobat. Tuhan Yesus juga mengeritik orang-orang yang legalis seperti kaum Farisi dan para ahli Taurat. Mereka yang selalu mencari-cari kesalahan Yesus tetapi tidak menemukan kesalahan apapun. Sebab itu kata yang paling tepat bagi mereka adalah kata munafik. Mungkin saja kita adalah orang-orang munafik di hadapan Tuhan dan sesama. Kita sangat legalis dan berpikir bahwa kita orang Kristiani sejati, padahal bukanlah demikian.Kita perlu bertobat dan kembali kepada Tuhan.

Wujud pertobatan macam apakah yang perlu kita lakukan di hadapan Tuhan? Raja Daud dalam Kitab Mazmur mengatakan bahwa orang yang berbahagia adalah orang yang bertobat sebab mereka tidak berjalan menurut nasihat orang fasik dan tidak berdiri di jalan orang berdosa dan tidak duduk dalam kumpulan pencemooh. Mereka yang layak di hadirat Tuhan akan menyukai hukum Tuhan dan siang malam merenungkannya. Orang yang bertobat dan menjadi pengikut Kristus sejati itu laksana pohon yang ditanam di tepi aliran air sehingga berbuah di setiap musim dan tidak pernah layu. Maka bentuk pertobatan yang benar adalah pertobatan yang radikal. Pertobatan itu bukan sebuah niat karena niat dapat berubah. Pertobatan itu sebuah jawaban pasti atas panggilan Tuhan untuk mengikuti-Nya lebih dekat lagi, lebih mirip lagi dalam kekudusan.

Tuhan Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang-orang berdosa yang bertobat dan kembali ke jalan Tuhan. Kita mendengar mukjizat dalam Injil hari ini, di mana Ia menyembuhkan seorang yang sudah dirasuki roh selama delapan belas tahun. Secara fisik dia juga berubah sampai membungkuk. Tuhan Yesus melihat iman wanita ini maka Ia memiliki inisiatif pertama untuk memanggil, memberkati dan menyembuhkannya. Hidup Kristiani sejati menjadi bermakna ketika kita juga terbuka kepada Tuhan, siap untuk mendengar panggilan Tuhan dan bersedia untuk memperoleh keselamatan.

Pada hari ini Tuhan mengundang kita untuk mewujudkan hidup Kristiani yang sejati dengan melakukan pertobatan yang radikal sehingga hidup kita semakin selaras dengan Diri-Nya yang kudus. Bersama Tuhan kita pasti bisa!

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply