Homili 22 November 2018

Peringatan Wajib St. Sesilia
Why. 5:1-10
Mzm. 149:1-2,3-4,5-6a,9b
Luk. 19:41-44;

Merenungkan belas kasih Tuhan

Kalimat yang membantu permenunganku pada hari ini adalah ‘Dominus Flevit’ artinya ‘Tuhan menangis’. Mungkin ada yang kaget dengan perkataan ‘Tuhan menangis’. Tuhan Yesus mau menunjukkan wajah Allah Bapa yang berbelas kasih kepada manusia. Maka, ketika hendak memasuki kota Yerusalem (kota damai), Ia duduk sesaat dan menangisi kota ini. Sambil menangis, Ia berkata: “Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu. Sebab akan datang harinya, bahwa musuhmu akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung engkau dan menghimpit engkau dari segala jurusan, dan mereka akan membinasakan engkau beserta dengan pendudukmu dan pada tembokmu mereka tidak akan membiarkan satu batu pun tinggal terletak di atas batu yang lain, karena engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah melawat engkau.” (Luk 19:42-44).

Apa yang mendorong saya untuk melakukan permenungan ini? Pikiran saya tertuju pada Tuhan Yesus. Sebelum memasuki kota Yerusalem atau kota damai, Ia lebih dahulu menangisinya. Hal ini tentu berlawanan dengan sikap kebanyakan orang yang akan menyabut-Nya dengan sukacita ketika memasuki Yerusalem. Mereka akan berseru: ‘Hosana, terberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan’. Kedatangan Yesus di Yerusalem sebagai kota damai merupakan kesempatan terakhir yang Tuhan berikan kepada penghuninya untuk mengalami keselamatan. Namun sangat disayangkan karena mereka tidak menerima kehadiran Yesus di tengah-tengah mereka.

Tuhan Yesus juga mengungkapkan tentang saat di mana para musuh akan mengelilingi dan menghancurkan Yerusalem sekali lagi. Dalam sejarah Israel, pada tahun 587SM pasukan Babel untuk pertama kali mengahcurkan Yerusalem. Visi Yesus tentang kehancuran Yerusalem akan terulang kembali pada tahun 70M, di mana orang-orang Romawi kembali menghancurkan kota damai ini. Hal yang menyedihkan adalah kunjungan atau lawatan Yesus tidak diterima dengan baik.

Apakah Tuhan Yesus menyimpan dendam dengan para penghuni kota Yerusalem? Pasti Tuhan Yesus tidak menyimpan dendam apapun kepada mereka. Ia malah menangisi Yerusalem sebagai kota damai sebab penghuninya ini keras hati dan tidak mau menerima lawatan-Nya. Yerusalem adalah kita yang keras hati dan tidak menerima lawatan Tuhan. Yerusalem adalah kita yang tidak merasa bersalah sehingga tetap mengulangi dosa yang sama. Yerusalem adalah kita yang tidak terbuka pada kasih Allah. Yesus juga menangisi anda dan saya saat ini.

Saya teringat pada perkataan Paus Fransiskus. Ia berkata: “Yesus mengasihi kita dengan bebas. Kehidupan Kristani meniru cinta bebas Tuhan Yesus.” Tuhan Yesus memang menangis tetapi tetap mengasihi kita dengan bebas. Tuhan Yesus tidak pernah terpakasa mengasihi kita sebagaimana sering kita lakukan dalam perbuatan kasih dengan terpaksa. Hidup kristiani yang bermakna selalu berdasar pada cinta kasih Kristus yang bebas. Hidup kristiani menemukan kesempurnaannya dalam cinta kasih Kristus sendiri. Terlepas dari kasih Kristus, cinta kasih manusia tidak memiliki arti apa-apa.

St. Sesilia, Doakanlah kami. Tambahkanlah cinta kasih kami kepada Kristus Tuhan kita. Amen.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply